Ku mengalir di lereng terjal deras kuat menyusur riam riak mengikis bebatuan menuju lembah. Kuat ganas dan liar kumengalir berkelok di sungai dangkal. Ku bertemu di ujung anak sungai, bersatu menyatu meluas, semakin luas dan semakin dalam ku semakin tenang. Bersama meluas menuju arah yang sama, bergerak menuju tempat yang rendah, menuju tempat yang lebih luas dalam satu kesatuan, menyatu dengan kesatuan takterbatas. Itulah yang kurindukan sungai dangkal berarus kuat. Sejak awal, sejak menyeruak ke permukaan tanah aku selalu mengguman, berteriak, atau kadang menangis pilu, hingga hal itu menjadi teman keseharian dalam perjalanan. Mungkin ini nyanyian, mungkin ini tangisan, mungkin ini sorak pembangkit semangat, atau bahkan ini merupakan doa, atau mantra yang selalu terucap untuk menjadi afirmasi.
Oh samudera terimalah sungai dangkal berarus kuat agar aku dapat menyatu dalam birumu. Telan aku dalam luas mu. gulung aku dalam pelukan gelombang, hempaskanlah aku ke karang tajam... tenggelamkan aku ke dasar, lontarkan aku ke permukaan bersama perbedaan kadar garam, mengembara mengikuti arah angin.
Kini ku tak tahu sampai di mana, tapi disekitarku terbentang luas, oh... Matahari.. angkatlah aku tubuh dan kutinggalkan beban garam, ke melayang pelan dan ringan... kuberkumpul dengan wujud lembut kapas putih bersatu dengan barisan awan. Dari waktu ke waktu kami berkumpul warna kami berangsur kelabu, semakin gelap dan semakin gelap.
Loncatan-loncatan bunga api menari kian kemari, di iringi dengan gemuruh gelegar, bahkan ledakan yang memekakkan telinga. Tarian geliat naga langit mengerang, bersama dengan tubuh berat awan hitam yang sudah tak mampu lagi menahan bebannya, ya... Awan hitam yang sarat akan hujan.
Awal dari kesedihan yang selalu berulang dan berulang dalam lingkaran siklus karma.... Aku di hempaskan lagi ke bumi.. kadang rinai... kadang terjurah lebat... harus kembali lagi mengulangi. Tanah kering yang haus dengan rakus menelanku ke dasar bumi tersimpan dalam kantong-kantong yang rapat, entah berapa lama lagi aku muncul di permukaan.
Ku menyatu terseret arus air bawah tanah, ku begerak terhisap ke dasar bumi, tergeser terhisap ditarik sulur-sulur akar pohon kehidupan. Entah berapa lama dan tertidur dalam lelap yang panjang.
Ku terjaga dan telah berada pada celah melingkar, dan kulihat di atas sana tampak cahaya matahari. Oh matahari... Tapi... Sebuah benda yang sering disebut ember atau timba turun... Dan mengangkatku... oh tidak... Tak berapa lama aku terpanggang dalam sebuah panci di dalam tungku... panasnya membuatku berkali kali terbentur di langit-langit tutup panci...
Tubuh fisikku semakin berat ketika harus melarutkan yang kukenal sebagai glukosa dan caffein... Oh... Tidak..... perjalananku akan lebih panjang.... Aku menjerit.... Aku masih harus melewati banyak pipa kapiler dalam tubuh manusia.... Dan.... Harus melewati kandung kemih... lalu aku tak tau akan menguap atau harus terbenam dalam septic tank. Ku berteriakkkkk.. menangis, mengucap doa dan mantra dengan putus asa...
Oh samudera terimalah sungai dangkal berarus kuat agar aku dapat menyatu dalam birumu... Telan aku dalam luas mu, gulung aku dalam pelukan gelombang, hempaskanlah aku ke karang tajam, tenggelamkan aku ke dasar, lontarkan aku ke permukaan bersama perbedaan kadar garam, perbedaan hangat dan dingin bawa aku mengembara mengikuti arah angin.
Lereng Merapi sisi Selatan , 01.30 WIB 12112005
Kamis, 25 Februari 2010
Rabu, 24 Februari 2010
Terbelah Dua
Seharian hujan saat itu, aku dalam keadaan yang tidak fit karena sejak seminggu lalu flu, saat itu sudah mulai membaik karena tidak terasa lagi keluhan baik pusing, batuk ataupun pilek, hanya tinggal perasaan melayang. Tiba-tiba aku terjaga walau mata masih terpejam dan tubuh tidur, memang peristiwa yang aneh namun aku mengalami. Hal ini nyata walau dalam kenyataan pikiranku sendiri. ini bukan lamunan, mungkin lebih mirip dengan sahabat imajiner yang muncul tiba-tiba. Cepat-cepat aku melompat dan mengambil notes dan ballpoint murah yang terserak di samping PC ku yang dirakit enam tahun sebelumnya.
Kutuliskan "03052006" di bagian atas, merupakan kebiasaan sebelum menulis sesuatu, ini salah satu cara saat aku ingin bicara dengan diriku sendiri ketika berbagai pikiran yang dapat tertangkap mulai nampak.
*Guru apa yang harus kulakukan , kuda-kuda yang menarik kereta ini nampak lemas kelelahan, atau lapar hingga tak mau bergerak, bahkan tiga diantaranya terkapar.
** Ya mungkin ini memang waktunya yang tepat untuk beristirahat. Keliaranmu telah membuat mereka lelah. mereka kau pacu untuk mengejar rumput-rumput ilusi yang kau janjikan. Dan rumput tersebut juga merupakan ilusimu juga. Selama beberapa bulan terakhir kau memacunya dengan liar, lihat.. kuda kuning itu kondisinya sangatlah parah... sementara kuda merah kita yang paling sehat dan akan masih ganas jika kondisi mendadak berubah, kuda hitam terlihat paling kuat, kuda putih sehat-sehat saja walau tampak kelelahan karena terseret kuda-kuda yang lain.
*Benarkah kita harus beristirahat? kita harus berhenti? sementara perjalanan ini tanpa ujung... apakah di sini tujuan kita? apakah kuda kuning itu akan mati? haruskah kita turun dari kereta, dan kuda-kuda ini kita tinggal kan?
** Hey... apa kamu pengen jadi hantu?! mau ganti kereta dan meninggalkan kuda?! mau reinkarnasi dengan lebih cepat?! Sebagai seorang sais kamu belum banyak belajar, segala yang kau pelajari untuk meninggalkan tubuh fisik ini belum mampu untuk bergerak bebas tanpa kendaraan ini. Kalaupun itu terjadi kita tak akan tahan berdiri di atas tanah, terguyur hujan, tertiup angin dan akan terbakar oleh panas sinar matahari. Kita harus istirahat.
*Tapi...???!!!
** Sudahlah istirahat dulu. Tidurlah beri minum kuda kuning dengan air kehidupanmu, dan biarlah kuda merah menghirup hangatnya api, dan kuda hitam biarkan menghisap saripati bumi, dan kuda putih mencerap terangnya cahaya esok pagi.
* Baiklah aku istirahat setelah memberi makan kuda hitam dan merah.
** Baiklah kalau begitu... aku lebih dulu tidur... jangan kagetkan aku.
Lalu ku kembali meletakkan ballpoint dan note ku. Kemudian tidur. Mataku mulai terpejam, gelap dan hitam hitam yang kulihat berikut debu-debu bintang yang berwarna-warni mengantarku pada lelap tidurku. Sesuatu yang tak jelas entah mau kutafsirkan apa, yang jelas aku harus buka buku-buku Sigmund Freud atau Carl Gustav Jung. Ada yang mau membantu??
Selasa, 23 Februari 2010
Rasa itu Hampir Sama
Pagi seperti ini ada rasa yang sepertinya pernah benar-benar kurasakan. Rasa itu hampir sama, segala kalimat, kilasan penampakan di benak, sekaligus cara berpikir. Terhempas tiba-tiba pada tanggal 4 September 2004, enam tahun yang lalu. Permasalahan masih sama, hanya waktu dan tempat yang berbeda, walau ruang pikirku tetap juga berkutat di situ dan tak juga beranjak.
Masih tetap memeriksa batin dan bertanya pada diri, "masih adakah rasa syukur di sini?"
Ketika kutemui sang rasa syukur tersebut masih saja berbentuk seperti gelombang yang hanya merespon kondisi sekitarnya, masih mengalami pasang surut bagai pantai yang dipengaruhi oleh gravitasi bulan yang mengorbit mengelilingi sang ego. Kemudian aku beranjak keluar, dan menggumam,"rasya syukur ini, dapat dipertahankan untuk tetap bersamaku, hanya saja perlu usaha dan semangat untuk tetap menggenggamnya, bahkan untuk memeluknya".
Memelihara, merawat, dan menumbuhkan rasa syukur membutuhkan beberapa tahapan cara, yang pertama adalah menyadarinya, kemudian mengidentifikasi, hama atau parasit yang selalu mengancam atau melekat siap untuk menggerogotinya. Kutemui hama pertama adalah kesombongan, walaupun hama ini pada awalnya memberikan banyak energi untuk mempertahankan stamina sistem diri, namun berikutnya ia akan mengacaukan merancukan pandangan ku mengenai konsep diri dan identifikasi rasa.
Halusinasi tentang pencitraan diri tersebut menjadi benar-benar rancu, dan hampir tidak dapat membedakan antara intuisi dan mood, keberanian dan kenekatan, kepasrahan dan keputusasaan, semangat dan nafsu, kata hati dan ego, kepercayaan diri dan kesombongan, harga diri dan gengsi, kerendahan hati dan kerendahan diri, visi dan ilusi, harapan dan ambisi, bahkan keikhlasan dan ketidakberdayaan diri.
Rasa syukur mendatangkan keikhlasan, keikhlasan menjadi bahan bakar bagi ketenangan, dan kebahagian (paling tidak sejauh ini). Ku masih berusaha waspada, melihat dengan pandangan yang lebih jernih dari sebelumnya. Hal tersebut harus tetap kujaga, karena dapat hilang dan terenggut tiba-tiba tanpa ku sadari, saat ku lengah.
Kembali lagi di di sini, saat ini.
Senin, 22 Februari 2010
Foucault: Filsafat dan Seksualitas Kuno (12-Habis)
Akhir dari keterlibatan Foucault dengan filsafat tradisional muncul sebagai sesuatu yang mengejutkan karena ia berpaling menuju dunia kuno, sebagaimana yang ia kaji dalam beberapa tahun terakhir hidupnya. “The History of Sexuality” telah direncanakan sebagai multi-volume yang terdiri dari berbagai tema dalam studi seksualitas modern. Jilid pertama ia membahas pengenalan umum. Foucault menulis jilid kedua, tetapi tidak pernah dipublikasikan (The Confessions of the Flesh)tentang segala sesutu yang berhubungan dengan asal-usul pengertian modern dari subjek pelaku praktik pengakuan (dosa) Kristen. Pusat perhatian dari tulisan ini adalah pemahaman yang tepat untuk mengembangkan kajian perbandingan konsepsi Kristiani dengan konsepsi kuno tentang etika. Kajian ini dilakukan ebagaimana kajian di kedua buku terakhirnya yaitu, The Greek and Roman Sexuality” dan “The Use of Pleasure and The Care of the Self”.
Kajian Foucault terhadap seksualitas kuno berganti pada isu-isu etika yang telah tersirat, namun jarang secara eksplisit ditematisasikan dalam tulisan-tulisan sebelumnya. Tujuan spesifik dari kajian ini adalah untuk membandingkan kasus-kasus pagan kuno dengan etika Kristen. Foucault melakukan kajiannya melalui uji-kasus seksualitas untuk menelusuri perkembangan ide-ide Kristen tentang seks dari ide-ide yang sangat berbeda dari orang dahulu. Foucault menekankan sisi yang sangat kontras antara pandangan Kristen mengenai tindakan seksual, secara keseluruhan, kejahatan dalam diri mereka sendiri, dan pandangan Yunani berpendapat bahwa seksulitas benda-benda, natural/yang alami masih diperlukan, meskipun subjek untuk pelampiasan. Akibatnya, bukannya kode moral Kristen melarang sebagian besar bentuk aktivitas seksual (yang lebih ditahan dalam diam), sementara Yunani kuno menekankan penggunaan yang tepat (chresis) untuk kesenangan, hal ini terlibat dalam berbagai aktivitas seksual (heteroseksual , homoseksual, dalam perkawinan, di luar perkawinan), dengan pengaturan dan etika yang tepat. Dengan demikian seks bagi orang-orang Yunani dipahami sebagai bagian utama dari apa yang oleh Foucault disebut "estetika-estetika diri": kreasi estetika diri, serta eksistensi kenikmatan dan kesenangan.
Studi-studi seksualitas kuno ini, khususnya gagasan tentang estetika diri, dipelopori oleh Foucault mengenai filsafat tentang gagasan kuno diterapkan sebagai jalan hidup, dan bukan mencari kebenaran teoritis. Meskipun demikian, terdapat beberapa pembahasan dalam “The Use of Pleasure of Plato's conception of philosophy”, Foucault menggunakan topik ini dalam kuliah (pada 1980-an) di Collège de France dan di Berkeley; saat itu ia tidak memiliki cukup waktu untuk mengembangkan ide-ide ini untuk diterbitkan. Pada masa kuliah di Collège de France, dia membahas Socrates (the Apology and in Alcibiades), baik dalam model dan eksponen kehidupan filosofis yang terfokus pada " care of the self " ataupun mengikuti diskusi-diskusi yang membahas dengan tema kuno ataupun hal-hal sebagaimana tema ini (Misalnya, Epictetus, Seneca dan Plutarch). Pada pemberian materi kuliah di Berkeley ia membahas cita-cita kuno "berbicara penuh kejujuran" (parrhesia) yang dianggap sebagai titik pusat dari politik dan moral mengenai kebaikan. Di sini Foucault membahas formulasi gagasan awal, pada pembahasan Euripides dan Socrates suatu transformasi, selain itu juga mengenai Epikuros, Stoa, dan Cynic. Kedua hal itu menyediakan bahan-bahan untuk paling bermanfaat dari semua perjanjian Foucault dengan filsafat tradisional. Tetapi kematian dini pada tahun 1984 menghentikannya, sebelum terselesaikan.
Sumber:
Minggu, 21 Februari 2010
Foucault: Analisis Keterbatasan (11)
Manusia adalah keterbatasan bagi manusia itu sendiri, hal ini merupakan kenyataan bahwa, sebagaimana dijelaskan oleh ilmu-ilmu empiris modern. Manusia dibatasi oleh sistem operasi pada dirinya, yaitu berbagai kekuatan historis (organik, ekonomi, linguistik). Keterbatasan ini merupakan masalah filosofis, karena sejarah yang sama ini menjadi empiris terbatas, dan harus entah bagaimana hal ini dapat menjadi sumber representasi mengenai dari mana kita tahu dunia empiris, termasuk diri kita sendiri sebagai makhluk empiris. Aku (kesadaran saya), sebagaimana Kant katakan, harus menjadi keduanya, yaitu objek empiris representasi dan representasi sumber transendental. Bagaimana mungkin? Pandangan Foucault pada akhirnya, tidak - dan suatu kemustahilan (menyadarinya historis), dengan demikian hal ini berarti adalah keruntuhan episteme modern. Apa yang Foucault sebut "analitik dari keterbatasan", adalah sketsa mengenai kesimpulan dari kasus-kasus historis. Upaya utama untuk mengkajinya adalah dengan cara bersama-sama membentuk inti filsafat modern supaya dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Pertanyaan dan strategi dasar untuk menjawab hal tersebut, kita tentu saja, kembali pada Kant, yang mengajukan pemikiran-pemikiran penting sebagai berikut adalah, faktor-faktor penting yang membuat kita terbatas (ruang, waktu, kausalitas, dan sebagainya) yang merupakan kondisi/syarat yang dibutuhkan bagi kemungkinan menuju pengetahuan. Oleh karena keterbatasan manusia, secara terus menerus ditemukan berasamaan dengan pemuan tersebut (hal ini merupakan hal yang positif dan mendasar, sebagaimana dikatakan Foucault). Kajian-kajian filsafat modern (Kant dan pasca-Kantian) - analitik dari keterbatasan - adalah untuk menunjukkan bagaimana hal ini menjadi mungkin.
Beberapa filsafat modern berusaha untuk menyelesaikan masalah manusia tersebut, yang ternyata pada dasarnya, hal ini mengurangi transendental menjadi lebih ke empiris. Sebagai contoh, usaha kaum positivisme untuk menjelaskan pengetahuan dengan pendekatan ilmu alam (fisika, biologi), sementara kaum Marxisme menggunakan sejarah ilmu-ilmu sosial. (Perbedaannya adalah bahwa pengetahuan beranjak atau didasari oleh hal-hal yang ada di masa lalu - misalnya, sebuah sejarah evolusi - sedangkan alasan kedua sebuah gerakan revolusioner masa depan yang akan melampaui batas-batas ideologi.) Sementara pendekatan yang lain mengabaikan hal-hal bahwa manusia harus dianggap sebagai sesuatu yang dapat direduksi, baik secara empiris dan transendental.
Fenomenologi Husserl nampaknya telah melaksanakan proyek sintesis Kant mengenai manusia sebagai objek dan manusia sebagai subyek secara dengan pendekatan Cartesian radikal yaitu, dengan mendasarkan bahwa pengetahuan kita mengenai kebenaran empiris dalam realitas subjek transendental. Bagaimanapun juga, masalahnya adalah bahwa gagasan modern mengenai manusia termasuk Descartes ide dari cogito sebagai "souvereign transparency" dari kesadaran murni. Pikiran tidak lagi murni representasi dan karena itu tidak dapat dipisahkan dari "bukan pemikiran" (yaitu, pemberian dari kebenaran empiris dan historis tentang siapa kita). “Aku” tidak dapat meninggalkan bahwa "aku berpikir" untuk "Aku" karena isi dari realitas Aku (yang saya) selalu lebih dari isi dari pemikiran diri (saya, misalnya, hidup, bekerja, dan berbicara - dan semua ini membawa saya melampaui pemikiran belaka). Atau, meletakkan titik pada alur yang sebaliknya, jika kita menggunakan "saya" untuk menunjukkan kenyataan saya hanya sebagai dalam keadaan sadar, maka saya "bukan" banyak dari apa yang saya (sebagai seorang diri di dunia) pagi. Akibatnya, sejauh bahwa Husserl telah didasarkan segala sesuatu dalam subjek transendental, ini bukan subjek (cogito) dari Descartes cogito tapi ide dari filsafat modern, yang meliputi (empiris) bukan pemikiran yang merupakan bagian dari realitas manusia. Fenomenologi, seperti semua pemikiran filsafat modern, harus menerima yang bukan pemikiran sebagai yang tidak dapat sesuatu yang “lain” dari manusia yang tak dapat dieliminir. Bukan pula fenomenologis eksistensial (seperti Sartre dan Merleau-Ponty) mampu memecahkan masalah. Tidak seperti Husserl, mereka menghindari ego transendental yang di “tepat” kan dan berpusat pada realitas konkret manusia-dalam-dunia. Tapi ini, klaim Foucault, hanyalah sebuah cara yang lebih halus untuk mengurangi kadar dari transendental ke empiris.
Akhirnya, beberapa filsuf (Hegel dan Marx dalam satu hal, Nietzsche dan Heidegger yang lain) telah mencoba untuk menyelesaikan masalah status ganda manusia dengan memperlakukan dia sebagai realitas sejarah. Tetapi langkah ini menjumpai kesulitan , yaitu manusia harus produk” sempurna ” dari proses dan evolusi sejarah. Jika kita memperlakukan manusia sebagai produk, kita menemukan diri kita mengurangi realitas dengan sesuatu yang non-manusia (ini adalah apa yang Foucault sebut sebagai "kemunduran" dari asal manusia). Tetapi jika kita bersikeras "kembali" kepada manusia sebagai miliknya asal tepat, maka kita tidak lagi dapat memahami tempatnya di dunia empiris. Paradoks ini dapat menjelaskan obsesi tak berujung filsafat modern mengenai sesuatu yang asli (the origins), namun tak pernah ditemukan jalan keluar dari kontradiksi antara manusia sebagai pencipta dan manusia sebagai berasal. Meskipun demikian, Foucault berpendapat bahwa mengejar filsafat modern dengan pertanyaan tentang “the origins” telah memberikan kita suatu rasa mendalam makna ontologis yang sangat penting dari waktu.Hal ini sebagaimana dalam pemikiran Nietzsche dan Heidegger, yang menolak Hegel dan pandangan Marx mengenai “kembali ke asal” sebagai pemenuhan penebusan ini, dan bukannya melihatnya sebagai sebuah ketiadaan konfrontasi dengan keberadaan kita.
Sumber:
http://plato.stanford.edu/entries/foucault
Pertanyaan dan strategi dasar untuk menjawab hal tersebut, kita tentu saja, kembali pada Kant, yang mengajukan pemikiran-pemikiran penting sebagai berikut adalah, faktor-faktor penting yang membuat kita terbatas (ruang, waktu, kausalitas, dan sebagainya) yang merupakan kondisi/syarat yang dibutuhkan bagi kemungkinan menuju pengetahuan. Oleh karena keterbatasan manusia, secara terus menerus ditemukan berasamaan dengan pemuan tersebut (hal ini merupakan hal yang positif dan mendasar, sebagaimana dikatakan Foucault). Kajian-kajian filsafat modern (Kant dan pasca-Kantian) - analitik dari keterbatasan - adalah untuk menunjukkan bagaimana hal ini menjadi mungkin.
Beberapa filsafat modern berusaha untuk menyelesaikan masalah manusia tersebut, yang ternyata pada dasarnya, hal ini mengurangi transendental menjadi lebih ke empiris. Sebagai contoh, usaha kaum positivisme untuk menjelaskan pengetahuan dengan pendekatan ilmu alam (fisika, biologi), sementara kaum Marxisme menggunakan sejarah ilmu-ilmu sosial. (Perbedaannya adalah bahwa pengetahuan beranjak atau didasari oleh hal-hal yang ada di masa lalu - misalnya, sebuah sejarah evolusi - sedangkan alasan kedua sebuah gerakan revolusioner masa depan yang akan melampaui batas-batas ideologi.) Sementara pendekatan yang lain mengabaikan hal-hal bahwa manusia harus dianggap sebagai sesuatu yang dapat direduksi, baik secara empiris dan transendental.
Fenomenologi Husserl nampaknya telah melaksanakan proyek sintesis Kant mengenai manusia sebagai objek dan manusia sebagai subyek secara dengan pendekatan Cartesian radikal yaitu, dengan mendasarkan bahwa pengetahuan kita mengenai kebenaran empiris dalam realitas subjek transendental. Bagaimanapun juga, masalahnya adalah bahwa gagasan modern mengenai manusia termasuk Descartes ide dari cogito sebagai "souvereign transparency" dari kesadaran murni. Pikiran tidak lagi murni representasi dan karena itu tidak dapat dipisahkan dari "bukan pemikiran" (yaitu, pemberian dari kebenaran empiris dan historis tentang siapa kita). “Aku” tidak dapat meninggalkan bahwa "aku berpikir" untuk "Aku" karena isi dari realitas Aku (yang saya) selalu lebih dari isi dari pemikiran diri (saya, misalnya, hidup, bekerja, dan berbicara - dan semua ini membawa saya melampaui pemikiran belaka). Atau, meletakkan titik pada alur yang sebaliknya, jika kita menggunakan "saya" untuk menunjukkan kenyataan saya hanya sebagai dalam keadaan sadar, maka saya "bukan" banyak dari apa yang saya (sebagai seorang diri di dunia) pagi. Akibatnya, sejauh bahwa Husserl telah didasarkan segala sesuatu dalam subjek transendental, ini bukan subjek (cogito) dari Descartes cogito tapi ide dari filsafat modern, yang meliputi (empiris) bukan pemikiran yang merupakan bagian dari realitas manusia. Fenomenologi, seperti semua pemikiran filsafat modern, harus menerima yang bukan pemikiran sebagai yang tidak dapat sesuatu yang “lain” dari manusia yang tak dapat dieliminir. Bukan pula fenomenologis eksistensial (seperti Sartre dan Merleau-Ponty) mampu memecahkan masalah. Tidak seperti Husserl, mereka menghindari ego transendental yang di “tepat” kan dan berpusat pada realitas konkret manusia-dalam-dunia. Tapi ini, klaim Foucault, hanyalah sebuah cara yang lebih halus untuk mengurangi kadar dari transendental ke empiris.
Akhirnya, beberapa filsuf (Hegel dan Marx dalam satu hal, Nietzsche dan Heidegger yang lain) telah mencoba untuk menyelesaikan masalah status ganda manusia dengan memperlakukan dia sebagai realitas sejarah. Tetapi langkah ini menjumpai kesulitan , yaitu manusia harus produk” sempurna ” dari proses dan evolusi sejarah. Jika kita memperlakukan manusia sebagai produk, kita menemukan diri kita mengurangi realitas dengan sesuatu yang non-manusia (ini adalah apa yang Foucault sebut sebagai "kemunduran" dari asal manusia). Tetapi jika kita bersikeras "kembali" kepada manusia sebagai miliknya asal tepat, maka kita tidak lagi dapat memahami tempatnya di dunia empiris. Paradoks ini dapat menjelaskan obsesi tak berujung filsafat modern mengenai sesuatu yang asli (the origins), namun tak pernah ditemukan jalan keluar dari kontradiksi antara manusia sebagai pencipta dan manusia sebagai berasal. Meskipun demikian, Foucault berpendapat bahwa mengejar filsafat modern dengan pertanyaan tentang “the origins” telah memberikan kita suatu rasa mendalam makna ontologis yang sangat penting dari waktu.Hal ini sebagaimana dalam pemikiran Nietzsche dan Heidegger, yang menolak Hegel dan pandangan Marx mengenai “kembali ke asal” sebagai pemenuhan penebusan ini, dan bukannya melihatnya sebagai sebuah ketiadaan konfrontasi dengan keberadaan kita.
Sumber:
http://plato.stanford.edu/entries/foucault
Sabtu, 20 Februari 2010
Foucault: Manusia dan Bahasa (10)
Pada titik ini, The Order of Things memperkenalkan dua fitur utama pemikiran setelah Kant, yaitu tentang kembalinya bahasa dan "kelahiran manusia". Diskusi kita menjelaskan mengapa Foucault berbicara tentang “kembali”nya bahasa yang sekarang tidak hanya tergantung dengan hal lain, tetapi juga memiliki peran yang penting , dengan demikian hal ini bukanlah sebagai ide Klasik semata. Namun arti kembali juga bukan sebagai fenomena monolitik. Bahasa berkaitan dengan pengetahuan dalam berbagai wujud. jadi, misalnya, dalam sejarah, bahasa alam telah memperkenalkan kebingungan dan distorsi bahwa kita dapat mencoba untuk menghilangkan melalui teknik formalisasi. Di sisi lain, sejarah yang sama ini mungkin telah disimpan sebagai kebenaran hakiki dalam bahasa kita,dan kita hanya bisa menggali dengan metode interpretasi hermeneutika. (ternyata ada dua pendekatan yang bertentangan - yang mendasari pembagian filsafat analitik dan kontinental - sebenarnya, yang menurut Foucault merupakan proyek-proyek pelengkap pemikiran modern.) Tapi masih ada kemungkinan lain yaitu dibebaskannya ide-ide dari subordinasinya, bahasa dapat diobati (seperti yang pernah terjadi pada saat Renaissance) sebagai sebuah realitas anonim - sebagai anonim bahkan justru lebih mendalam daripada bahasa Renaissance, karena tidak ada sistem mengikat kemiripan-kemiripan di dunia ini. Dalam pengertian ini, bahasa adalah suatu kebenaran sebagai dirinya sendiri, berbicara tidak mempuanyai arti kecuali artinya sendiri. Ini adalah wilayah "sastra murni", yang dipicu oleh Mallarmé ketika dia menjawab Nietzsche (genealogis) pertanyaan, "Siapa yang berbicara?" Dengan, "Bahasa itu sendiri". Berbeda dengan Renaissance, bagaimanapun, tidak ada Firman ilahi yang mendasari dan memberikan kebenaran yang unik untuk kata-kata bahasa. Sastra secara harfiah apa-apa tetapi bahasa - atau lebih banyak bahasa, berbicara untuk dan dari diri mereka sendiri, bahkan lebih penting daripada bahasa adalah sosok manusia. Yang paling penting tentang "manusia" adalah ia adalah sebuah konsep epistemologis. Manusia, sebagaimana Foucault mengatakan, tidak ada pada selama era Klasik (atau sebelumnya). Ini bukan karena tidak ada gagasan mengenai manusia sebagai suatu spesies atau sifat manusia sebagai psikologis, moral, atau gagasan politik. Sebaliknya, "tidak ada kesadaran epistemologis manusia seperti itu" (The Order of Things). Tetapi bahkan "epistemologis" kebutuhan akan konstruktif. Tidak ada keraguan bahwa bahkan di era Klasik manusia yang dipandang sebagai lokus pengetahuan (yaitu, manusia adalah pemilik ide-ide yang mewakili dunia). Manusia, di sisi lain, adalah gagasan epistemologis dalam arti (Kantian) subjek yang transendental juga merupakan objek empiris. Pada Era Klasik, manusia adalah representasi lokus tetapi tidak bagi Kant. Dalam pemikiran klasik, tidak terdapat ruang untuk pengertian modern dari "konstitusi".
Foucault mengungkapkan melalui serangan tajam pada cogito nya Descartes, menunjukkan mengapa ini merupakan suatu kepastian yang tidak dapat disangsikan dalam episteme klasik, tapi tidak dalam episteme modern. Ada dua cara untuk mempertanyakan kekuatan cogito. Salah satunya adalah untuk menunjukkan bahwa subjek (pemikiran diri, Foucault), sementara Descartes menyimpulkan bahwa terdapat sesuatu yang lebih dari sekedar tindakan yang merepresentasikan benda, maka kita tidak dapat meninggalkan representasi menuju seorang pemikir. Namun t untuk Zaman Klasik hal ini tidak masuk akal, karena pemikiran adalah representasi itu sendiri. Kritik kedua adalah diri representer merupakan sesuatu bukan "benar-benar nyata" melainkan hanya "produk dari" (constituted/bagian dari) pikiran nyata dalam arti yang lebih lengkap. Namun ketidaksetujuan ini memiliki bobot hanya jika kita dapat memikirkankannya dengan "lebih nyata", pikiran memiliki diri sebagai objek dalam arti tertentu selain sebagai representer. (Jika tidak, tidak ada dasar untuk mengatakan bahwa diri sebagai representer adalah "kurang nyata".) Tapi, sekali lagi, ini justru apa yang tidak dapa menjadi pemikiran dalam istilah klasik.
Sumber:
http://plato.stanford.edu/entries/foucault/
Jumat, 19 Februari 2010
Foucault : Kritik-kritik Kant terhadap Representasi Klasik (9)
Foucault menyatakan bahwa "perubahan" besar menjadi filsafat modern terjadi ketika, dengan Kant (sebagai contoh dari sesuatu pembahasan yang jauh lebih luas dan lebih mendalam), dengan demikian maka terdapat kemungkinan munculnya pertanyaan “apakah ide mengenai kenyataan merepresentasikan objek-objek” dan , jika demikian, bagaimana cara kerjanya. Dengan kata lain, ide-ide tidak lagi dianggap sebagai kendaraan tak bermasalah bagi pengetahuan; sekarang mungkinkan untuk berpikir bahwa mungkin tidak ada yang dapat dilakukan terhadap pengetahuan (atau memiliki akar dalam) mengenai sesuatu yang lain kecuali representasi. Hal ini bukan berarti bahwa representasi sama sekali tidak berhubungan dengan pengetahuan. Mungkin beberapa (atau bahkan semua) pengetahuan masih didasari oleh ide-ide yang terlibat 'untuk merepresentasikan objek-objek. Namun Foucault menegaskan, bahwa hanya pemikiran (dengan Kant)yang mungkin dapat merepresentasikan pemikiran itu sendiri (dan ide-ide yang direpresentasikan) dapat juga sesuatu yang memiliki asal dari sesuatu yang lain.
Pemikiran ini, menurut Foucault, menjadi kemungkinan-kemungkinan modern yang penting dan khas. Pada awalnya merupakan hanya dikembangkan oleh Kant sendiri, yang berpikir bahwa representasi (pikiran atau ide) itu sendiri produk ( "bentukan" yang dilakukan oleh) pikiran. Bagaimanapun jugayang dihasilkan oleh pikiranmerupakan realitas natural atau historis, tetapi merupakan wilayah khusus dalam epistemis: transendental subjektivitas. Dengan demikian, Kant mempertahankan keberadaan pemikiran Klasik dari desakan bahwa pengetahuan tidak dapat dipahami sebagai realitas fisik atau historis, namun ia meletakkan dasar-dasar pengetahuan dalam suatu domain (transendental) lebih fundamental daripada ide-ide. (Kita harus menambahkan, tentu saja, bahwa Kant juga tidak memikirkan memiliki domain ini sebagai sebuah realitas di luar sejarah dan fisik, tetapi bukan metafisika. Tetapi sebagai metafisik alternatif yang dieksplorasi oleh idealisme metafisika yang diikuti oleh Kant) di sisi lain - dalam beberapa hal yang lebih identik dengan pandangan modern adalah bahwa ide-ide itu sendiri merupakan realitas sejarah. Ini paling masuk akal untuk dapat dikembangkan dengan membuat ide dasarnya terikat dengan bahasa (misalnya, Herder), saat ini dianggap sebagai hal yang primer (dan di-historiskan) sebagai kendaraan dari pengetahuan. Tetapi pendekatan semacam itu tidak layak dalam bentuk murni, karena untuk membuat sepenuhnya pengetahuan menjadi historis akan menjauhkannya dari karakter-karakter normatif, sehingga justru menghancurkan karakternya sebagai pengetahuan. Dengan kata lain, pengetahuan pemikiran modern pada dasarnya membuat sejarah, ia harus mempertahankan beberapa keseimbangan fungsional pada wilayah transendental Kant untuk menjamin validitas normatif pengetahuan.
Referensi:
http://plato.stanford.edu/entries/foucault/
Kamis, 18 Februari 2010
Foucault: Reprsentasi dalam Filsafat Modern (8)
Foucault menyatakan bahwa representasi bukan hanya salah satu dari berbagai permasalahan filsafat modern. Seperti banyak penafsir, ia menganggap pemikiran filosofis dari Descartes ditekankan pada maslah mengenai pengetahuan. Sangat khas dan konsisten dengan pandangan, misalnya, Heidegger. Ia selalu melihat representasi sebagaimana inti pertanyaan terhadap pengetahuan.
Representasi Klasik
Foucault berpendapat bahwa mulai dari Descartes hingga Kant (sebagaimana di Perancis, pada masa itu disebut jaman Klasik), representasi hanya diidentifikasi sederhana dengan pikiran, dengan demikian maka, berpikir adalah pada saat menerapkan ide-ide untuk merepresentasikan objek pemikiran. Namun, kita harus benar-benar jelas mengenai arti sebuah ide untuk merepresentasikan suatu objek. Hal ini bukan merupakan yang pertama dari beberapa pemilahan hubungan berdasarkan kemiripan : tetapi lebih dari sesuatu yang kosong dari ide itu sendiri yang merupakan representasi dari objek tersebut. (bagaimanapun juga hal ini tidak memerlukan acuan yang tidak relevan dari representasi ide mengenai objek itu sendiri). Sementara yang sebaliknya, pada masa rennaisance, pengetahuan dipahami sebagai hal mengenai kemirimapan dan pemilahan dari tanda-tannda.
Peta adalah model yang berguna untuk representasi dengan cara klasik. Peta terdiri dari serangkaian garis lebar yang berbeda-beda, panjang, dan warna, dan dengan demikian menujukkan informasi mengenai jalan-jalan di dan sekitar kota. Ini bukan karena jalan memiliki sifat-sifat dalam peta (yang lebar, panjang, dan warna garis), tetapi karena struktur abstrak yang diberikan pada peta (hubungan antara garis-garis) meniru struktur abstrak jalan. Pada Inti dari pemikiran Klasik adalah prinsip yang kita tahu dalam kebajikan memiliki gagasan yang, dalam pengertian ini, merepresentasikan apa yang kita ketahui. Tentu saja, berbeda dengan peta, kita tidak perlu mengetahui fitur-fitur yang sebenarnya sebenarnya merupakan ide-ide kita dalam kebajikan yang drepresentasikan. (Dalam skolastik terminologi Descartes, kita tidak perlu mengetahui "realitas formal".) Kita hanya perlu tahu struktur abstrak yang mereka bagi dengan hal-hal yang mereka direpresentasikan (struktur dari apa yang menurut Descartes adalah "realitas objektif"). Kita bagaimanapun, telah memiliki akses langsung (introspektif) terhadap struktur abstrak ide-ide kita: kita bisa "melihat" struktur apa yang mereka miliki. Lebih jauh lagi, kita dapat mengubah struktur sebuah ide untuk membuat representasi yang lebih baik dari sebuah objek, seperti yang kita dapat mengubah peta untuk memperbaikinya.
Bagaimana pada pandangan klasik? apakah kita tahu bahwa ide merupakan representasi dari obyek dan representasi tersebut yang memadai?, Foucault berpendapat tidak, dengan membandingkan ide dengan objek seperti memisahkan dua hal tersebut dari representasi. Ini mustahil,untuk mengetahui objek tanpa representasi (anggapan kaum klasik, tahu adalah untuk merepresentasikan). Satu-satunya kemungkinan adalah bahwa ide itu sendiri harus menjelaskan bahwa itu adalah representasi. Gagasan representasi dari fakta, dengan demikian hal itu adalah representasi. Mengenai pertanyaan apakah ide adalah representasi? Ini merupakan"self-referensial" fitur yang ada padanya. Mengenai kelayakannya, hal itu harus terdiri beberapa bagian dari ide, serta juga kelayakan kesaksian dari hal tersebut. Sebagai contoh, Descartes ' " persepsi yang jelas dan berbeda" atau impresi sederhananya Hume. Dalam pengertian ini, awal filsafat modern harus selalu didasarkan pada "intuisi" (intelektual atau indera). Namun, perlu diketahui bahwa "intuisi" dari sebuah ide yang tidak memadai, dengan sendirinya, menetapkan keberadaan independen objek yang direpresentasikan oleh ide. Sejauh pandangan modern awal yang bersangkutan, mungkin tidak ada objek tersebut, atau, jika ada, ini perlu dibangun dengan beberapa cara lain (misalnya, sebuah argumen atau beberapa jenis intuisi).
Kita melihat, kemudian, bahwa bagi Foucault kunci untuk mengetahui pemahaman Klasik adalah ide, sebagai representasi dari mental. Pemikir klasik dapat tidak sepakat tentang status ontologis ide-ide yang sebenarnya (realitas formal dari ide tersebut); tetapi mereka semua harus setuju bahwa sebagai representasi (secara epistimologi, jika tidak ontologis) mereka adalah "non-fisik" dan "non-historis", yang secara tepat dapat merepresentasikan objek-objek tersebut, mereka tidak dapat dipahami sebagai sesuatu yang berperan dalam jaringan kausal atau alam dunia manusia. Beranjak dari hal ini kemudian diikuti lebih lanjut oleh bahasa -yang merupakan fisik sekaligus realitas historis- bisa tidak memiliki peran penting dalam pengetahuan. Bahasa bisa jadi tidak lebih tinggi dari sekedar instrumen berpikir: representasi fisik dari ide, tidak memiliki makna kecuali dalam hubungannya dengan ide-ide tersebut.
Referensi:
http://plato.stanford.edu/entries/foucault/
Representasi Klasik
Foucault berpendapat bahwa mulai dari Descartes hingga Kant (sebagaimana di Perancis, pada masa itu disebut jaman Klasik), representasi hanya diidentifikasi sederhana dengan pikiran, dengan demikian maka, berpikir adalah pada saat menerapkan ide-ide untuk merepresentasikan objek pemikiran. Namun, kita harus benar-benar jelas mengenai arti sebuah ide untuk merepresentasikan suatu objek. Hal ini bukan merupakan yang pertama dari beberapa pemilahan hubungan berdasarkan kemiripan : tetapi lebih dari sesuatu yang kosong dari ide itu sendiri yang merupakan representasi dari objek tersebut. (bagaimanapun juga hal ini tidak memerlukan acuan yang tidak relevan dari representasi ide mengenai objek itu sendiri). Sementara yang sebaliknya, pada masa rennaisance, pengetahuan dipahami sebagai hal mengenai kemirimapan dan pemilahan dari tanda-tannda.
Peta adalah model yang berguna untuk representasi dengan cara klasik. Peta terdiri dari serangkaian garis lebar yang berbeda-beda, panjang, dan warna, dan dengan demikian menujukkan informasi mengenai jalan-jalan di dan sekitar kota. Ini bukan karena jalan memiliki sifat-sifat dalam peta (yang lebar, panjang, dan warna garis), tetapi karena struktur abstrak yang diberikan pada peta (hubungan antara garis-garis) meniru struktur abstrak jalan. Pada Inti dari pemikiran Klasik adalah prinsip yang kita tahu dalam kebajikan memiliki gagasan yang, dalam pengertian ini, merepresentasikan apa yang kita ketahui. Tentu saja, berbeda dengan peta, kita tidak perlu mengetahui fitur-fitur yang sebenarnya sebenarnya merupakan ide-ide kita dalam kebajikan yang drepresentasikan. (Dalam skolastik terminologi Descartes, kita tidak perlu mengetahui "realitas formal".) Kita hanya perlu tahu struktur abstrak yang mereka bagi dengan hal-hal yang mereka direpresentasikan (struktur dari apa yang menurut Descartes adalah "realitas objektif"). Kita bagaimanapun, telah memiliki akses langsung (introspektif) terhadap struktur abstrak ide-ide kita: kita bisa "melihat" struktur apa yang mereka miliki. Lebih jauh lagi, kita dapat mengubah struktur sebuah ide untuk membuat representasi yang lebih baik dari sebuah objek, seperti yang kita dapat mengubah peta untuk memperbaikinya.
Bagaimana pada pandangan klasik? apakah kita tahu bahwa ide merupakan representasi dari obyek dan representasi tersebut yang memadai?, Foucault berpendapat tidak, dengan membandingkan ide dengan objek seperti memisahkan dua hal tersebut dari representasi. Ini mustahil,untuk mengetahui objek tanpa representasi (anggapan kaum klasik, tahu adalah untuk merepresentasikan). Satu-satunya kemungkinan adalah bahwa ide itu sendiri harus menjelaskan bahwa itu adalah representasi. Gagasan representasi dari fakta, dengan demikian hal itu adalah representasi. Mengenai pertanyaan apakah ide adalah representasi? Ini merupakan"self-referensial" fitur yang ada padanya. Mengenai kelayakannya, hal itu harus terdiri beberapa bagian dari ide, serta juga kelayakan kesaksian dari hal tersebut. Sebagai contoh, Descartes ' " persepsi yang jelas dan berbeda" atau impresi sederhananya Hume. Dalam pengertian ini, awal filsafat modern harus selalu didasarkan pada "intuisi" (intelektual atau indera). Namun, perlu diketahui bahwa "intuisi" dari sebuah ide yang tidak memadai, dengan sendirinya, menetapkan keberadaan independen objek yang direpresentasikan oleh ide. Sejauh pandangan modern awal yang bersangkutan, mungkin tidak ada objek tersebut, atau, jika ada, ini perlu dibangun dengan beberapa cara lain (misalnya, sebuah argumen atau beberapa jenis intuisi).
Kita melihat, kemudian, bahwa bagi Foucault kunci untuk mengetahui pemahaman Klasik adalah ide, sebagai representasi dari mental. Pemikir klasik dapat tidak sepakat tentang status ontologis ide-ide yang sebenarnya (realitas formal dari ide tersebut); tetapi mereka semua harus setuju bahwa sebagai representasi (secara epistimologi, jika tidak ontologis) mereka adalah "non-fisik" dan "non-historis", yang secara tepat dapat merepresentasikan objek-objek tersebut, mereka tidak dapat dipahami sebagai sesuatu yang berperan dalam jaringan kausal atau alam dunia manusia. Beranjak dari hal ini kemudian diikuti lebih lanjut oleh bahasa -yang merupakan fisik sekaligus realitas historis- bisa tidak memiliki peran penting dalam pengetahuan. Bahasa bisa jadi tidak lebih tinggi dari sekedar instrumen berpikir: representasi fisik dari ide, tidak memiliki makna kecuali dalam hubungannya dengan ide-ide tersebut.
Referensi:
http://plato.stanford.edu/entries/foucault/
Rabu, 17 Februari 2010
Blog Promotion | BlogUpp!
Blog Promotion | BlogUpp!
Best regards,
Best regards,
G. Bayuardi
Free lance - Try and Learning Everything
tel.:085228582222
fax:
zegavon@gmail.com
http://zegavon2go.blogspot.com
Free lance - Try and Learning Everything
tel.:085228582222
fax:
zegavon@gmail.com
http://zegavon2go.blogspot.com
Foucault: Sejarah Seksualitas Modern (7)
Foucault menuliskan karyanya "History of Sexuality" pada awalnya diproyeksikan sebagai perpanjangan yang cukup sederhana dari pendekatan Genealogi "Dicipline and Punishment" dengan topik seksualitas. Ide Foucault adalah bahwa berbagai badan modern pengetahuan tentang seksualitas (berbagai "ilmu-ilmu seksualitas", termasuk psikoanalisis) memiliki hubungan intim dengan struktur kekuasaan masyarakat modern dan begitu juga perdana kandidat untuk analisis genealogis. Jilid pertama dari proyek ini, yang diterbitkan pada tahun 1976, itu dimaksudkan sebagai pengantar untuk serangkaian penelitian tentang aspek-aspek tertentu seksualitas modern (anak-anak, perempuan, "sesat", penduduk, dll) ini menjabarkan proyek dari keseluruhan sejarah, menjelaskan sudut pandang dasar dan metode yang akan digunakan.
Foucault menekankan bahwa kontrol terhadap seksualitas modern sama dengan kontrol kriminalitas modern, dengan membuat seks (seperti kejahatan) objek diduga merupakan disiplin ilmiah, yang secara terus menerus menawarkan dominasi pengetahuan terhadap objek-objeknya . Namun, menjadi jelas bahwa terdapat dimensi lebih lanjut dalam kuasa ilmu-ilmu dalam hubungannya dengan seksualitas. Tidak hanya dilakukan kontrol melalui orang lain 'pengetahuan individu; ada juga mengendalikan melalui individu "pengetahuan tentang diri mereka sendiri. Individu menginternalisasi norma-norma yang ditetapkan oleh ilmu pengetahuan seksualitas dan memantau diri mereka sendiri dalam upaya untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma ini. Jadi, mereka tidak dikendalikan hanya sebagai objek disiplin tetapi juga sebagai pengamat diri sendiri dan membentuk diri sebagai subjek.
Untuk semua minat dan kepentingan mereka, kritik Foucault tidak begitu bersifat filsafat dalam arti tradisional itu sebagaimana suatu masalah untuk mencapai tujuan filosofis tradisional - kritik mengklaim kontemporer pengetahuan - oleh baru (sejarah) berarti. Namun ada juga aspek-aspek pekerjaan yang secara langsung terlibat topik filosofis standar, terutama yang terkait dengan masalah epistemologis pusat perwakilan. Secara khusus, ia menawarkan, dalam The Order of Things, analisis rinci pertanyaan perwakilan dari Descartes melalui Kant. Hal ini, jauh dan menjauh, yang paling berkelanjutan tradisional sepotong analisis filosofis dan karena itu layak perhatian kita.
Referensi:
http://plato.stanford.edu/entries/foucault/
Foucault menekankan bahwa kontrol terhadap seksualitas modern sama dengan kontrol kriminalitas modern, dengan membuat seks (seperti kejahatan) objek diduga merupakan disiplin ilmiah, yang secara terus menerus menawarkan dominasi pengetahuan terhadap objek-objeknya . Namun, menjadi jelas bahwa terdapat dimensi lebih lanjut dalam kuasa ilmu-ilmu dalam hubungannya dengan seksualitas. Tidak hanya dilakukan kontrol melalui orang lain 'pengetahuan individu; ada juga mengendalikan melalui individu "pengetahuan tentang diri mereka sendiri. Individu menginternalisasi norma-norma yang ditetapkan oleh ilmu pengetahuan seksualitas dan memantau diri mereka sendiri dalam upaya untuk menyesuaikan diri dengan norma-norma ini. Jadi, mereka tidak dikendalikan hanya sebagai objek disiplin tetapi juga sebagai pengamat diri sendiri dan membentuk diri sebagai subjek.
Untuk semua minat dan kepentingan mereka, kritik Foucault tidak begitu bersifat filsafat dalam arti tradisional itu sebagaimana suatu masalah untuk mencapai tujuan filosofis tradisional - kritik mengklaim kontemporer pengetahuan - oleh baru (sejarah) berarti. Namun ada juga aspek-aspek pekerjaan yang secara langsung terlibat topik filosofis standar, terutama yang terkait dengan masalah epistemologis pusat perwakilan. Secara khusus, ia menawarkan, dalam The Order of Things, analisis rinci pertanyaan perwakilan dari Descartes melalui Kant. Hal ini, jauh dan menjauh, yang paling berkelanjutan tradisional sepotong analisis filosofis dan karena itu layak perhatian kita.
Referensi:
http://plato.stanford.edu/entries/foucault/
Selasa, 16 Februari 2010
Foucault: Sejarah Penjara (6)
Dicipline and Punishment (1975) adalah studi genealogis Foucault mengenai pengembangan "halus" cara modern yaitu dengan memenjarakan kriminal, daripada menyiksa atau membunuh para kriminal. Walaupun hal ini merupakan bagian dari reformasi pencerahan, Foucault lebih menekankan betapa reformasi semacam itu juga menjadi sarana kontrol lebih efektif: "untuk tidak terlalu menghukum , tetapi jelas untuk menghukum dengan cara yang lebih baik". Dia lebih jauh berpendapat bahwa modus baru hukuman menjadi model untuk mengontrol seluruh masyarakat, dengan pabrik-pabrik, rumah sakit, dan sekolah model di penjara modern. Kita tidak boleh Namun, berpikir bahwa penyebaran model ini adalah karena keputusan eksplisit dari beberapa lembaga pusat pengendalian . Dalam silsilah biasanya mode, analisis Foucault menunjukkan bagaimana teknik dan lembaga, dikembangkan untuk berbeda dan sering sangat berbahaya tujuan, berkumpul untuk menciptakan sistem modern kekuasaan disipliner.
Inti dari gambar Foucault modern "disipliner" masyarakat adalah tiga teknik utama kontrol: pengamatan hierarkis, menormalkan penilaian, dan pemeriksaan. Untuk sebagian besar, kontrol atas orang-orang (kekuasaan) dapat dicapai hanya dengan mengamati mereka. Jadi, misalnya, berjenjang deretan kursi di sebuah stadion tidak hanya membuat mudah bagi penonton untuk melihat tapi juga untuk penjaga atau kamera keamanan untuk memindai penonton. Sebuah sistem yang sempurna akan memungkinkan pengamatan satu "penjaga" untuk melihat segala sesuatu (situasi diperkirakan, seperti yang akan kita lihat, dalam Jeremy Bentham's penjara yg bentuknya bundar). Tapi karena hal ini biasanya tidak mungkin, ada kebutuhan untuk "relay" dari pengamat, hierarkis memerintahkan, melalui pengamatan data kurang lengkap, mulai dari level yang rendah ke level yang lebih tinggi.
Sebuah ciri khas kekuasaan modern (pengawasan kedisiplinan) adalah perhatian terhadap apa yang orang tidak melakukan (tak teramati), dengan, yakni kegagalan seseorang untuk mencapai standar yang diperlukan. Keprihatinan ini menggambarkan fungsi utama sistem disiplin modern: untuk memperbaiki perilaku menyimpang. Tujuannya bukan balas dendam (seperti dalam kasus hukuman siksaan dari pra modern), tetapi lebih pada pembentukan kembali (reformasi), di mana, tentu saja, dalam arti kembali pada bentuk perilaku yang sebagaimana standar masyarakat atau norma. Disiplin melalui pemaksaan norma-norma ("normalisasi") adalah sangat berbeda dengan hukuman sistem peradilan yang lebih tua, di mana otoritas hakim yang menentukan bahwa mereka dinilai "normal" atau " tidak normal ". Ide ini normalisasi mengakar dalam masyarakat kita: misalnya, dalam standar nasional untuk program pendidikan, praktek medis, untuk proses industri dan produk.
Pemeriksaan/test (misalnya, siswa di sekolah, pasien di rumah sakit) adalah metode kontrol hierarkis yang menggabungkan pengamatan dengan normalisasi penilaian. Ini adalah contoh utama dari apa yang disebut Foucault kekuasaan-pengetahuan, karena menggabungkan menjadi kesatuan yang utuh "penggelaran kekuatan dan pembentukan kebenaran". Hal kedua memunculkan kebenaran tentang orang-orang yang menjalani pemeriksaan (menceritakan apa yang mereka ketahui atau apa yang keadaan kesehatan mereka) dan kontrol perilaku mereka (dengan memaksa mereka untuk belajar atau mengarahkan mereka ke pengobatan).
Foucault menggarisbawahi, konteks hubungan kekuasaan dan pengetahuan yang jauh lebih sesuai daripada pendapat Bacon yaitu model "knowledge is power" berarti bahwa pengetahuan adalah alat kekuasaan, meskipun kedua hal tersebut merupakan hal yang tidak memiliki hubungan. Inti pendapat Foucault adalah bukan, atau setidaknya untuk studi tentang manusia, bahwa kekuasaan dan tujuan tujuan pengetahuan tidak dapat dipisahkan: untuk mengetahui apa yang kita kontrol dan mengontrol apa yang kita ketahui.
Pemeriksaan juga menempatkan individu dalam sebuah "bidang dokumentasi". Hasil ujian tercatat dalam dokumen yang memberikan informasi rinci mengenai individu yang diperiksa dan biarkan sistem kekuasaan untuk mengendalikan mereka (misalnya, absentee, catatan bagi sekolah, grafik pasien di rumah sakit). Berdasarkan catatan ini, mereka yang memegang kendali dapat merumuskan kategori, rata-rata, dan norma-norma yang pada gilirannya dasar pengetahuan. Pemeriksaan mengubah individu menjadi sebuah "kasus"-dalam kedua arti dari istilah: sebuah contoh ilmiah dan objek perawatan; merawat penderita juga merupakan kesempatan untuk pengendalian.
Konsep Bentham tentang panopticon (penjara bundar), bagi Foucault, hal ini merupakan model arsitektur modern yang ideal untuk kekuasaan disipliner. Ini adalah desain untuk sebuah penjara, yang dibangun sehingga setiap tahanan terpisah dan tidak terlihat oleh yang lain (dalam terpisah "sel") dan masing-masing tahanan selalu terlihat dalam monitor yang terletak pada sebuah pusat menara pengawas. Monitor sebenarnya tidak akan selalu melihat setiap tahanan. Sejak narapidana tidak pernah tahu apakah mereka sedang diamati, mereka harus bertindak seolah-olah mereka selalu objek pengamatan. Akibatnya, kontrol dicapai lebih oleh pemantauan internal yang dikendalikan oleh pembatasan fisik yang ketat
Prinsip dari panoptic dapat diterapkan tidak hanya ke penjara, tetapi untuk setiap sistem kekuasaan disipliner (sebuah pabrik, rumah sakit, sekolah). Dan, pada kenyataannya, meskipun Bentham sendiri tidak pernah menyadarinya, prinsip ini telah mengakar di setiap aspek masyarakat modern. Hal ni adalah suatu alat di mana disiplin modern telah menggantikan kedaulatan pra-modern (raja-raja, hakim) sebagai dasar hubungan kekuasaan.
Referensi:
http://plato.stanford.edu/entries/foucault/
Inti dari gambar Foucault modern "disipliner" masyarakat adalah tiga teknik utama kontrol: pengamatan hierarkis, menormalkan penilaian, dan pemeriksaan. Untuk sebagian besar, kontrol atas orang-orang (kekuasaan) dapat dicapai hanya dengan mengamati mereka. Jadi, misalnya, berjenjang deretan kursi di sebuah stadion tidak hanya membuat mudah bagi penonton untuk melihat tapi juga untuk penjaga atau kamera keamanan untuk memindai penonton. Sebuah sistem yang sempurna akan memungkinkan pengamatan satu "penjaga" untuk melihat segala sesuatu (situasi diperkirakan, seperti yang akan kita lihat, dalam Jeremy Bentham's penjara yg bentuknya bundar). Tapi karena hal ini biasanya tidak mungkin, ada kebutuhan untuk "relay" dari pengamat, hierarkis memerintahkan, melalui pengamatan data kurang lengkap, mulai dari level yang rendah ke level yang lebih tinggi.
Sebuah ciri khas kekuasaan modern (pengawasan kedisiplinan) adalah perhatian terhadap apa yang orang tidak melakukan (tak teramati), dengan, yakni kegagalan seseorang untuk mencapai standar yang diperlukan. Keprihatinan ini menggambarkan fungsi utama sistem disiplin modern: untuk memperbaiki perilaku menyimpang. Tujuannya bukan balas dendam (seperti dalam kasus hukuman siksaan dari pra modern), tetapi lebih pada pembentukan kembali (reformasi), di mana, tentu saja, dalam arti kembali pada bentuk perilaku yang sebagaimana standar masyarakat atau norma. Disiplin melalui pemaksaan norma-norma ("normalisasi") adalah sangat berbeda dengan hukuman sistem peradilan yang lebih tua, di mana otoritas hakim yang menentukan bahwa mereka dinilai "normal" atau " tidak normal ". Ide ini normalisasi mengakar dalam masyarakat kita: misalnya, dalam standar nasional untuk program pendidikan, praktek medis, untuk proses industri dan produk.
Pemeriksaan/test (misalnya, siswa di sekolah, pasien di rumah sakit) adalah metode kontrol hierarkis yang menggabungkan pengamatan dengan normalisasi penilaian. Ini adalah contoh utama dari apa yang disebut Foucault kekuasaan-pengetahuan, karena menggabungkan menjadi kesatuan yang utuh "penggelaran kekuatan dan pembentukan kebenaran". Hal kedua memunculkan kebenaran tentang orang-orang yang menjalani pemeriksaan (menceritakan apa yang mereka ketahui atau apa yang keadaan kesehatan mereka) dan kontrol perilaku mereka (dengan memaksa mereka untuk belajar atau mengarahkan mereka ke pengobatan).
Foucault menggarisbawahi, konteks hubungan kekuasaan dan pengetahuan yang jauh lebih sesuai daripada pendapat Bacon yaitu model "knowledge is power" berarti bahwa pengetahuan adalah alat kekuasaan, meskipun kedua hal tersebut merupakan hal yang tidak memiliki hubungan. Inti pendapat Foucault adalah bukan, atau setidaknya untuk studi tentang manusia, bahwa kekuasaan dan tujuan tujuan pengetahuan tidak dapat dipisahkan: untuk mengetahui apa yang kita kontrol dan mengontrol apa yang kita ketahui.
Pemeriksaan juga menempatkan individu dalam sebuah "bidang dokumentasi". Hasil ujian tercatat dalam dokumen yang memberikan informasi rinci mengenai individu yang diperiksa dan biarkan sistem kekuasaan untuk mengendalikan mereka (misalnya, absentee, catatan bagi sekolah, grafik pasien di rumah sakit). Berdasarkan catatan ini, mereka yang memegang kendali dapat merumuskan kategori, rata-rata, dan norma-norma yang pada gilirannya dasar pengetahuan. Pemeriksaan mengubah individu menjadi sebuah "kasus"-dalam kedua arti dari istilah: sebuah contoh ilmiah dan objek perawatan; merawat penderita juga merupakan kesempatan untuk pengendalian.
Konsep Bentham tentang panopticon (penjara bundar), bagi Foucault, hal ini merupakan model arsitektur modern yang ideal untuk kekuasaan disipliner. Ini adalah desain untuk sebuah penjara, yang dibangun sehingga setiap tahanan terpisah dan tidak terlihat oleh yang lain (dalam terpisah "sel") dan masing-masing tahanan selalu terlihat dalam monitor yang terletak pada sebuah pusat menara pengawas. Monitor sebenarnya tidak akan selalu melihat setiap tahanan. Sejak narapidana tidak pernah tahu apakah mereka sedang diamati, mereka harus bertindak seolah-olah mereka selalu objek pengamatan. Akibatnya, kontrol dicapai lebih oleh pemantauan internal yang dikendalikan oleh pembatasan fisik yang ketat
Prinsip dari panoptic dapat diterapkan tidak hanya ke penjara, tetapi untuk setiap sistem kekuasaan disipliner (sebuah pabrik, rumah sakit, sekolah). Dan, pada kenyataannya, meskipun Bentham sendiri tidak pernah menyadarinya, prinsip ini telah mengakar di setiap aspek masyarakat modern. Hal ni adalah suatu alat di mana disiplin modern telah menggantikan kedaulatan pra-modern (raja-raja, hakim) sebagai dasar hubungan kekuasaan.
Referensi:
http://plato.stanford.edu/entries/foucault/
Senin, 15 Februari 2010
Foucault: Arkeologi dan Genealogi (5)
Disiplin dan Menghukum menandai transisi untuk apa umumnya ciri sebagai komentator Foucault's "genealogi"(silsilah) masa, berbeda dengan sebelumnya "arkeologi" periode. Pada tahun 1969, ia menerbitkan The Archaeology of Knowledge, sebuah risalah metodologis yang secara eksplisit merumuskan apa yang diperlukan untuk menjadi implisit pendekatan sejarah ( "arkeologi") dia ditempatkan dalam The History of Madness, The Birth of the Clinic, dan The Order of Things. Premis metode arkeologi adalah bahwa sistem pemikiran dan pengetahuan (epistemes atau formasi diskursif, dalam terminologi Foucault) diatur oleh peraturan, yang melebihi tata bahasa dan logika, yang beroperasi di bawah kesadaran individu subyek dan menetapkan sistem konseptual kemungkinan yang menentukan batas-batas pemikiran dalam suatu domain dan periode. Jadi, misalnya, The History of Madness harus, Foucault dipelihara, dibaca sebagai penggalian intelektual yang sangat berbeda dari formasi-formasi diskursif yang mengatur bicara dan berpikir tentang kegilaan dari ke-17 melalui abad 19. (Memang, dengan metode arkeologi hanya adumbrated dalam pekerjaan awal ini, tetapi itu sepenuhnya dikembangkan dalam The Order of Things.)
Arkeologi merupakan metode penting bagi Foucault karena mendukung suatu penulisan sejarah yang tidak bertumpu pada kesadaran keunggulan masing-masing mata pelajaran; justru membiarkan pemikiran sejarawan untuk beroperasi pada tingkat tak sadar bahwa keunggulan terlantar subjek yang ditemukan di kedua fenomenologi dan historiografi tradisional. Namun, kekuatan kritis arkeologi dibatasi untuk perbandingan formasi diskursif yang berbeda dari periode yang berbeda. Perbandingan seperti bisa menyarankan kontingensi dari suatu cara berpikir dengan menunjukkan bahwa masa-masa sebelumnya telah berpikir sangat berbeda (dan, tampaknya, dengan sebanyak efektivitas). Tetapi analisis arkeologi hanya bisa mengatakan apa-apa tentang penyebab transisi dari satu cara berpikir yang lain sehingga mungkin harus mengabaikan hal yang paling kuat untuk kontingensi tertanam posisi kontemporer. Genealogi, metode baru dikerahkan di buku Disiplin dan Hukum, dimaksudkan untuk memperbaiki kekurangan ini.
Foucault dimaksudkan istilah "genealogi" untuk membangkitkan silsilah Nietzsche moral, terutama dengan saran yang kompleks, biasa, yg tak dikenal asal-usul - sama sekali tidak bagian dari skema besar sejarah progresif. Tujuan dari analisis silsilah adalah untuk menunjukkan bahwa sebuah sistem pemikiran (sendiri ditemukan dalam struktur penting oleh arkeologi, yang karenanya tetap menjadi bagian dari historiografi Foucault) adalah hasil dari kontingen mengubah sejarah, bukan hasil secara rasional tren tak terhindarkan.
Referensi:
Arkeologi merupakan metode penting bagi Foucault karena mendukung suatu penulisan sejarah yang tidak bertumpu pada kesadaran keunggulan masing-masing mata pelajaran; justru membiarkan pemikiran sejarawan untuk beroperasi pada tingkat tak sadar bahwa keunggulan terlantar subjek yang ditemukan di kedua fenomenologi dan historiografi tradisional. Namun, kekuatan kritis arkeologi dibatasi untuk perbandingan formasi diskursif yang berbeda dari periode yang berbeda. Perbandingan seperti bisa menyarankan kontingensi dari suatu cara berpikir dengan menunjukkan bahwa masa-masa sebelumnya telah berpikir sangat berbeda (dan, tampaknya, dengan sebanyak efektivitas). Tetapi analisis arkeologi hanya bisa mengatakan apa-apa tentang penyebab transisi dari satu cara berpikir yang lain sehingga mungkin harus mengabaikan hal yang paling kuat untuk kontingensi tertanam posisi kontemporer. Genealogi, metode baru dikerahkan di buku Disiplin dan Hukum, dimaksudkan untuk memperbaiki kekurangan ini.
Foucault dimaksudkan istilah "genealogi" untuk membangkitkan silsilah Nietzsche moral, terutama dengan saran yang kompleks, biasa, yg tak dikenal asal-usul - sama sekali tidak bagian dari skema besar sejarah progresif. Tujuan dari analisis silsilah adalah untuk menunjukkan bahwa sebuah sistem pemikiran (sendiri ditemukan dalam struktur penting oleh arkeologi, yang karenanya tetap menjadi bagian dari historiografi Foucault) adalah hasil dari kontingen mengubah sejarah, bukan hasil secara rasional tren tak terhindarkan.
Referensi:
Minggu, 14 Februari 2010
Foucault: Sejarah Kegilaan (History of Madness) (4)
Karya yang paling menonjol dari pemikiran Foucault adalah karya besar pertamanya, The History of Madness di Zaman Klasik (1961). Buku ini berasal dari studi akademis psikologi Foucault (a licence de Psychologie pada tahun 1949 dan diplome de psiko-Pathologie pada tahun 1952) dan hal ini dikerjakan ketika ia bekerja di sebuah rumah sakit jiwa Paris, namun lebih banyak ditulis selama menjalani studi pasca-sarjana Wanderjahren (1955-1959 ) melalui succession of diplomatic/ educational posts di Swedia, Jerman, dan Polandia. Sebuah studi tentang munculnya konsep modern "penyakit mental" di Eropa, dalam "The History of Madness" disusun dari kedua arsip-arsip pekerjaan Foucault, dan ia sangat marah pada apa yang dilihat sebagai kemunafikan moral psikiatri modern. Sejarah melihat abad kesembilan belas merupakan era pengobatan kegilaan (dikembangkan dari reformasi Pinel di Perancis dan Tuke saudara di Inggris) sebagai pencerahan gila, pembebasan dari kebodohan dan kebrutalan usia sebelumnya. Tapi, menurut Foucault, gagasan baru bahwa hanyalah sakit gila ( "mental" sakit) dan membutuhkan perawatan medis sama sekali tidak perbaikan yang jelas pada konsep-konsep sebelumnya (misalnya, ide Renaissance bahwa gila berada di kontak (pandora box)dengan kekuatan misterius atau tragedi kosmik-17-abad ke-18 pandangan kegilaan sebagai menyangkal nalar). Selain itu, ia berpendapat bahwa dugaan netralitas ilmiah pengobatan medis modern terhadap kegilaan, sebenarnya mencakup untuk mengendalikan tantangan untuk moralitas borjuis konvensional. Singkatnya, Foucault berpendapat bahwa apa yang disajikan sebagai tujuan, tak terbantahkan penemuan ilmiah (bahwa kegilaan adalah penyakit mental) sebenarnya produk yang dipertanyakan secara nyata mengenai komitmen sosial dan etika.
Foucault sejarah berikutnya, The Birth of the Clinic (1963) juga dapat dibaca sebagai sebuah kritik kedokteran klinis modern. Namun kritik sosio-etis akan dimatikan (kecuali beberapa bagian keras), mungkin karena ada inti substansial bahwa kebenaran objektif dalam bidang kedokteran (sebagai lawan dari psikiatri), sehingga tidak banyak gunakan sebagai dasar kritik. Akibat Kelahiran klinik jauh lebih dekat dengan standar ilmu sejarah, dalam tradisi sejarah konsepnya Canguilhem. Hal yang sama berlaku bagi The Order of Things, yang jauh lebih kontroversial karena serangan filosofis fenomenologi (dan Marxisme) daripada yang kompleks dan bernuansa kritik terhadap ilmu-ilmu manusia.
Referensi:
http://plato.stanford.edu/entries/foucault/
Sabtu, 13 Februari 2010
Foucault: Kritik Terhadap Sejarah (3)
Foucault berbekalkan palu --yang terbuat dari bahan-bahan -Sejarah Teori dan Pengetahuan ala Perancis, Linguistik/semiotik dan strukturalisme-psikologi, dan fenomenologi eksistensialisme yang telah ia kumpulkan sebelumnya-- mengetuk metode-metode subjektifitas, dan hubungan antara arkeologi dan genealogi dari penulisan sejarah,yang saat itu sedang ia tekuni. Berikut ini adalah pemikiran yang menghantui Foucault pada saat itu.
Pengetahuan yang ada hari sejak awal telah dipertanyakan oleh Socrates,
Kemudian, Locke, Hume, dan terutama Kant yang mengembangkan ide-ide modern filosofis yang berbeda, sebagai kritik terhadap ilmu pengetahuan.
Penemuan epistimologis yang luar biasa Kant saat itu, adalah untuk mengungkap batas-batas kekuasaan kita terhadap pengetahuan, dan sekaligus mengungkap keadaan-keadaan yang diperlukan untuk latihan mereka. Segala yang tampak mungkin hanyalah sekumpulan fitur-fitur/khayalan (contingent) yang ada di dalam pikiran/kognisi manusia (sebagai contoh adalah konsep keruangan/spasial, dan karakter sementara dari benda-benda di sekitar kita), hal ini menjadi sangat penting untuk membuatnya menjadi kebenaran. Bagaimanapun juga Foucault menunjukkan pentingnya membalikkan gerakan Kantian. Ia menganjurkan untuk mempertanyakan "apa", dalam hal ini adalah "contingent". Ternyata yang benar-benar penting mungkin adalah "contingent". Fokus dari pertanyaannya pengetahuan-pengetahuan manusia modern (biologis, psikologis, dan sosial). Hal ini menawarkan kebenaran ilmiah yang universal mengenai sifat manusia, yang seringkali hanya merupakan ekspresi etika dan komitmen politis pada masyarakat tertentu. "Filsafat kritis" dapat melemahkan klaim tersebut, karena hal itu hanyalah hasil dari "contingent" kekuatan-kekuatan sejarah, bukan didasarkan oleh kebenaran ilmiah.
Kemudian, Locke, Hume, dan terutama Kant yang mengembangkan ide-ide modern filosofis yang berbeda, sebagai kritik terhadap ilmu pengetahuan.
Penemuan epistimologis yang luar biasa Kant saat itu, adalah untuk mengungkap batas-batas kekuasaan kita terhadap pengetahuan, dan sekaligus mengungkap keadaan-keadaan yang diperlukan untuk latihan mereka. Segala yang tampak mungkin hanyalah sekumpulan fitur-fitur/khayalan (contingent) yang ada di dalam pikiran/kognisi manusia (sebagai contoh adalah konsep keruangan/spasial, dan karakter sementara dari benda-benda di sekitar kita), hal ini menjadi sangat penting untuk membuatnya menjadi kebenaran. Bagaimanapun juga Foucault menunjukkan pentingnya membalikkan gerakan Kantian. Ia menganjurkan untuk mempertanyakan "apa", dalam hal ini adalah "contingent". Ternyata yang benar-benar penting mungkin adalah "contingent". Fokus dari pertanyaannya pengetahuan-pengetahuan manusia modern (biologis, psikologis, dan sosial). Hal ini menawarkan kebenaran ilmiah yang universal mengenai sifat manusia, yang seringkali hanya merupakan ekspresi etika dan komitmen politis pada masyarakat tertentu. "Filsafat kritis" dapat melemahkan klaim tersebut, karena hal itu hanyalah hasil dari "contingent" kekuatan-kekuatan sejarah, bukan didasarkan oleh kebenaran ilmiah.
Jumat, 12 Februari 2010
Tokoh-Tokoh yang berpengaruh bagi Foucault (2)
Foucault masuk sekolah ke École Normale Superieure pada tahun 1946, pada masa kejayaan fenomenologi eksistensial. Tokoh-tokoh yang penting dan mempengaruhi aliran filsafat saat itu Merleau-Ponty dan Heidegger ia ikuti kuliahnya dengan tekun. Bacaan mengenai Hegel dan Marx yang ditafsirkan oleh Jean Hyppolite , dan strukturalis Louis Althusser memiliki pengaruh yang besar pada Foucault di École Normale. Dengan demikian, tidak mengherankan bahwa karya-karya awal Foucault selalu diawali dengan "Pendahuluan" di Dream and Existence oleh Ludwig Binswanger, seorang psikiater Heideggerian, dan Maladie mentale et personalité, buku saku tentang penyakit mental, ditulis dalam genggaman, yaitu , eksistensialisme, dan Marxisme. Walaupun pada akhirnya hal itu kemudian Foucault berpaling dari apa yang ia pegang teguh sebelumnya.
Jean-Paul Sartre, walaupun tidak punya pengaruh secara pribadi pada Foucault, selalu menjadi latar belakang dan acuan awal dari segala perkembangan pemikirannya. Seperti Sartre, Foucault mulai dari kebencian tanpa henti masyarakat borjuis dan kebudayaan dan dengan spontan simpati bagi kelompok-kelompok di pinggiran kaum borjuis (seniman, homoseksual, tahanan, dll). Hal ini dipengaruhi karena memiliki kesamaan ide dan kertarikan terhadap sastra, psikologi, dan filsafat, selain itu adalah kesamaan keduanya adalah, diawali aktivis yang sangat intens. Walaupun pada akhirnya kemudian Foucault tampaknya mengklaim dirinya mempunyai ide dan pemikiran yang berseberangan dengan Sartre. Secara filosofis, Foucault menolak cara pandang yang memusatkan diri sebagai subjek dari segala keberadaan (menyebut cara pandang semacam itu dengan istilah “transendental narcissism”). Foucault secara pribadi dan politis menolak Satre sebagai “universal intelectual”, yang menganggap bahwa suatu masyarakat digerakkan oleh prinsip-prinsip transendental. Walaupun demikian, hubungan pemikiran antara pemikiran kedua pemikir tersebut, merupakan suatu proses yang memperluas perkembangan bidang pemikiran mereka.
Tiga faktor penting yang mempengaruhi pemikiran Foucault muda adalah, Pertama, sejarah dan filsafat pengetahuan aliran Perancis yang saat itu dipengaruhi oleh pemikiran Georges Canguilhem yang memiliki banyak pemikiran mengenai sejarah dan filsafat biologi. Hal ini memberikan banyak inspirasi model pemikiran yang kemudian diaplikasikan dalam pemikiran-pemikiran dan karya dari Foucault mengenai sejarah ilmu pengetahuan manusia. Canguilhem adalah yang mensponsori tesis program doktor Foucault yang mengkaji mengenai sejarah kegilaan. Beliau juga orang yang paling berpengaruh dan mendukung karir Foucault. pendekatan Canguilhem mengenai sejarah ilmu pengetahuan (suatu pendekatan yang dikembangkan dari karya Gaston Bachelard), memberikan inspirasi mengenai “strong of sense” (Kuhn avant la lettre) diskontinuitas dalam sejarah ilmu pengetahuan. Hal ini membuat Foucault menjadi seorang "rasionalis", dan bukan lagi termasuk seorang fenomenolog dengan 'transendental kesadaran’.
Kedua, linguistik yang oleh Ferdinand de Saussure dan psikologi strukturalis yang dikembangkan oleh Jacques Lacan, dan Georges Dumezil's (seorang proto-strukturalis menekuni perbandingan agama) berpengaruh besar terhadap Foucault. Hal dapat diterapkan pada sudut pandang anti-subjektif dalam konteks bagi marjinalisasi pada subjek. Hal ini terlihat bahwa Foucault dapat dikategorikan sebagai seorang "strukturalis sejarah", dalam karyanya yang berjudul The Birth of the Clinic (mengenai asal usul kedokteran modern) dan The Order of Things (mengenai asal-usul pengetahuan manusia modern).
Pengaruh besar yang Ketiga, yaitu Foucault tergila-gila dengan sastra avant-garde Perancis, terutama karya-karya Georges Bataille dan Maurice Blanchot. Pengaruh ini memberi inspirasi mengenai the experiential concreteness of existential phenomenology (pengalaman kongkret fenomenologi eksistensial) tanpa harus meragukan asumsi filosofis mengenai subjektivitas. Hal yang menarik perhatiannya adalah kebangkitan karya-karya sastra ini mengenai "limited experiences" pengalaman-pengalaman yang terbatas), yang menggugah kita untuk ekstrem untuk menembus pemahaman konvensional.
Referensi:
http://plato.stanford.edu/entries/foucault/#3.1
Jean-Paul Sartre, walaupun tidak punya pengaruh secara pribadi pada Foucault, selalu menjadi latar belakang dan acuan awal dari segala perkembangan pemikirannya. Seperti Sartre, Foucault mulai dari kebencian tanpa henti masyarakat borjuis dan kebudayaan dan dengan spontan simpati bagi kelompok-kelompok di pinggiran kaum borjuis (seniman, homoseksual, tahanan, dll). Hal ini dipengaruhi karena memiliki kesamaan ide dan kertarikan terhadap sastra, psikologi, dan filsafat, selain itu adalah kesamaan keduanya adalah, diawali aktivis yang sangat intens. Walaupun pada akhirnya kemudian Foucault tampaknya mengklaim dirinya mempunyai ide dan pemikiran yang berseberangan dengan Sartre. Secara filosofis, Foucault menolak cara pandang yang memusatkan diri sebagai subjek dari segala keberadaan (menyebut cara pandang semacam itu dengan istilah “transendental narcissism”). Foucault secara pribadi dan politis menolak Satre sebagai “universal intelectual”, yang menganggap bahwa suatu masyarakat digerakkan oleh prinsip-prinsip transendental. Walaupun demikian, hubungan pemikiran antara pemikiran kedua pemikir tersebut, merupakan suatu proses yang memperluas perkembangan bidang pemikiran mereka.
Tiga faktor penting yang mempengaruhi pemikiran Foucault muda adalah, Pertama, sejarah dan filsafat pengetahuan aliran Perancis yang saat itu dipengaruhi oleh pemikiran Georges Canguilhem yang memiliki banyak pemikiran mengenai sejarah dan filsafat biologi. Hal ini memberikan banyak inspirasi model pemikiran yang kemudian diaplikasikan dalam pemikiran-pemikiran dan karya dari Foucault mengenai sejarah ilmu pengetahuan manusia. Canguilhem adalah yang mensponsori tesis program doktor Foucault yang mengkaji mengenai sejarah kegilaan. Beliau juga orang yang paling berpengaruh dan mendukung karir Foucault. pendekatan Canguilhem mengenai sejarah ilmu pengetahuan (suatu pendekatan yang dikembangkan dari karya Gaston Bachelard), memberikan inspirasi mengenai “strong of sense” (Kuhn avant la lettre) diskontinuitas dalam sejarah ilmu pengetahuan. Hal ini membuat Foucault menjadi seorang "rasionalis", dan bukan lagi termasuk seorang fenomenolog dengan 'transendental kesadaran’.
Kedua, linguistik yang oleh Ferdinand de Saussure dan psikologi strukturalis yang dikembangkan oleh Jacques Lacan, dan Georges Dumezil's (seorang proto-strukturalis menekuni perbandingan agama) berpengaruh besar terhadap Foucault. Hal dapat diterapkan pada sudut pandang anti-subjektif dalam konteks bagi marjinalisasi pada subjek. Hal ini terlihat bahwa Foucault dapat dikategorikan sebagai seorang "strukturalis sejarah", dalam karyanya yang berjudul The Birth of the Clinic (mengenai asal usul kedokteran modern) dan The Order of Things (mengenai asal-usul pengetahuan manusia modern).
Pengaruh besar yang Ketiga, yaitu Foucault tergila-gila dengan sastra avant-garde Perancis, terutama karya-karya Georges Bataille dan Maurice Blanchot. Pengaruh ini memberi inspirasi mengenai the experiential concreteness of existential phenomenology (pengalaman kongkret fenomenologi eksistensial) tanpa harus meragukan asumsi filosofis mengenai subjektivitas. Hal yang menarik perhatiannya adalah kebangkitan karya-karya sastra ini mengenai "limited experiences" pengalaman-pengalaman yang terbatas), yang menggugah kita untuk ekstrem untuk menembus pemahaman konvensional.
Referensi:
http://plato.stanford.edu/entries/foucault/#3.1
Kamis, 11 Februari 2010
Mengenal Michel Foucault (1)
Michel Foucault (1926-1984) adalah seorang sejarawan dan filsuf Perancis, terkait dengan strukturalis dan post-strukturalis gerakan. Dia memiliki pengaruh yang luas tidak hanya dalam filsafat tetapi juga dalam berbagai disiplin ilmu-ilmu dan pendekatan lainnya seperti ilmu humaniora dan sosial.
Foucault lahir di Poitiers, Perancis, pada 15 Oktober 1926.Ia adalah seorang siswa yang menderita gangguan psikologis. Walaupun demikian, ia adalah seorang siswa yang cerdas. Ia menjalani karir akademisinya pada tahun 1960-an, saat itu ia menduduki posisi di Universitas Perancis, sebelum ia terpilih pada tahun 1969 sebagai profesor ahli sejarah sistem pemikiran di universitas yang paling bergengsi di perancis Collège de France sampai akhir hayatnya. Sejak tahun 1970-an di, Foucault aktif sebagai aktivis politis. Dia adalah seorang pendiri groupe d'information sur les prison, serta seorang aktivis protes membela kaum homoseksual dan kelompok marjinal lainnya. Dia sering menjadi dosen terbang di luar Perancis, terutama di Amerika Serikat, dan pada tahun 1983 mengajar setiap tahun di University of California di Berkeley. Sampai akhirnya meninggal sebagai penderita AIDS, Foucault meninggal di Paris pada 25 Juni 1984. Selama hidupnya ia rajin menulis dan menerbitkan karya-karyanya, termasuk karya pada saat kuliah dan mengajar di Collège de France, sebagian lagi diterbitkan setelah ia meninggal. Karya-karya nya merupakan hasil dari pengembangan teori dan juga ide mengenai banyak menginspirasi teori-teori kritis saat ini. Walaupun ia seorang pemikir atau filosof, namun karya-karya yang terkenal cenderung lebih bersentuhan dengan pendekatan psikologi dan sejarah seperti dalam filsafat, buku-bukunya sebagian besar mengkaji tentang sejarah medis dan ilmu-ilmu sosial. Ia menuangkan gagasan tersebut secara indah dengan sebagaimana seni sastra, dikombinasi dengan pendekatan ilmu politik yang kritis.
Referensi:
Jumat, 05 Februari 2010
Meditasi yang Bermanfaat
Dalam sebuah buku oleh-oleh temanku, aku tertarik sekali dengan cuplikan kecil di bagian buku itu. Menurutku hal ini bermanfaat, sehingga tidak ada salahnya berbagi di sini. Berikut ini cuplikannya.
"If you keep the breath
at the root of your tongue,
you will be able to drink ambrosia
and will know true happiness.
By drawing it through the ida
and holding it between the eyebrows,
you will drink nectar and keep
your body in good health forever.
By using the two nadis
and guiding the air down to the navel,
you will be preserved from all sickness.
And if for a whole month,
you drink nectar drop by drop,
inhaling the air three times a day
and retaining it according to the rules
in a chosen part of your body,
any sickness deriving from wind or bile
will never be able to bother you.
Diseases of the eyes
are cured by breath held in the forehead
just as diseases of the ears are cured
by breath held in the ears,
and headaches by breath
held at the base of the head"
Yoga Darshana Upanishad, translated by J. Varenne, "Yoga in the Hindu Tradition", Univ. of Chicago Press, 1976.
"Jika Anda terus dan memusatkan perhatian nafas pada akar lidah Anda, Anda akan dapat minum ambrosia dan akan tahu kebahagiaan sejati. Dengan membayangkan melalui ida dan memperhatikan titik di antara kedua alis, Anda akan minum nektar dan kemudian tubuh Anda selalu dalam keadaan kesehatan yang selalu baik selamanya. Dengan menggunakan dua nadi dan membimbing udara ke pusar, Anda akan terlindung dari semua penyakit. Dan jika selama satu bulan, minum nektar setetes demi setetes, menghirup udara tiga kali sehari dan menyimpannya sesuai dengan peraturan dalam memilih bagian dari tubuh Anda, setiap penyakit yang berasal dari angin atau empedu tak akan pernah bisa mengganggu Anda. Penyakit mata sembuh dengan napas diadakan di dahi sama seperti penyakit pada telinga sembuh oleh napas diadakan di telinga, dan sakit kepala oleh napas diadakan di dasar kepala " Yoga darshana Upanishad, diterjemahkan oleh J. Varenne, "Yoga di dalam Tradisi Hindu", Univ. of Chicago Press, 1976.
Selamat mencoba.... Bagi yang paham hal ini bukan "ibadah", tetapi latihan....
Bukankah latihan untuk tetap sehat, atau usaha yang membuat segalanya lebih baik merupkan ibadah??!!! Bagaimana pendapat anda???
"If you keep the breath
at the root of your tongue,
you will be able to drink ambrosia
and will know true happiness.
By drawing it through the ida
and holding it between the eyebrows,
you will drink nectar and keep
your body in good health forever.
By using the two nadis
and guiding the air down to the navel,
you will be preserved from all sickness.
And if for a whole month,
you drink nectar drop by drop,
inhaling the air three times a day
and retaining it according to the rules
in a chosen part of your body,
any sickness deriving from wind or bile
will never be able to bother you.
Diseases of the eyes
are cured by breath held in the forehead
just as diseases of the ears are cured
by breath held in the ears,
and headaches by breath
held at the base of the head"
Yoga Darshana Upanishad, translated by J. Varenne, "Yoga in the Hindu Tradition", Univ. of Chicago Press, 1976.
"Jika Anda terus dan memusatkan perhatian nafas pada akar lidah Anda, Anda akan dapat minum ambrosia dan akan tahu kebahagiaan sejati. Dengan membayangkan melalui ida dan memperhatikan titik di antara kedua alis, Anda akan minum nektar dan kemudian tubuh Anda selalu dalam keadaan kesehatan yang selalu baik selamanya. Dengan menggunakan dua nadi dan membimbing udara ke pusar, Anda akan terlindung dari semua penyakit. Dan jika selama satu bulan, minum nektar setetes demi setetes, menghirup udara tiga kali sehari dan menyimpannya sesuai dengan peraturan dalam memilih bagian dari tubuh Anda, setiap penyakit yang berasal dari angin atau empedu tak akan pernah bisa mengganggu Anda. Penyakit mata sembuh dengan napas diadakan di dahi sama seperti penyakit pada telinga sembuh oleh napas diadakan di telinga, dan sakit kepala oleh napas diadakan di dasar kepala " Yoga darshana Upanishad, diterjemahkan oleh J. Varenne, "Yoga di dalam Tradisi Hindu", Univ. of Chicago Press, 1976.
Selamat mencoba.... Bagi yang paham hal ini bukan "ibadah", tetapi latihan....
Bukankah latihan untuk tetap sehat, atau usaha yang membuat segalanya lebih baik merupkan ibadah??!!! Bagaimana pendapat anda???
Sia-Sia: Anak Bajang Mati Suri
Hal yang kucoba untuk kulakukan sebaik mungkin yang ku mampu selalu saja sia-sia dan hilang tak berbekas. Bahkan hanya menjadi legenda di alam pikirku, dan menjadi fosil artefak yang mengerak di kulit otakku.
Hanya diriku sendiri yang menimang anak bajang buah cinta pemikiranku.
Ya... Lahir tak sempurna dan mati tak lama kemudian... Pemikiran yang lahir dan ku kandung cukup lama... Hanya muncul sebagai anak bajang yang tak layak hidup... Tak pantas bergaul dengan anak-anak ''normal'' lainnya.
Entahlah terbunuh, atau sengaja di bunuh...
Perhatian sementara hanya karena rasa iba... Tapi tak dibiarkan ia lahir...
Anak bajang... Akan Menggiring angin menebar badai... Hanya reaksi tanpa ego... Ketika setiap lengkingan tangisannya meretak kan langit... Dan ayunan langkahnya menggucang bumi hingga merekah menganga... Hembusan lembut nafasnya menerbangkan ribuan mahameru... Anak bajang bergerak selaras dengan alam semesta...
Bersamanya membakar kahyangan... Berbekal Seember air memadamkan api neraka...
Wahai anak bajang... Tak lama lagi kamu akan bangkit...
Hanya diriku sendiri yang menimang anak bajang buah cinta pemikiranku.
Ya... Lahir tak sempurna dan mati tak lama kemudian... Pemikiran yang lahir dan ku kandung cukup lama... Hanya muncul sebagai anak bajang yang tak layak hidup... Tak pantas bergaul dengan anak-anak ''normal'' lainnya.
Entahlah terbunuh, atau sengaja di bunuh...
Perhatian sementara hanya karena rasa iba... Tapi tak dibiarkan ia lahir...
Anak bajang... Akan Menggiring angin menebar badai... Hanya reaksi tanpa ego... Ketika setiap lengkingan tangisannya meretak kan langit... Dan ayunan langkahnya menggucang bumi hingga merekah menganga... Hembusan lembut nafasnya menerbangkan ribuan mahameru... Anak bajang bergerak selaras dengan alam semesta...
Bersamanya membakar kahyangan... Berbekal Seember air memadamkan api neraka...
Wahai anak bajang... Tak lama lagi kamu akan bangkit...
Selasa, 02 Februari 2010
Makna Zegavon
Zegavon berasal dari istilah bahasa Jawa "kromo inggil", "segawon", dan dalam bahasa Indonesia disebut anjing. Menurut wikipedia (http://id.wikipedia.org/wiki/Anjing), istilah anjing mengacu pada anjing hasil domestikasi Canis lupus-familiaris. Anjing pernah diklasifikasikan sebagai Canis familiaris oleh Linnaeus di tahun 1758. Tapi di tahun 1993, Lembaga Smithsonian dan Asosiasi Ahli Mamalia Amerika anjing ditetapkan sebagai subspesies serigala abu-abu Canis lupus. Di Indonesia, anjing hutan yang asli pulau Sumatra dan Jawa disebut Ajag.
Walaupun demikian, saya memilih nama ini atas dasar beberapa karakter positif dari "segawon" itu sendiri. Adapun karakter positif tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
Kesetiaan
Kesetiaan dan pengabdian yang ditunjukkan anjing sangat mirip sebagaimana konsep pada manusia tentang cinta dan persahabatan. Naluri alami anjing sebagai hewan kelompok, pemilik anjing sangat menghargai kesetiaan dan pengabdian anjing dan menganggapnya sebagai anggota keluarga sendiri. Anjing kesayangan bahkan sering sampai diberi nama keluarga yang sama seperti nama pemiliknya. Sebaliknya, anjing menganggap manusia sebagai anggota kelompoknya. Anjing hanya sedikit membedakan kedudukan sang pemilik dengan rekan anjing yang masih satu kelompok, dan bahkan sering sama sekali tidak membedakannya.
Kecerdasan
Asal-usul anjing sebagai keturunan serigala yang hidup berkelompok membuat anjing jadi lebih mudah dilatih dibandingkan hewan lain. Sebagai anggota kelompok, anjing mempunyai naluri untuk patuh. Anjing yang sudah dilatih sebagai anjing penuntun bagi tuna netra dapat mengenali berbagai macam keadaan bahaya dan cara menghindar dari keadaan tersebut.
Kekuatan dan Kelincahan
Sebagian besar anjing masih mempunyai ciri-ciri fisik yang diturunkan dari serigala. Anjing adalah hewan pemangsa dan hewan pemakan bangkai, memiliki gigi tajam dan rahang yang kuat untuk menyerang, menggigit, dan mencabik-cabik makanan. Ciri-ciri khas dari moyang serigala masih bertahan pada anjing.
Pengelihatan
Penelitian menunjukkan anjing mampu melihat beberapa warna, walaupun tidak seperti yang dapat dilihat manusia. Bagi anjing, warna merupakan sinyal subliminal yang ditangkap untuk membedakan bentuk dari objek yang saling tumpang-tindih, dan bukan warna pada benda yang bisa langsung dibedakan anjing. Menurut penelitian, anjing mampu melihat berbagai nuansa warna kuning, ungu atau violet. Lensa mata anjing lebih datar dibandingkan dengan lensa mata manusia, sehingga anjing kurang dapat melihat secara detil dibandingkan manusia. Sebaliknya, mata anjing lebih sensitif terhadap cahaya dan gerakan dibandingkan mata manusia. Beberapa jenis anjing, memiliki bidang pandangan sampai 270°. Sebagai perbandingan, manusia hanya mempunyai bidang pandangan 180°. Bidang pandangan jenis anjing dengan kepala lebar dan kedua mata di depan sebenarnya hampir sama dengan manusia, hanya sekitar 180°.
Pendengaran
Anjing bisa mendengar suara frekuensi rendah 16 hingga 20 Hz(manusia hanya mendengar frekuensi 20-70 Hz), dan suara frekuensi tinggi dari 70 kHz hingga 100 kHz (manusia hanya mendengar frekuensi 13-20 kHz). Selain itu, anjing bisa menggerak-gerakkan daun telinga agar cepat bisa menentukan lokasi sumber suara yang sebenarnya. Lebih dari 18 otot pada daun telinga memungkinkan anjing memiringkan, memutar, menidurkan, atau menegakkan daun telinga. Anjing mampu menentukan sumber suara lebih cepat dari manusia, sekaligus bisa mendengar suara yang sumbernya empat kali lebih jauh yang dapat didengar manusia. Anjing dengan daun telinga berbentuk alami (tegak seperti daun telinga serigala) biasanya memiliki pendengaran yang lebih baik.
Penciuman
Anjing memiliki hampir 220 juta sel penciuman yang sensitif terhap bau.Sebagai pembanding, manusia hanya memiliki 5 juta sel. Pelatih anjing pelacak sudah mengerti bahwa anjing tidak mungkin lagi diajar untuk melacak bau-bauan di atas kemampuan alami yang dimiliki sejak lahir. Anjing hanya dapat dimotivasi sebaik-baiknya dan diajar agar bisa berkonsentrasi pada jejak bau yang utama. Anjing pelacak yang terlatih harus bisa mengabaikan berbagai jejak bau yang lain. Anjing yang tidak terlatih biasanya senang sekali mengendus berbagai macam bau selain jejak bau yang diperintahkan.
Karakter-karakter positif inilah yang selayaknya dikembangkan oleh manusia dengan mengembangkan fungsi pikiran, hati, dan indera lain secara maksimal. Hal inilah yang menjadi tujuan untuk pengembangan diri dan self realisasi dengan segala sesuatu yang paling sederhana dan berada di sekitar kita.
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Anjing
Walaupun demikian, saya memilih nama ini atas dasar beberapa karakter positif dari "segawon" itu sendiri. Adapun karakter positif tersebut antara lain adalah sebagai berikut.
Kesetiaan
Kesetiaan dan pengabdian yang ditunjukkan anjing sangat mirip sebagaimana konsep pada manusia tentang cinta dan persahabatan. Naluri alami anjing sebagai hewan kelompok, pemilik anjing sangat menghargai kesetiaan dan pengabdian anjing dan menganggapnya sebagai anggota keluarga sendiri. Anjing kesayangan bahkan sering sampai diberi nama keluarga yang sama seperti nama pemiliknya. Sebaliknya, anjing menganggap manusia sebagai anggota kelompoknya. Anjing hanya sedikit membedakan kedudukan sang pemilik dengan rekan anjing yang masih satu kelompok, dan bahkan sering sama sekali tidak membedakannya.
Kecerdasan
Asal-usul anjing sebagai keturunan serigala yang hidup berkelompok membuat anjing jadi lebih mudah dilatih dibandingkan hewan lain. Sebagai anggota kelompok, anjing mempunyai naluri untuk patuh. Anjing yang sudah dilatih sebagai anjing penuntun bagi tuna netra dapat mengenali berbagai macam keadaan bahaya dan cara menghindar dari keadaan tersebut.
Kekuatan dan Kelincahan
Sebagian besar anjing masih mempunyai ciri-ciri fisik yang diturunkan dari serigala. Anjing adalah hewan pemangsa dan hewan pemakan bangkai, memiliki gigi tajam dan rahang yang kuat untuk menyerang, menggigit, dan mencabik-cabik makanan. Ciri-ciri khas dari moyang serigala masih bertahan pada anjing.
Pengelihatan
Penelitian menunjukkan anjing mampu melihat beberapa warna, walaupun tidak seperti yang dapat dilihat manusia. Bagi anjing, warna merupakan sinyal subliminal yang ditangkap untuk membedakan bentuk dari objek yang saling tumpang-tindih, dan bukan warna pada benda yang bisa langsung dibedakan anjing. Menurut penelitian, anjing mampu melihat berbagai nuansa warna kuning, ungu atau violet. Lensa mata anjing lebih datar dibandingkan dengan lensa mata manusia, sehingga anjing kurang dapat melihat secara detil dibandingkan manusia. Sebaliknya, mata anjing lebih sensitif terhadap cahaya dan gerakan dibandingkan mata manusia. Beberapa jenis anjing, memiliki bidang pandangan sampai 270°. Sebagai perbandingan, manusia hanya mempunyai bidang pandangan 180°. Bidang pandangan jenis anjing dengan kepala lebar dan kedua mata di depan sebenarnya hampir sama dengan manusia, hanya sekitar 180°.
Pendengaran
Anjing bisa mendengar suara frekuensi rendah 16 hingga 20 Hz(manusia hanya mendengar frekuensi 20-70 Hz), dan suara frekuensi tinggi dari 70 kHz hingga 100 kHz (manusia hanya mendengar frekuensi 13-20 kHz). Selain itu, anjing bisa menggerak-gerakkan daun telinga agar cepat bisa menentukan lokasi sumber suara yang sebenarnya. Lebih dari 18 otot pada daun telinga memungkinkan anjing memiringkan, memutar, menidurkan, atau menegakkan daun telinga. Anjing mampu menentukan sumber suara lebih cepat dari manusia, sekaligus bisa mendengar suara yang sumbernya empat kali lebih jauh yang dapat didengar manusia. Anjing dengan daun telinga berbentuk alami (tegak seperti daun telinga serigala) biasanya memiliki pendengaran yang lebih baik.
Penciuman
Anjing memiliki hampir 220 juta sel penciuman yang sensitif terhap bau.Sebagai pembanding, manusia hanya memiliki 5 juta sel. Pelatih anjing pelacak sudah mengerti bahwa anjing tidak mungkin lagi diajar untuk melacak bau-bauan di atas kemampuan alami yang dimiliki sejak lahir. Anjing hanya dapat dimotivasi sebaik-baiknya dan diajar agar bisa berkonsentrasi pada jejak bau yang utama. Anjing pelacak yang terlatih harus bisa mengabaikan berbagai jejak bau yang lain. Anjing yang tidak terlatih biasanya senang sekali mengendus berbagai macam bau selain jejak bau yang diperintahkan.
Karakter-karakter positif inilah yang selayaknya dikembangkan oleh manusia dengan mengembangkan fungsi pikiran, hati, dan indera lain secara maksimal. Hal inilah yang menjadi tujuan untuk pengembangan diri dan self realisasi dengan segala sesuatu yang paling sederhana dan berada di sekitar kita.
Referensi:
http://id.wikipedia.org/wiki/Anjing
Langganan:
Postingan (Atom)