Pemikiran Kierkegaard, sebagai kritik atas Hegel, menekankan pada aspek subjektivisme. Mengingat seluruhnya pada dasarnya adalah manifestasi dari apa yang disebut Hegel sebagai fenomenologi roh maka individu manusia direduksi menjadi kawanan. Hal ini akan melenyapkan individu dari tanggung jawab pribadinya secara etis bahkan juga melenyapkan eksistensi individu di dalam kerumunan kawanan. Penekanan pada eksistensi individu inilah yang menjadikan Kierkegaard dianggap sebagai bapak eksistensialisme yang dipopulerkan oleh Sartre kelak.
Pemikiran lain yang menarik adalah sebuah dialektika eksistensialis yang menggambarkan perkembangan religiusitas manusia dari apa yang disebutnya tahap estetis, tahap etis, hingga tahapan religius. Tahap pertama adalah tahap estetis yaitu ketika manusia bereksistensi berdasarkan prinsip kesenangan indrawi, sebagaimana arti kata estetis yang bermakna mengindra. Tokoh dalam peradaban barat yang menjadi contoh adalah Don Juan yang memburu kesenangan. Tahapan kedua dicapai dengan satu lompatan menuju tahap dimana manusia bereksistensi dengan pertimbangan moral universal dalam kerangka benar dan salah. Tokoh yang dapat dijadikan contoh adalah Socrates yang mengorbankan dirinya demi prinsip moral universal. Tahap terakhir adalah tahap keimanan puncak yang tidak dapat dinilai dengan penilaian moral universal namun menemui sifat paradoks keimanan. Tokoh yang dijadikan teladan adalah Ibrahim (atau Abraham) dalam kisah penyembelihan anaknya (Ishak dalam agama Kristen dan Ismail dalam agama Islam) yang tindakannya tersebut, sebagai manifestasi dari keimanannya, tidak dapat dinilai dengan penilaian moral universal. Sebuah tindakan yang mengandung dasar paradoks karena di satu sisi Ibrahim menyerahkan diri sepenuhnya, dan kehilangan segala-galanya, dengan gerakan imannya dan di sisi lain, secara bersamaan, dia mendapatkan segalanya dengan cara yang baru. Sebuah kegilaan ilahi, sesuatu yang tidak dikutuk tapi justru dianjurkan oleh Kierkegaard, yang akan tampak absurd apabila dimasukkan ke dalam kategori moral universal.
Karya-karya Kierkegaard baru tersedia luas beberapa dasawarsa setelah kematiannya. Pada tahun-tahun segera setelah meninggalnya, Gereja Negara Denmark, sebuah institusi penting di Denmark pada saat itu, menjauhi karya-karyanya dan menganjurkan orang-orang Denmark lainnya untuk melakukan hal yang sama. Selain itu, kurang dikenalnya bahasa Denmark, dibandingkan dengan bahasa Jerman, Perancis, dan Inggris, membuat hampir tidak mungkin bagi Kierkegaard untuk mendapatkan pembaca-pembaca non-Denmark.
Akademikus pertama yang mengarahkan perhatian kepada Kierkegaard adalah sesama orang Denmark Georg Brandes, yang menerbitkan dalam bahasa Jerman maupun Denmark. Brandes menyampaikan kuliah resminya yang pertama tentang Kierkegaard dan menolong memperkenalkan Kierkegaard ke seluruh Eropa. Pada 1877, Brandes juga menerbitkan buku pertama tentang filsafat dan kehidupan Kierkegaard. Dramatis Henrik Ibsen menjadi tertarik terhadap Kierkegaard dan memperkenalkan karyanya ke seluruh Skandinavia. Sementara terjemahan-terjemahan independen dalam bahasa Jerman dari beberapa karya Kierkegaard mulai muncul pada 1870-an, terjemahan-terjemahan akademis dalam bahasa Jerman dari seluruh karya Kierkegaard harus menunggu hingga 1910-an. Terjemahan-terjemahan ini dimungkinkan karena pengaruh Kierkegaard terhadap para pemikir dan penulis Jerman, Perancis, dan Inggris abad ke-20 mulai terasa.
Pada 1930-an, terjemahan akademis pertama dalam bahasa Inggris, oleh Alexander Dru, David F. Swenson, Douglas V. Steere, dan Walter Lowrie muncul, di bawah usaha editorial dari editor Oxford University Press, Charles Williams.[2] Terjemahan akademis yang kedua dalam bahasa Inggris dan yang terdapat luas diterbitkan oleh Princeton University Press pada 1970-an, 1980-an, 1990-an, di bawah pengawasan Howard V. Hong dan Edna H. Hong. Terjemahan resmi ketiga, di bawah pengawasan Pusat Penelitian Søren Kierkegaard, akan mencapai 55 jilid dan diharapkan akan selesai setelah 2009.
Banyak filsuf abad ke-20, baik yang teistik maupun yang ateistik, meminjam banyak konsep dari Kierkegaard, termasuk pemahaman tentang angst (kecemasan), keputusasaan, serta pentingnya individu. Sebagai seorang filsuf ia menjadi sangat termasyhur pada tahun 1930-an, sebagian besar karena naik daunnya gerakan eksistensialis yang menunjuk kepadanya sebagai seorang pendahulu, meskipun kini ia sendiri dipandang sebagai seorang pemikir yang sangat penting dan berpengaruh. Para filsuf dan teolog yang dipengaruhi oleh Kierkegaard termasuk Karl Barth, Simone de Beauvoir, Martin Buber, Rudolf Bultmann, Albert Camus,Martin Heidegger, Abraham Joshua Heschel, Karl Jaspers, Gabriel Marcel, Maurice Merleau-Ponty, Franz Rosenzweig, Jean-Paul Sartre, Joseph Soloveitchik, Paul Tillich, Miguel de Unamuno, Hans Urs von Balthasar. Anarkisme ilmiah Paul Feyerabend diilhami oleh gagasan Kierkegaard tentang subyektivitas sebagai kebenaran. Ludwig Wittgenstein sangat dipengaruhi dan harus mengakui keunggulan Kierkegaard, dan mengklaim bahwa "Betapapun juga, Kierkegaard jauh terlalu dalam bagi saya. . Karl Popper merujuk kepada Kierkegaard sebagai "pembaharu besar dalam etika Kristen, yang memaparkan moralitas Kristen yang resmi pada zamannya sebagai kemnafikan yang anti-Kristen dan anti-kemanusiaan".
Para filsuf kontemporer seperti Emmanuel Lévinas, Hans-Georg Gadamer, Jacques Derrida, Jürgen Habermas, Alasdair MacIntyre, dan Richard Rorty, meskipun kadang-kadang sangat kritis, juga telah mengadaptasi beberapa pemikiran Kierkegaard.[15][16][17] Jerry Fodor pernah menulis bahwa Kierkegaard adalah "seorang empu dan jauh berada di luar liga tempat kami semua [para filsuf] bermain".
Kierkegaard banyak sekali mempengaruhi literatur abad ke-20. Tokoh-tokoh yang sangat dipengaruhi oleh karya-karyanya termasuk Walker Percy, W.H. Auden, Franz Kafka,[19] David Lodge, dan John Updike.
Kierkegaard juga sangat berpengaruh terhadap psikologi dan ia daapt dianggap sebagai pendiri psikologi Kristen dan psikologi dan terapi eksistensial. Para psikolog dan terapis eksistensialis (seringkalid disebut "humanistik") termasuk Ludwig Binswanger, Victor Frankl, Erich Fromm, Carl Rogers, dan Rollo May. May mendasarkan bukunya The Meaning of Anxiety (Makna Kecemasan) pada karya Kierkegaard Konsep tentang Kecemasan. Karya sosiologis Kierkegaard Dua Zaman: Zaman Revolusi dan Masa Kini memberikan kritik yang menarik terhadap modernitas. Kierkegaard juga dilihat sebagai pendahulu penting dari pasca-modernisme.
Kierkegaard meramalkan bahwa setelah kematiannya ia akan terkenal, dan membayangkan bahwa karyanya akan dipelajari dan diteliti dengan intensif. Dalam jurnal-jurnalnya, ia menulis:
Apa yang dibutuhkan zaman ini bukanlah seorang jenius sebab jenius sudah cukup banyak. Yang dibutuhkan adalah martir, yang rela taat hingga mati untuk mengajarkan manusia agar taat hingga mati. Apa yang dibutuhkan zaman ini adalah kebangkitan. Dan karena itu suatu hari kelak, bukan hanya tulisan-tulisan saya tetapi juga seluruh hidup saya, seluruh misteri yang membangkitkan tanda tanya tentang mesin ini akan dipelajari dan dipelajari terus. Saya tidak akan pernah melupakan bagaimana Tuhan menolong saya dan karena itu adalah harapan saya terakhir bahwa segala sesuatunya adalah untuk kemuliaan-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar