Sabtu, 28 November 2015

Filosofi Riset Kependidikan (10): Komunitas Terpelajar dan Masyarakat Belajar

Artikel kali ini merupakan Review dari pemikiran Richard Pring pada Bab I, dan II (Lihat unggahan artikel sebelumnya), berbagai macam kritik ditujukan pada penelitian pendidikan, hingga banyak sekali penelitian yang ditolak karena buruknya kualitas penelitian-penelitian yang didanai pemerintah Inggris tersebut. Rangkuman permasalahan yang kemudian muncul dari hal di atas antara lain adalah sebagai berikut:

Pertama, pertanyaan penelitian tersebut kurang relevan dengan kebutuhan masyarakat akademis dalam kaitannya dengan 'praktik pendidikan'. Sehingga kita perlu mengingatkan diri kita sendiri mengenai kompleksitas konsep pendidikan, khususnya sifat evaluatif dan pengembangan fokus penelitian, yaitu, promosi konsep pembelajaran, dipengaruhi oleh cara yang logis yang berbeda dengan konsep pembelajaran terstruktur. Teori-teori umum harus diwaspadai atau dengan kata lain hati-hati dalam mengadopsi teori-teori umum.

Kedua, “selera” terhadap metode penelitian, hal ini sangat beralasan, mungkin berasal karena ketidaktepatan dari adopsi konsep dan metode dari ilmu-ilmu sosial. Terdapat bahaya, ketiaka seorang peneliti kurang kritis terhadap model-model ilmu-ilmu sosial yang diadopsi, karena di bawah tuntutan kejelasan teoritis, seringkali mengabaikan berbagai yang mendasar dalam kajian dan konsep mengenai praktek pendidikan (pembelajaran di kelas). Richard Pring menekankan bahwa praktek mengajar tidak dapat dijadikan objek suatu ilmu.

Ketiga, bahasa penelitian, hal ini mencerminkan kepentingan dan kebutuhan pelaku yang mengelola sistem (para pemilik otoritas hasil penelitan). Penelitian kependidikan sering kali miskin definisi operasional, ataupun konsep-konsep dasar yang akan diteliti. Pada tingkat tertentu, hal semacam ini jauh lebih ketat daripada yang sering terjadi pada konsep dan ide-ide yang digunakan (kurang memperhatikan penggunaan bahasa yang bedasarkan kesepakatan konsensus) dan, pada tingkat lain, muncul permasalahan  filosofis karena ketidaktepatan penggunaan bahasa.

Kembali lagi ke Chicago, tempat di mana bab ini dimulai untuk menjadikan penelitian dan teori dengan tujuan tidak jelas, menjadi memiliki tujuan untuk menekankan pada praktek pendidikan yang merupakan tujuan dari masalah dalam berbagai hubungannya.Dan bagaimana dengan penelitian-penelitan apa yang tidak memiliki kontribusi dalam perkembangan pemahaman situasi publik, bagaimanapun darurat keadaan dan subjek tumbuh melalui berbagai macam kritik, baik itu guru, sebagaimana siswa dapat menunjukkan penyelesaian masalah dan hal ini mungkin akan memiliki kontribusi dalam kritik dan pengalaman sederhana? Saling keterkaitan antara praktek dengan teori seringkali memiliki kesenjangan, teori menjadi tidak relevan dengan praktik, serta praktik tidak dapat diambil sebagai pertimbangan teoritis. Mungkin ini adalah suatu pelajaran penting dari Chicago. 




Sumber:


Pring, Richard,
        2005, Philosophy of Educational Research (Second Edition), Continuum: London

Selasa, 24 November 2015

Filosofi Penelitian Kependidikan (9): Penelitian "Praktek Kependidikan"

Penelitian kependidikan tidak hanya merupakan objek kajian penelitian bidang ilmu kependidikan dan keguruan saja, karena banyak kita lihat, ilmu-ilmu sosial atau ilmu-ilmu non kependidikan mempunyai ketertarikan terhadap kajian pembelajaran (Belajar-Mengajar). Perguruan tinggi besar dan ternama seringkali melakukan penelitian dengan tema besar pembelajaran dan kependidikan.
Hal ini kemudian menjadi suatu permasalahan filosfis mendasar pada teknik pengumpulan data dan jenis data yang dikumpulkan. Mengapa demikian?! Richard Pring mengatakan bahwa sebagian besar dari para peneliti tersebut tidak melakukan pengamatan dan observasi secara langsung proses pembelajaran di dalam kelas. Mereka hanya menggunakan memperoleh data dari wawancara di luar kelas, ataupun angket yang diisi sendiri oleh responden, baik itu siswa ataupun guru. Dengan demikian, gambaran (deskripsi) situasi dalam kelas tidak dapat ditangkap dengan lebih terinci, termasuk gambaran mengenai interaksi antara guru dan siswa. Hal ini tidak dapat begitu saja diabaikan, karena dalam proses interaksi tersebut terdapat transaksi konseptual  materi antara guru dan siswa.
Penelitian kelas dalam ilmu kependidikan berbeda dengan penelitian lapangan dalam ilmu sosial. Dalam penelitian sosial, fenomena yang diamati merupakan masyarakat yang makjemuk dan sudah relatif dewasa. Jika kedua jenis penelitian ini rancu dalam penerapan konsep-konsep sosial dan konsep-konsep kependidikan/pedagogis, tentu saja hal ini akan memunculkan kerancuan dalam memandang interaksi subjek penelitian.Walaupun demikian secara umum harus diakui para praktisi pendidikan bahwa konsep belajar formal secara pedagogis, diterapkan dalam belajar mengajar dalam konteks kultural, tradisi, dan dinamis, tidak mungkin dapat dipandang sebagai konteks yang statis
Penelitian pendidikan dalam konteks sosial, Richard Pring merekomendasikan untuk menekankan pada dialog antar generasi- mengingat guru dan siswa berbeda generasi- dalam kontek sejarah, budaya, bahasa dan konteks sosial lainnya sehingga penelitian kependidikan ini lebih bermakna. Pring mengacu pada Carrs (1995), bahwa aktivitas dalam kelas dapat dipahami dari sudut pandang asli bidang kependidikan, dan hal ini tidak hanya merangkum apa yang harus dipelajari tetapi proses transmisi materi antara pengajar dan siswa.
Pemaparan pendapat Richard Pring tersebut mengacu pada banyak yang disiplin ilmu sosial dan humaniora yang memiliki ketertarikan untuk mengkaji masalah kependidikan dalam konteks yang lebih holistik, hanya saja Pring juga mengingatkan untuk tetap memperhatikan pengamatan praktis supaya dapat lebih dekat dan detail dapat menangkap interaksi guru dan murid dalam proses transaksi dan transfer konsep antar generasi. 

Sumber dan Referensi:

Carr, W.,
     1995, For Education, Buckingham: Open University.


Pring, Richard
     2005, Philosophy of Eduacional Research: Second Edition, London: Continuum