Kamis, 13 Mei 2010

Karya-Karya Kierkegaard

Karya-karya Kierkegaard baru tersedia luas beberapa dasawarsa setelah kematiannya. Pada tahun-tahun segera setelah meninggalnya, Gereja Negara Denmark, sebuah institusi penting di Denmark pada saat itu, menjauhi karya-karyanya dan menganjurkan orang-orang Denmark lainnya untuk melakukan hal yang sama. Selain itu, kurang dikenalnya bahasa Denmark, dibandingkan dengan bahasa Jerman, Perancis, dan Inggris, membuat hampir tidak mungkin bagi Kierkegaard untuk mendapatkan pembaca-pembaca non-Denmark.
Akademikus pertama yang mengarahkan perhatian kepada Kierkegaard adalah sesama orang Denmark Georg Brandes, yang menerbitkan dalam bahasa Jerman maupun Denmark. Brandes menyampaikan kuliah resminya yang pertama tentang Kierkegaard dan menolong memperkenalkan Kierkegaard ke seluruh Eropa.
Pada 1877, Brandes juga menerbitkan buku pertama tentang filsafat dan kehidupan Kierkegaard. Dramatis Henrik Ibsen menjadi tertarik terhadap Kierkegaard dan memperkenalkan karyanya ke seluruh Skandinavia. Sementara terjemahan-terjemahan independen dalam bahasa Jerman dari beberapa karya Kierkegaard mulai muncul pada 1870-an, terjemahan-terjemahan akademis dalam bahasa Jerman dari seluruh karya Kierkegaard harus menunggu hingga 1910-an. Terjemahan-terjemahan ini dimungkinkan karena pengaruh Kierkegaard terhadap para pemikir dan penulis Jerman, Perancis, dan Inggris abad ke-20 mulai terasa.
Pada 1930-an, terjemahan akademis pertama dalam bahasa Inggris, oleh Alexander Dru, David F. Swenson, Douglas V. Steere, dan Walter Lowrie muncul, di bawah usaha editorial dari editor Oxford University Press, Charles Williams. Terjemahan akademis yang kedua dalam bahasa Inggris dan yang terdapat luas diterbitkan oleh Princeton University Press pada 1970-an, 1980-an, 1990-an, di bawah pengawasan Howard V. Hong dan Edna H. Hong. Terjemahan resmi ketiga, di bawah pengawasan Pusat Penelitian Søren Kierkegaard, akan mencapai 55 jilid dan diharapkan akan selesai setelah 2009.
Banyak filsuf abad ke-20, baik yang teistik maupun yang ateistik, meminjam banyak konsep dari Kierkegaard, termasuk pemahaman tentang angst (kecemasan), keputusasaan, serta pentingnya individu. Sebagai seorang filsuf ia menjadi sangat termasyhur pada tahun 1930-an, sebagian besar karena naik daunnya gerakan eksistensialis yang menunjuk kepadanya sebagai seorang pendahulu, meskipun kini ia sendiri dipandang sebagai seorang pemikir yang sangat penting dan berpengaruh. Para filsuf dan teolog yang dipengaruhi oleh Kierkegaard termasuk Karl Barth, Simone de Beauvoir, Martin Buber, Rudolf Bultmann, Albert Camus, Martin Heidegger, Abraham Joshua Heschel, Karl Jaspers, Gabriel Marcel, Maurice Merleau-Ponty, Franz Rosenzweig, Jean-Paul Sartre, Joseph Soloveitchik, Paul Tillich, Miguel de Unamuno, Hans Urs von Balthasar. Anarkisme ilmiah Paul Feyerabend diilhami oleh gagasan Kierkegaard tentang subyektivitas sebagai kebenaran. Ludwig Wittgenstein sangat dipengaruhi dan harus mengakui keunggulan Kierkegaard,[4] dan mengklaim bahwa "Betapapun juga, Kierkegaard jauh terlalu dalam bagi saya.  Karl Popper merujuk kepada Kierkegaard sebagai "pembaharu besar dalam etika Kristen, yang memaparkan moralitas Kristen yang resmi pada zamannya sebagai kemnafikan yang anti-Kristen dan anti-kemanusiaan".
Para filsuf kontemporer seperti Emmanuel Lévinas, Hans-Georg Gadamer, Jacques Derrida, Jürgen Habermas, Alasdair MacIntyre, dan Richard Rorty, meskipun kadang-kadang sangat kritis, juga telah mengadaptasi beberapa pemikiran Kierkegaard. Jerry Fodor pernah menulis bahwa Kierkegaard adalah "seorang empu dan jauh berada di luar liga tempat kami semua [para filsuf] bermain".
Kierkegaard banyak sekali mempengaruhi literatur abad ke-20. Tokoh-tokoh yang sangat dipengaruhi oleh karya-karyanya termasuk Walker Percy, W.H. Auden, Franz Kafka, David Lodge, dan John Updike.
Kierkegaard juga sangat berpengaruh terhadap psikologi dan ia daapt dianggap sebagai pendiri psikologi Kristen dan psikologi dan terapi eksistensial. Para psikolog dan terapis eksistensialis (seringkalid isebut "humanistik") termasuk Ludwig Binswanger, Victor Frankl, Erich Fromm, Carl Rogers, dan Rollo May. May mendasarkan bukunya The Meaning of Anxiety (Makna Kecemasan) pada karya Kierkegaard Konsep tentang Kecemasan. Karya sosiologis Kierkegaard Dua Zaman: Zaman Revolusi dan Masa Kini memberikan kritik yang menarik terhadap modernitas. Kierkegaard juga dilihat sebagai pendahulu penting dari pasca-modernisme.
Kierkegaard meramalkan bahwa setelah kematiannya ia akan terkenal, dan membayangkan bahwa karyanya akan dipelajari dan diteliti dengan intensif. Dalam jurnal-jurnalnya, ia menulis:

"Apa yang dibutuhkan zaman ini bukanlah seorang jenius sebab jenius sudah cukup banyak. Yang dibutuhkan adalah martir, yang rela taat hingga mati untuk mengajarkan manusia agar taat hingga mati. Apa yang dibutuhkan zaman ini adalah kebangkitan. Dan karena itu suatu hari kelak, bukan hanya tulisan-tulisan saya tetapi juga seluruh hidup saya, seluruh misteri yang membangkitkan tanda tanya tentang mesin ini akan dipelajari dan dipelajari terus. Saya tidak akan pernah melupakan bagaimana Tuhan menolong saya dan karena itu adalah harapan saya terakhir bahwa segala sesuatunya adalah untuk kemuliaan-Nya"

—Søren Kierkegaard, Journals (20 November 1847)

Selasa, 11 Mei 2010

Pemikiran Kierkegaard mengenai Eksistensi

Pemikiran Kierkegaard, sebagai kritik atas Hegel, menekankan pada aspek subjektivisme. Mengingat seluruhnya pada dasarnya adalah manifestasi dari apa yang disebut Hegel sebagai fenomenologi roh maka individu manusia direduksi menjadi kawanan. Hal ini akan melenyapkan individu dari tanggung jawab pribadinya secara etis bahkan juga melenyapkan eksistensi individu di dalam kerumunan kawanan. Penekanan pada eksistensi individu inilah yang menjadikan Kierkegaard dianggap sebagai bapak eksistensialisme yang dipopulerkan oleh Sartre kelak.
Pemikiran lain yang menarik adalah sebuah dialektika eksistensialis yang menggambarkan perkembangan religiusitas manusia dari apa yang disebutnya tahap estetis, tahap etis, hingga tahapan religius. Tahap pertama adalah tahap estetis yaitu ketika manusia bereksistensi berdasarkan prinsip kesenangan indrawi, sebagaimana arti kata estetis yang bermakna mengindra. Tokoh dalam peradaban barat yang menjadi contoh adalah Don Juan yang memburu kesenangan. Tahapan kedua dicapai dengan satu lompatan menuju tahap dimana manusia bereksistensi dengan pertimbangan moral universal dalam kerangka benar dan salah. Tokoh yang dapat dijadikan contoh adalah Socrates yang mengorbankan dirinya demi prinsip moral universal. Tahap terakhir adalah tahap keimanan puncak yang tidak dapat dinilai dengan penilaian moral universal namun menemui sifat paradoks keimanan. Tokoh yang dijadikan teladan adalah Ibrahim (atau Abraham) dalam kisah penyembelihan anaknya (Ishak dalam agama Kristen dan Ismail dalam agama Islam) yang tindakannya tersebut, sebagai manifestasi dari keimanannya, tidak dapat dinilai dengan penilaian moral universal. Sebuah tindakan yang mengandung dasar paradoks karena di satu sisi Ibrahim menyerahkan diri sepenuhnya, dan kehilangan segala-galanya, dengan gerakan imannya dan di sisi lain, secara bersamaan, dia mendapatkan segalanya dengan cara yang baru. Sebuah kegilaan ilahi, sesuatu yang tidak dikutuk tapi justru dianjurkan oleh Kierkegaard, yang akan tampak absurd apabila dimasukkan ke dalam kategori moral universal.

Karya-karya Kierkegaard baru tersedia luas beberapa dasawarsa setelah kematiannya. Pada tahun-tahun segera setelah meninggalnya, Gereja Negara Denmark, sebuah institusi penting di Denmark pada saat itu, menjauhi karya-karyanya dan menganjurkan orang-orang Denmark lainnya untuk melakukan hal yang sama. Selain itu, kurang dikenalnya bahasa Denmark, dibandingkan dengan bahasa Jerman, Perancis, dan Inggris, membuat hampir tidak mungkin bagi Kierkegaard untuk mendapatkan pembaca-pembaca non-Denmark.
Akademikus pertama yang mengarahkan perhatian kepada Kierkegaard adalah sesama orang Denmark Georg Brandes, yang menerbitkan dalam bahasa Jerman maupun Denmark. Brandes menyampaikan kuliah resminya yang pertama tentang Kierkegaard dan menolong memperkenalkan Kierkegaard ke seluruh Eropa. Pada 1877, Brandes juga menerbitkan buku pertama tentang filsafat dan kehidupan Kierkegaard. Dramatis Henrik Ibsen menjadi tertarik terhadap Kierkegaard dan memperkenalkan karyanya ke seluruh Skandinavia. Sementara terjemahan-terjemahan independen dalam bahasa Jerman dari beberapa karya Kierkegaard mulai muncul pada 1870-an, terjemahan-terjemahan akademis dalam bahasa Jerman dari seluruh karya Kierkegaard harus menunggu hingga 1910-an. Terjemahan-terjemahan ini dimungkinkan karena pengaruh Kierkegaard terhadap para pemikir dan penulis Jerman, Perancis, dan Inggris abad ke-20 mulai terasa.
Pada 1930-an, terjemahan akademis pertama dalam bahasa Inggris, oleh Alexander Dru, David F. Swenson, Douglas V. Steere, dan Walter Lowrie muncul, di bawah usaha editorial dari editor Oxford University Press, Charles Williams.[2] Terjemahan akademis yang kedua dalam bahasa Inggris dan yang terdapat luas diterbitkan oleh Princeton University Press pada 1970-an, 1980-an, 1990-an, di bawah pengawasan Howard V. Hong dan Edna H. Hong. Terjemahan resmi ketiga, di bawah pengawasan Pusat Penelitian Søren Kierkegaard, akan mencapai 55 jilid dan diharapkan akan selesai setelah 2009.
Banyak filsuf abad ke-20, baik yang teistik maupun yang ateistik, meminjam banyak konsep dari Kierkegaard, termasuk pemahaman tentang angst (kecemasan), keputusasaan, serta pentingnya individu. Sebagai seorang filsuf ia menjadi sangat termasyhur pada tahun 1930-an, sebagian besar karena naik daunnya gerakan eksistensialis yang menunjuk kepadanya sebagai seorang pendahulu, meskipun kini ia sendiri dipandang sebagai seorang pemikir yang sangat penting dan berpengaruh. Para filsuf dan teolog yang dipengaruhi oleh Kierkegaard termasuk Karl Barth, Simone de Beauvoir, Martin Buber, Rudolf Bultmann, Albert Camus,Martin Heidegger, Abraham Joshua Heschel, Karl Jaspers, Gabriel Marcel, Maurice Merleau-Ponty, Franz Rosenzweig, Jean-Paul Sartre, Joseph Soloveitchik, Paul Tillich, Miguel de Unamuno, Hans Urs von Balthasar. Anarkisme ilmiah Paul Feyerabend diilhami oleh gagasan Kierkegaard tentang subyektivitas sebagai kebenaran. Ludwig Wittgenstein sangat dipengaruhi dan harus mengakui keunggulan Kierkegaard, dan mengklaim bahwa "Betapapun juga, Kierkegaard jauh terlalu dalam bagi saya. . Karl Popper merujuk kepada Kierkegaard sebagai "pembaharu besar dalam etika Kristen, yang memaparkan moralitas Kristen yang resmi pada zamannya sebagai kemnafikan yang anti-Kristen dan anti-kemanusiaan".
Para filsuf kontemporer seperti Emmanuel Lévinas, Hans-Georg Gadamer, Jacques Derrida, Jürgen Habermas, Alasdair MacIntyre, dan Richard Rorty, meskipun kadang-kadang sangat kritis, juga telah mengadaptasi beberapa pemikiran Kierkegaard.[15][16][17] Jerry Fodor pernah menulis bahwa Kierkegaard adalah "seorang empu dan jauh berada di luar liga tempat kami semua [para filsuf] bermain".
Kierkegaard banyak sekali mempengaruhi literatur abad ke-20. Tokoh-tokoh yang sangat dipengaruhi oleh karya-karyanya termasuk Walker Percy, W.H. Auden, Franz Kafka,[19] David Lodge, dan John Updike.
Kierkegaard juga sangat berpengaruh terhadap psikologi dan ia daapt dianggap sebagai pendiri psikologi Kristen dan psikologi dan terapi eksistensial. Para psikolog dan terapis eksistensialis (seringkalid disebut "humanistik") termasuk Ludwig Binswanger, Victor Frankl, Erich Fromm, Carl Rogers, dan Rollo May. May mendasarkan bukunya The Meaning of Anxiety (Makna Kecemasan) pada karya Kierkegaard Konsep tentang Kecemasan. Karya sosiologis Kierkegaard Dua Zaman: Zaman Revolusi dan Masa Kini memberikan kritik yang menarik terhadap modernitas. Kierkegaard juga dilihat sebagai pendahulu penting dari pasca-modernisme.
Kierkegaard meramalkan bahwa setelah kematiannya ia akan terkenal, dan membayangkan bahwa karyanya akan dipelajari dan diteliti dengan intensif. Dalam jurnal-jurnalnya, ia menulis:
Apa yang dibutuhkan zaman ini bukanlah seorang jenius sebab jenius sudah cukup banyak. Yang dibutuhkan adalah martir, yang rela taat hingga mati untuk mengajarkan manusia agar taat hingga mati. Apa yang dibutuhkan zaman ini adalah kebangkitan. Dan karena itu suatu hari kelak, bukan hanya tulisan-tulisan saya tetapi juga seluruh hidup saya, seluruh misteri yang membangkitkan tanda tanya tentang mesin ini akan dipelajari dan dipelajari terus. Saya tidak akan pernah melupakan bagaimana Tuhan menolong saya dan karena itu adalah harapan saya terakhir bahwa segala sesuatunya adalah untuk kemuliaan-Nya.

Minggu, 09 Mei 2010

Pengalaman Hidup Yang Mempengaruhi Kierkegaard

Sebuah aspek penting dari kehidupan Kierkegaard (biasanya dianggap mempunyai pengaruh besar dalam karyanya) adalah pertunangannya yang putus dengan Regine Olsen (1822 - 1904). Kierkegaard berjumpa dengan Regine pada 8 Mei 1837 dan segera tertarik kepadanya. Begitu pula dengan Regine. Dalam jurnal-jurnalnya, Kierkegaard menulis tentang cintanya kepada Regine:
Engkau ratu hatiku yang tersimpan di lubuk hatiku yang terdalam, dalam kepenuhan pikiranku, di sana ... ilahi yang tak dikenal! Oh, dapatkah aku sungguh-sungguh mempercayai dongeng-dongeng si penyair, bahwa ketika seseorang melihat sebuah obyek cintanya, ia membayangkan bahwa ia sudah pernah melihatnya dahulu kala, bahwa semua cinta seperti halnya semua pengetahuan adalah kenangan semata, bahwa cinta pun mempunyai nubuat-nubuatnya di dalam diri pribadi. ... tampaknya bagiku bahwa aku harus memiliki kecantikan dari semua gadis agar dapat menandingi kecantikanmu; bahwa aku harus mengelilingi dunia untuk menemukan tempat yang tidak kumiliki dan yang merupakan misteri terdalam dari keseluruhan keberadaanku yang mengarah ke depan, dan pada saat berikutnya engkau begitu dekat kepadaku, mengisi jiwaku dengan begitu dahsyat sehingga aku berubah (transfigured) bagi diriku sendiri, dan merasakan sungguh nikmat berada di sini.
—Søren Kierkegaard, Journals[5] (2 Februari 1839)
Pada 8 September 1840, Kierkegaard resmi meminang Regine. Namun, Kierkegaard segera merasa kecewa dan melankolis tentang pernikahan. Kurang dari setahun setelah pinangannya, ia memutuskannya pada 11 Agustus 1841. Dalam jurnal-jurnalnya, Kierkegaard menyebutkan keyakinannya bahwa sifat "melankolis"nya membuatnya tidak cocok untuk menikah; tetapi motif sebenarnya untuk memutuskan pertunangannya itu tetap tidak jelas. Biasanya diyakini bahwa keduanya memang sangat saling mencintai, barangkali bahkan juga setelah Regine menikah dengan Johan Frederik Schlegel (1817–1896), seorang pegawai negeri terkemuka (jangan dikacaukan dengan filsuf Jerman Friedrich von Schlegel, (1772-1829) ). Pada umumnya hubungan mereka terbatas pada pertemuan-pertemuan kebetulan di jalan-jalan di Kopenhagen. Namun, beberapa tahun kemudian, Kierkegaard bahkan sampai meminta izin suami Regine untuk berbicara dengan Regine, namun Schlegel menolak.
Tak lama kemudian, pasangan itu berangkat meninggalkan Denmark, karena Schlegel telah diangkat menjadi Gubernur di Hindia Barat Denmark. Pada saat Regine kembali ke Denmark, Kierkegaard telah meninggal dunia. Regine Schlegel hidup hingga 1904, dan pada saat kematiannya, ia dikuburkan dekat Kierkegaard di Pemakaman Assistens di Kopenhagen.

Jumat, 07 Mei 2010

Kehidupan Kierkegaard

Søren Kierkegaard dilahirkan dalam sebuah keluarga kaya di Kopenhagen, ibukota Denmark. Ayahnya, Michael Pedersen Kierkegaard, adalah seseorang yang sangat saleh. Ia yakin bahwa ia telah dikutuk Tuhan, dan karena itu ia percaya bahwa tak satupun dari anak-anaknya akan mencapai umumr melebihi usia Yesus Kristus, yaitu 33 tahun. Ia percaya bahwa dosa-dosa pribadinya, seperti misalnya mengutuki nama Allah di masa mudanya dan kemungkinan juga menghamili ibu Kierkegaard di luar nikah, menyebabkan ia layak menerima hukuman ini. Meskipun banyak dari ketujuh anaknya meninggal dalam usia muda, ramalannya tidak terbukti ketika dua dari mereka melewati usia ini. Perkenalan dengan pemahaman tentang dosa di masa mudanya, dan hubungannya dari ayah dan anak meletakkan dasar bagi banyak karya Kierkegaard (khususnya Takut dan Gentar). Ibunda Kierkegaard, Anne Sørensdatter Lund Kierkegaard, tidak secara langsung dirujuk dalam buku-bukunya, meskipun ia pun mempengaruhi tulisan-tulisannya di kemudian hari. Meskipun sifat ayahnya kadang-kadang melankolis dari segi keagamaan, Kierkegaard mempunyai hubungan yang erat dengan ayahnya. Ia belajar untuk memanfaatkan ranah imajinasinya melalui serangkaian latihan dan permainan yang mereka mainkan bersama.
Ayah Kierkegaard meninggal dunia pada 9 Agustus 1838 pada usia 82 tahun. Sebelum meninggal dunia, ia meminta Søren agar menjadi pendeta. Søren sangat terpengaruh oleh pengalaman keagamaan dan kehiudpan ayahnya dan merasa terbeban untuk memenuhi kehendaknya. Dua hari kemudian, pada 11 Agustus, Kierkegaard menulis: "Ayah meninggal dunia hari Rabu. Saya sungguh berharap bahwa ia dapat hidup beberapa tahun lebih lama lagi, dan saya menganggap kematiannya sebagai penghorbanan terakhir yang dibuatnya karena cinta kasihnya kepada saya; ... ia meninggal karena saya agar, bila mungkin, saya masih dapat menjadi sesuatu. Dari semua yang telah saya warisi daripadanya, kenangan akan dia, potretnya dalam keadaan yang sangat berbeda (transfigured) ... sungguh berharga bagi saya, dan saya akan berusaha untuk melestarikan (kenangannya) agar aman tersembunyi dari dunia.
Kierkegaard masuk ke Sekolah Kebajikan Warga, memperoleh nilai yang sangat baik dalam bahasa Latin dan sejarah. Ia melanjutkan pelajarannya dalam bidang teologi di Universitas Kopenhagen, namun sementara di sana ia semakin tertarik akan filsafat dan literatur. Di universitas, Kierkegaard menulis disertasinya, Tentang Konsep Ironi dengan Rujukan Terus-Menerus kepada Socrates, yang oleh panel universitas dianggap sebagai karya yang penting dan dipikirkan dengan baik, namun agak terlalu berbunga-bunga dan bersifat sastrawi untuk menjadi sebuah tesis filsafat. Kierkegaard lulus pada 20 Oktober 1841 dengan gelar Magistri Artium, yang kini setara dengan Ph.D. Dengan warisan keluarganya, Kierkegaard dapat membiayai pendidikannya, ongkos hidupnya dan beberapa penerbitan karyanya.

Rabu, 05 Mei 2010

Kierkegaard

Seorang pemikir yang membuat saya terkesan, dan menginspirasi diri untuk merenungkan hidup dan tahapan kehidupan salah satunya adalah Kierkegaard. Berikut ini ceritanya.
Søren Aabye Kierkegaard (lahir di Kopenhagen, Denmark, 5 Mei 1813 – meninggal di Kopenhagen, Denmark, 11 November 1855 pada umur 42 tahun) adalah seorang filsuf dan teolog abad ke-19 yang berasal dari Denmark. Kierkegaard sendiri melihat dirinya sebagai seseorang yang religius dan seorang anti-filsuf, tetapi sekarang ia dianggap sebagai bapaknya filsafat eksistensialisme. Kierkegaard menjembatani jurang yang ada antara filsafatHegelian dan apa yang kemudian menjadi Eksistensialisme. Kierkegaard terutama adalah seorang kritikus Hegel pada masanya dan apa yang dilihatnya sebagai formalitas hampa dari Gereja Denmark. Filsafatnya merupakan sebuah reaksi terhadap dialektik Hegel.
Banyak dari karya-karya Kierkegaard membahas masalah-masalah agama seperti misalnya hakikat iman, lembaga Gereja Kristen, etika dan teologi Kristen, dan emosi serta perasaan individu ketika diperhadapkan dengan pilihan-pilihan eksistensial. Karena itu, karya Kierkegaard kadang-kadang digambarkan sebagai eksistensialisme Kristen dan psikologi eksistensial. Karena ia menulis kebanyakan karya awalnya dengan menggunakan berbagai nama samaran, yang seringkali mengomentari dan mengkritik karya-karyanya yang lain yang ditulis dengan menggunakan nama samaran lain, sangatlah sulit untuk membedakan antara apa yang benar-benar diyakini oleh Kierkegaard dengan apa yang dikemukakannya sebagai argumen dari posisi seorang pseudo-pengarang. Ludwig Wittgenstein berpendapat bahwa Kierkegaard "sejauh ini, adalah pemikir yang paling mendalam dari abad ke-19".