Sabtu, 24 Desember 2016

Pembentukan Budaya Sekolah- Perangkap, Paradok, dan Janji (1): Suatu Pengantar



Buku ini merupakan revisi utama kedua dari ide yang dimulai pada tahun 1990 pada beberapa penelitian tentang “Peran Kepala Sekolah dalam Membentuk Sekolah Budaya” -best-seller Departemen Pendidikan AS. Buku ini direvisi dan diterbitkan kembali dengan sebagai Pembentukan Budaya Sekolah: Jantung Kepemimpinan (1999). Secara substansial tema diperluas dan dikembangkan menjadi berjudul: Pembentukan Budaya Sekolah: Perangkap, Paradoks, dan Janji. Penyajian materi yang signifikan ditambahkan pada paradoks, selain diperbarui dan diperluas dengan ilustrasi untuk memperkenalkan beberapa ide baru. Seperti biasa, buku ini menjadi lebih sempurna atas banyak bantuan dari para pimpinan sekolah selama proses penulisan ulang edisi ini. Bantuan dalam materi penulisan buku ini juga berasal dari seluruh negara bagian dan berbagai ide dari seluruh dunia, selain itu tak ketinggalan dari pembaca dua edisi sebelumnya yang telah berbagi dan menyumbangkan contoh kasus. Sekali lagi hal ini menegaskan, bahwa cerita dan contoh membuat semakin beraneka ragamnya cara berpikir serta strategi di sekolah mereka dan cara penanganan masalah budaya.
Hal ini jelas membutuhkan waktu waktu untuk mempertimbangkan dan memikirkan kembali pentingnya budaya sekolah di lingkungan pendidikan saat ini. Siswa memiliki hak untuk mendapatkan sesuatu yang terbaik dari sekolah, serta yang terbaik dari apa yang dapat kita berikan. Terdapat sedikit keraguan bahwa staf pengajar dan administrator dapat menunjukkan jalan menuju budaya yang sukses sebagai suatu tempat di mana semua siswa belajar. Mengingat akhir-akhir ini, terlalu banyak penekanan telah diberikan kepada reformasi sekolah dari luar melalui kebijakan dan mandat seperti No Child Left Behind (NCLB), Tidak ada anak yang ditinggalkan/diabaikan.  Terlalu sedikit perhatian telah ditujukan kepada cara sekolah dapat dibentuk dari dalam tanpa intervensi dari luar, sebagaimana ditunjukkan oleh Roland Barth (1991).
Penelitian dan contoh-contoh praktek, baik diambil dari pendidikan ataupun bisnis menunjukkan, bahwa memungkinkan dalam setiap komunitas untuk dikembangkan menjadi atau menyamai sekolah papan atas. Buku ini mencoba membawa segala hal terbaik, sejauh yang kita tahu tentang budaya untuk memberikan wawasan dan contoh cara bagi guru, administrator, orang tua, dan masyarakat dapat menciptakan berbagai hal yang positif, seperti rasa peduli, dan sekolah menantang secara intelektual. Pentingnya budaya sekolah dan peran simbolik pemimpin dalam membentuk pola dan praktek budaya, masih  tetap menjadi hal inti dari buku ini.
 Sementara pembuat kebijakan dan reformis mendesak untuk membentuk struktur baru dan penilaian yang lebih rasional, serta yang penting untuk diingat adalah setiap perubahan ini tidak dapat berhasil tanpa dukungan budaya. Tujuan sekolah secara eksistensial merupakan kunci untuk pencapaian dan pembelajaran siswa. Dalam buku ini, penelitian telah diperluas beranjak dari penelitian yang mendasar sebelumnya. Hal ini akan menunjukkan bagaimana budaya mempengaruhi fungsi sekolah. Kita juga mengambil bukti dari dunia bisnis, menghubungkan budaya dengan kinerja keuangan.
Arti penting misi dan tujuan, ditambahahkan dengan beberapa pelengkap materi baru, karena misi dan tujuan adalah fitur utama dari budaya. Contoh jenis-jenis ritual dan tradisi yang ditemukan di sekolah-sekolah berkualitas juga ditambahkan. Selain contoh kasus baru dari cara
bercerita dan sejarah yang digunakan untuk membangun komitmen dan motivasi.  Ilustrasi baru yang penting dari simbol-simbol arsitektur serta dalam tindakan ditambahkan. Studi kasus asli budaya bangunan dan pengembangan ditambahkan dalam bab-bab yang relevan; sebelumnya, contoh kasus ditambahkan  secara terpisah dan hanya tampak sebagai tambahan lampiran. Kasus dengan materi yang cukup ditambahakan pada cara dan pembentukan  budaya pemimpin, dengan peran baru dan berbagai contoh yang dapat bermanfaat. Ide-ide baru yang ditambahkan juga mengenai hal- hal ''beracun'' pada budaya negatif yang berada dalam ritual, tradisi, dan nilai-nilai
telah menjadi sangat “asam” dan mengancam jiwa sekolah. Perluasan diskusi dilakukan dalam kaitan dengan budaya sekolah,  orang tua dan masyarakat setempat. Topik tersebut saat ini menjadi hal yang layak untuk dicermati dan diperhatikan.
Contoh-contoh dan kasus baru dikumpulkan oleh penulis buku ini sambil penulis menjalankan tugas berkeja sama dengan sekolah-sekolah dan organisasi di seluruh dunia, antara lain: Inggris, Columbia, London, Taiwan, Toronto, dan Norwegia. Beberapa contoh yang sangat bagus ditambahkan dari para peneliti lain, tentang sekolah yang sedang berusaha untuk mengubah diri, melengkapi ilustrasi dan memperkaya bangunan-bangunan budaya. Kita percaya bahwa penting untuk kembali mengetengahkan pembahasan sebelum-sebelumnya yang melatar belakangi kajian pada kepemimpinan bifocal (banyak peran) dan paradoks. Dalam buku ini secara sistematis dibahas mengenai beberapa hal sebagai berikut:
Cara pembentukan budaya sekolah di sekolah-sekolah terkemuka, dan bagaimana menyeimbangkan antara kepentingan pendidikan dan bisnis pada suatu lembaga pendidikan. Hal ini akan disajikan dalam bentuk kisah-kisah yang cukup menarik.
Fokus pembahasan juga diarahkan pada unsur-usur budaya dan kepemiminan yang sukses. Unsur-unsur kepemimpinan pada setiap tingkat, mulai dari tingkat guru, kepala sekolah, orang tua, dan anggota komunitas di sekolah dalam membentuk identitas dan citra sekolah. Kesuksesan sekolah di sini ditunjukkan bagaimana pimpinan sekolah tersebut mampu  membaca, menilai, dan memperkuat inti ritual, tradisi, dan nilai-nilai. Sekolah yang sukses memiliki banyak orang yang memiliki jiwa kepemimpinan pada setiap bagiannya, di mana mereka turut memelihara dan mendukung proses belajar dalam segala hal baik siswa dan seluruh staf yang ada. Budaya sukses hanya dimiliki oleh seorang pemimpin yang berwawasan jauh ke depan, mengenai pentingnya sekolah dan ingin membangun kondisi yang terbaik sejauh kemampuan mereka, dan hal ini berasal dari hati yang paling dalam. Budaya yang sukses akan dapat mengatasi segala tugas yang paradoks demi keuntungan dan menciptakan berbagai peluang dalam jangka panjang di masa depan.
Buku ini diharapkan oleh penulisnya dapat menjadi pendukung, pendorong dan pemelihara semangat bagi para pimpinan di sekolah. Pada bagian awal buku ini juga akan diperkenalkan bagaimana budaya sekolah dalam menjalankan reformasi dan pembelajaran siswa. Ditegaskan bahwa hal yang tidak kalah penting untuk perkembangan kemajuan sekolah adalah bagaimana mengelola dan mengorganisasikan berbagai pustaka dan penelitian, selain menekan pada budaya prestasi pada para alumninya.
Elemen-elemen budaya juga ditekankan pada karena menjadi bagian yang sangat penting pada pendidikan, tatanan budaya merupakan landasan dasar bagi tugas dan pekerjaan yang bermakna.
Dalam salah satu bab buku ini juga menyajikan studi kasus, dengan sudut pandang sekolah sebagai suatu masyarakat “tribal” yang sedang berevolusi untuk menjadi lebih maju dan beradab, beranjak dari suasana yang suram ber-tranformasi menjadi sekolah dengan kepemimpinan visioner, dengan tujuan yang ditanamkan secara mendalam, dan selalu membagun motivasi dengan diperkuat oleh tradisi dan ritual.
Pada  Bab berikutnya eksplorasi potensi simbol yang mengacu pada tindakan keseharian. Hal yang dapat dilihat dari arsitektur bangunan sekolah, motto/semboyan, kata-kata dan juga tindakan. Hal berikutnya dilanjutkan pada pembahasan mengenai pentingnya aspek historis sekolah untuk digunakan sebagai reafirmasi untuk memperkuat dan ritual untuk menjaga semangat yang dibangkitkan dari tujuan ataupun kejayaan sekolah atau cita-cita awal dari sekolah yang kemudian akan menentukan pola budaya dan tata cara saat ini. Pusat bagi setiap kultur sekolah terletak pada sejarah, peristiwa-peristiwa masa lalu yang membentuk kondisi saat ini.
Warisan-warisan sejarah yang terdiri dari mitos, misi, tujuan, dan nilai-nilai, perlu digarisbawahi mengingat pentingnya tujuan yang sarat makna dan nilai-nilai yang telah menjadi milik bersama secara luas sebagai pemantik semangat dan vitalitas sekolah.
Pembahasan lain juga dijabarkan mengenai bagaimana cerita saat ini dan kisah-kisah masalalu dapat  menambah energi budaya arus budaya untuk tetap lestari sebagai pelajaran yang penting. Di sini pula akan diungkap rutinitas sehari-hari untuk menampilkan makna ritual, termasuk seremoni seremoni dan Tradisi, ritual ini akan menjadi wahana yang lebih besar dan semakin besar secara episodik, seiring budaya perayaan-perayaan yang direpresentasikan.
Para aktor kebudayaan juga perlu untuk dikemukan, dengan mengungkapkan peran-peran nyata yang sering muncul dan hal tersebut merupakan tugas di luar “job description” resmiyang merupakan bagian dari pola dan praktek untuk selalu menjaga supaya kebudayaan tetap utuh dan pada jalurnya sesuai dengan cita-cita awal.
Bagian Kedua dari buku ini adalahPeran simbolik Pemimpin Sekolah yang dipaparkan bagaimana konsep-konsep tersebut diterapkan secara aplikatif. Pembahasan tentang bagaimana lembaga pendidikan melakukan transformasi, dan melakukan metamorfosis budaya. Contoh-contoh kasus juga akan disajikan, dengan maksud untuk menunjukkan bagaimana suatu kepemimpinan dapat membangun sekolah, dengan berpedoman pada  budaya melalui tujuan, semangat dan segala unsur budayanya.
Pembahasan mengenai budaya yang menjadi asam (acid) atau penuh dengan bakteri pembusuk/ septic. Dalam bab tersebut menggambarkan pengalaman sekolah-sekolah dari sisi gelap. Hal ini dilakukan dengan mengidentifikasi fitur dari sisi gelap dalam rangka menyiapkan penawar (anti-dotes) ketika situasi yang beracun.
Pemeriksaan atau mencermati  hubungan simbolis kunci antara sekolah, orang tua, dan masyarakat dilakukan dan disajikan secara deskriptif. Disajikan pula deskripsi mengenai aneka peran (multipleroles) para pemimpin dengan mengambil peran sebagai pembentuk budaya, yaitu sebagai: Sejarawan, detektif antropologi, visioner, simbol, Pengrajin Keramik, penyair, aktor, dan penyembuh. Setelah itu kemudian dijabarkan aspek teknis manajemen dalam menjalankan peran simbolis kepemimpinan tersebut. Aspek simbolis kepemimpinan untuk menciptakan ide pokok “bifocal” (peran ganda) yang menuntut untuk berpikir baik secara struktural segaligus simbolis. Belum banyak  Sangat sedikit isu-isu dalam dalam dunia kependidikan mengenai kepala sekolah yang mengatakan “ya” untuk berurusan dengan kondisi paradoks karena akan membuat makin bertambahnya pekerjaan, sehingga justru lebih sering menghindari untuk mengurangi stres dan kurang menguntungkan. Hanya pemimpin sekolah yang memiliki keinginan besar untuk membangun dan mempertahankan budaya yang sukses harus menghadapi paradoks ini kemudian memanfaatkan secara rasional dan etis kesempatan-kesempatan untuk berkonfrontasi. Pendekatan ini mengarah pada sekolah yang ideal.
Pada beberapa bagian terakhir buku ini mengulas tentang bagaimana untuk mencapai keseimbangan dengan budaya rapat untuk menjawab tuntutan struktural. Paradoks-paradoks ini merupakan tantangan yang akan membentuk arah dan harapan bagi para pemimpin untuk terus melakukan eksplorasi pada milenium ini.

Referensi

Barth, R. S. (1991). Improving schools from within: Teachers, parents, and principals can make the difference. San Francisco: Jossey-Bass.

Deal, T. E., & Peterson, K. D. (1990). The principal’s role in shaping school culture. Washington, D.C.: U.S. Department of Education.

Deal, T. E., & Peterson, K. D. (1994). The leadership paradox: Balancing logic and artistry in schools. San Francisco: Jossey-Bass.

Deal, T. E., & Peterson, K. D. (2009). Shaping School Culture: Pitfall, Paradoxes, Promises. San Francisco: Jossey-Bass.

Jumat, 16 Desember 2016

Pembentukan Budaya Sekolah: Jebakan, Paradoks, dan Janji



Terrence E. Deal, Kent D. Peterson
Sebuah Panduan untuk Membentuk Budaya Sekolah, dalam buku ini benar-benar direvisi dan diperbarui dari buku edisi klasik mereka. Membentuk Budaya Sekolah, buku yang disusun oleh Terrence Deal dan Kent Peterson melakukan pemikiran terbaru mengenai budaya organisasi dan perubahan dan menawarkan ide-ide baru mengenai strategi tentang bagaimana bercerita, ritual, tradisi, dan praktek budaya lainnya yang dapat digunakan untuk membuat segala hal menjadi lebih positif, perhatian, dan sekolah menjadi memiliki tujuan yang jelas. Edisi baru ini memberikan perhatian yang diperluas dengan peran simbolis penting seorangpemimpin sekolah, termasuk saran praktis tentang bagaimana cara pemimpin dapat menyeimbangkan tujuan dan nilai-nilai budaya terhadap tuntutan akuntabilitas, dan fitur contoh kasus baru dan kuat secara menyeluruh. Hal yang paling penting, penulis buku ini menunjukkan bagaimana para pemimpin sekolah dapat mengubah budaya negatif dan beracun sehingga menjadi budaya yang penuh kepercayaan, komitmen, dan rasa persatuan dapat terungkap. Pemuliaan untuk Membentuk Budaya Sekolah "Bagi mereka yang merupakan pencari abadi dari perubahan yang diukur dalam generasi lebih dari sekedar dalam hitungan bulan, dan untuk menciptakan warisan daripada sekedar headline kabar kekinian, maka Pembentukan Sekolah Budaya dapat menjadi panduan.
Berikut testimoni dari tokoh-tokoh pendidikan.
-          Dr. Douglas B. Reeves, pendiri, Leadership and Learning Center, Englewood Co.,” mengatakan bahwa ” Deal dan Peterson untuk merangkaikannya dengan bahasa indah, kisah-kisah yang hidup, dan saran bijak untuk mendukung para pemimpin sekolah dalam merangkul sifat paradoks dalam pekerjaan mereka.
-          “Hal yang 'harus membaca' untuk semua pemimpin sekolah. "- dikatakan Pam Robbins, konsultan pendidikan dan penulis".
-          “Sekali lagi praktisi, dan penulis telah menyajikan hasil penelitian pengembangan profesional, pengawas sekolah, dan lain-lain  mereka yang telah membacanya memperoleh sumber daya yang luar biasa untuk merenovasi dan menghidupkan kembali sekolah” komentar dari, Karen M. Dyer, Ed.D., direktur kelompok, Pendidikan dan Organisasi Nirlaba Sektor Office, Center for Creative Leadership, Greensboro, NC.

Edisi: 2
Bahasa: Inggris
Halaman: 304

Copyright (C) @2009 by John Wiley & Sons, Inc. All rights reserved.

Rabu, 14 Desember 2016

Panduan Lapangan Pembentukan Budaya Sekolah (11-Habis): Delapan Peran Pemimpin Simbolis


Kepala-kepala sekolah mengambil berbagai peran yang berbeda.  Mereka adalah manajer atau pengelola, yang bekerja untuk sekolah berjalan sebagaimana mestinya, bersama-sama dengan keberadaan struktur dan aktivitas sekolah, prosedur dan kebijalan, sumberdaya dan program kerja, serta aturan dan baku mutu (standard).  Mereka juga memainkan peranan utama dalam membentuk budaya, dengan mempertegas nilai-nilai, mengkomunikasikan visi, memberi pengakuam terjadap pencapaian prestasi serta menjaga keberlanjutan tradisi-tradisi. Kepala sekolah yang sukses biasanya merupakan  "pemimpin bifocal, memiliki peran ganda," di satu sisi membentuk budaya dalam peran manajerial mereka dan menjaga sekolah tetap berjalan sebagaimana fungsinya dengan baik dalam peran simbolik (Deal dan Peterson, 1994).
Sebagai pengelola, kepala sekolah  mengambil delapan peran utama:
1.      Perencana organisasional.
2.      Alokator sumberdaya.
3.      Koordinators program-program
4.      Supervisors bagi staff dan lulusan
5.      Penular ide-ide dan informasi
6.      Juri yang menengahi perselisihan dan konflik
7.      Penjaga gerbang pada batas-batas sekolah
8.      Analis yang menggunakan pendekatan sistsmatis yang ditujukan bagi permasalahan- permasalahan yang rumit dan kompleks.
Sebagai pemimpin, kepala sekolah berada dalam 8 peran simbolis (Deal dan Peterson, 1994):
1.      Sejarawan yang menyelami kisah- kisah dari masa lalu.
2.      Antropolog yang menyingkapkan alur norma-norma dan nilai-nilai.
3.      Visionaris yang menguatkan cita-cita terdalam.
4.      Sebagai simbol yang mengkomunikasikan nilai-nilai inti melalui tindakan dan perhatiannya.
5.      Pengrajin yang membentuk budaya dengan menghadiri berbagai ritual, tradisi dan seremoni.
6.      Penyair yang menggunakan bahasa untuk menanamkan nilai-nilai inti dan cita-cita.
7.      Aktor yang menjadi peran kunci dalam drama sosial. Penyembuh yang memulihkan luka, konflik ataupun tragedi.
Masing-masing peran tersebut, baik itu peran sebagai pengelola ataupun simbolik, merupakan kunci sukses dalam membangun sekolah, serta kedua perangkat peran tersebut dapat membentuk budaya. Hal ini penting bagi pemimpin untuk bercermin pada berbagai peran yang dimainkan. Berikut ini merupakan aktivitas yang dapat digunakan untuk mencermati peran pembentuk budaya. Selain itu, kita dapat melihat bagaimana kita dapat mengkombinasikan peran-peran sebagai pengelola dan peran simbolik.  (Deal dan Peterson, 1994, 1999):
• Sejarawan: mencari untuk memahami masa lalu berbagai hal mengenai norma dan keadaan sosial sekolah.
• Dektektif antropologis: menggali dan melakukan analisis norma-norma, nilai-nilai yang berlaku, dan kepercayaan yang dapat digunakan jenis budayanya.
• Visionaris: bekerjasama dengan orang-orang lain untuk dapat mengartikan secara mendalam mengenai gambaran nilai-nila mendasar dari masa depan sekolah.
• Simbol: menjaga nilai-nilai melalui pakaian, perhatian, dan kegiatan rutin sehari-hari.
• Pengrajin: membentuk dan dibetuk oleh para pahwalan, ritual tradisi, seremoni dan simbol-simbol; selalu bersemangat dalam berbagi mimpi, dan cita-cita.
• Penyair:  yang menggunakan bahasa untuk memperkuat nilai-nilai dan keberlangsungan citra positif sekolah.
• Aktor: melakukan improvisasi dalam peran dari drama-drama, komedi dan tragedi sekolah.

• Penyembuh: Mengawal transisi dan perubahan dalam kehidupan sekolah; menyembuhkan luka-luka konflik dan kerugian

MELAKUKAN REFLEKSI PADA PERAN-PERAN YANG KITA GUNAKAN
Setiap pimpinan dalam mengambil peran dari delapan peran memiliki cara yang sangat bervariasi dan variasi dalam waktu. Melakukan refleksi mengenai kapan atau bagaimana kita mengambil peran-peran tersebut dapat memperkuat diri sebagai pengasah budaya sekolah kita.  Menguji cobakan masing-masing peran dan menanyakan pada diri sendiri yang memungkinkan untuk menjawab pertanyaan reflektif tersebut dengan pertanyaan-pertanyaan reflektif pada peran-peran sebagai berikut.
Sejarawan: menyelami kisah-kisah lalu
Bagaimana kita kembangkan bagian-bagian yang mendalam dan rinci tentang masa lalu sekolah? Apakah kita memiliki indera yang peka terhadap krisis, tantangan, dan keberhasilan-keberhasilan yang bermakna dalam pembentukan budaya? Peristiwa apa saja?
Detektif Antropologis: Mengungkap dan melakukan analisis nilai-nilai dan norma-norma saat ini.
Kapan kita mendukung para pendongeng sejarah sekolah untuk staf dan untuk masyarakat demi kelestarian pengetahuan mengenai sekolah pada masa lalu? Rutinitas apa yang biasa digunakan untuk temperatur budaya saat itu?
Visioner: Menegaskan dan Menguatkan Tujuan
Apa ide kita tentang apa mungkin menjadi di sekolah? Bagaimana kita menggambarkan pandangan  kita? Bagaimana Anda bekerja untuk membuat menarik, visi bermakna luas bersama? Dalam hal apa Anda menggunakan beberapa cara baik lisan, tertulis, ataupun cara-cara nonverbal untuk mengartikulasikan dan memperkuat visi? Memiliki visi untuk sekolah tetap menjadi salah satu hal yang dapat dilakukan dan paling penting bagi seorang pemimpin. Visi harus jelas, menarik, dan terhubung dengan nilai-nilai yang mendalam tentang pendidikan dan pembelajaran. Kita harus mampu mengartikulasikan visi bahwa dalam berbagai varietas cara.
Memeriksa visi sekolah kita:
Deskripsikan secara lebih rinci mengenai visi yang ingin ditunjukkan oleh sekolah dan staf?
Apa saja komponen kunci dari visi yang dapat dikomunikasikan dengan cepat secara sederhana?

Apakah terdapat motto atau slogan yang merupakan pengkomunikasian bagian dari visi? Apa itu?
Bagaimana kita mengkomunikasikan visi? Hal ini penting, tidak hanya untuk memiliki memperjelas dan memperkuat energi visi yang secara kolaboratif dikembangkan untuk sekolah. Hal ini juga harus dikomunikasikan dalam berbagai cara.
Dalam hal apa yang visi dibuat terlihat? Kapan dan di mana?
Apa upacara besar di mana visi dikomunikasikan? Bagaimana cara dikomunikasikan
saat upacara (oleh tertulis, lisan, atau cara simbolik)?
Bagaimana sosialisasi visi pada masyarakat diberitahu tentang visi? Bagaimana kita mengkomunikasikan visi bagi semua elemen masyarakat yang beragam?  Bagaimana jaringan informal yang disarankan untuk mengkomunikasikan visi? Hal ini merupakan bagian
dari isu- isu yang dikomunikasikan? Dapat anggota staf juga mengartikulasikan visi? Bagaimana kita tahu? Bagaimana kita membantu mereka berkomunikasi dengan lebih jelas atau intens?
Media formal apa saja yang digunakan untuk berkomunikasi visi? Bagaimana visi dikomunikasikan melalui telepon, surat kabar, memo, e-mail, faks, halaman web sekolah,
sistem alamat publik, televisi yang dapat akses publik, rekaman video sekolah, atau tampilan-tampilan lain di luar ruangan?
Simbol: Berkomunikasi nilai-nilai inti melalui tindakan dan perhatian
Apakah kita memiliki seperangkat rutinitas dan ritual yang jelas dalam mengkomunikasikan nilai-nilai dan pandangan? Mana yang paling efektif?  Bagaimana kita mengkomunikasikan s secara verbal dan melalui tindakan, kegembiraan Kita yang berkaitan dengan sekolah dan prestasi?
Apa tindakan dan emosi kita pada saat melakukan komunikasi secara simbolis? Apa yang harus kita berikan untuk perhatian tersebut? Apa yang Anda menghargai? Apa yang Anda mengabaikan atau menegur (Schein, 1985)?

Pesan apa yang kita komunikasikan dalam tindakan sehari-hari kita seperti, pada kunjungan kelas, dan interaksi? Bagaimana kantor Anda dihiasi? Apa saja yang dikomunikasikan dari ruang pribadi yang mengkomunikasikan nilai-nilai dan visi?
Ide: Mengambil foto dari kantor Anda dari perspektif pengunjung. Apa yang mereka
Lihat? Apa yang mungkin mereka simpulkan dari apa yang mereka lihat?
Pengrajin: Membentuk budaya dengan memperhatikan ritual, tradisi, dan upacara

Apakah kita menggunakan rekrutmen dan mempekerjakan orang sebagai cara untuk mengkomunikasikan nilai-nilai dan membentuk budaya? Apa teknik terbaik untuk memilih anggota staf yangberbagi nilai-nilai sekolah? Apakah kita membuat keputusan berdasarkan nilai-nilai dan misi sekolah? Menggambarkan dua contoh.
Bagaimana kita merayakan dan mengakui prestasi pahlawan?  Apakah kita mendorong para staf sebagai panutan? Apakah Anda mengakui prestasi anggota staf kunci secara teratur? Ketika hal ini dilakukan?
Apakah Anda mengamati ritual yang sedang berlangsung dan menjaga “rasa sebagai satu bagian komunitas” melalui seremoni dan tradisi? Apa acara terbaik untuk melakukan hal ini?

Penyair: Menggunakan bahasa untuk mengartikulasikan nilai-nilai inti dan tujuan
Apa bahasa (lisan, tertulis, ditampilkan) kita gunakan untuk memperkuat nilai-nilai inti? Apa kata-kata kunci yang penting bagi kita? Bagaimana kita menggunakan bahasa untuk mengangkat harapan dan impian dari staf dan mahasiswa? Apa cerita kita memberitahu atau mendorong orang lain untuk menceritakan tentang sekolah? Apakah kita mendongeng menjadi bagian rutin dari kehidupan sekolah? Ketika saat tersebut adalah waktu terbaik?
Apakah kita merawat penyair pada staf  untuk dapat mengartikulasikan rasa sebagai masyarakat sebagai nilai-nilai terdalam? Siapa penyair terbaik? Mengapa mereka begitu terampil?
Aktor: Pembawa pada peran kunci dalam drama sosial
Apa hal utama di "panggung" yang kita lakukan? Bagaimana kita mempersiapkan diri untuk berada pada panggun tersebut? Apa "kostum" yang digunakan untuk peran yang berbeda?
Peran apa yang kita asumsikan pada pengumuman pagi, pertemuan fakultas, dan
upacara perpisahan pensiun?
Bagaimana peran ini mengkomunikasikan nilai-nilai dan visi? Apakah terdapat upacara khusus untuk kita mendorong mengkomunikasikan nilai-nilai melalui
simbol, kata, dan ritual? Bagaimana kemungkinan kita dalam memperkuat tujuan yang lebih dalam pada pendidikan pada upacara tersebut?

Penyembuh: Menteri untuk luka yang terjadi selama kerugian, konflik, atau tragedi
Bagaimana Kita menyembuhkan luka yang merupakan konsekuensi tak terelakkan dari perubahan? Apa beberapa luka berkelanjutan yang dirasa oleh fakultas dari kerugian masa lalu atau kesulitan? Bagaimana dan kapan Anda telah membantu menyembuhkan luka masa lalu reformasi, program, atau pemimpin yang menyebabkan sakit? Apakah kita mendorong upacara yang mengakui peristiwa penting pada suatu transisi dalam kehidupan staf dan siswa?  Bagaimana kita mengakui rasa sakit atau kesulitan orang-orang yang berusaha untuk meningkatkan kualitas pekerjaan mereka? Bagaimana kita membantu mengatasi kesedihan dan duka sebagaimana yang dihadapi komunitas sebagai suatu tragedi, rasa kehilangan, atau kematian anggota komunitas?

ASSESMEN PERAN PEMBANGUNGAN BUDAYA
Pikirkan saat kita telah mengasumsikan peran masing-masing. Untuk setiap peran, yang menggambarkan ketika kita mengambil peran, dan dampaknya terhadap sekolah. Jika kita telah mengabaikan beberapa peran, tanyakan pada diri kita sendiri, mengapa? dan melihat apakah kita harus mengambil beberapa peran alternatif?

Sejarawan
Kapan kita mengambil peran? Apa dampak yang kita dapat?
Detektif antropologi
Kapan kita mengambil peran tersebut? Apa dampak yang kita peroleh?
Visioner
Kapan kita mencoba untuk mengartikulasikan visi untuk sekolah? Apa dampak yang kita dapatkan?
Simbol
Kapan sikap dan tindakan kita tampak menonjol? Apa dampak yang Kita peroleh?

Pengrajin
Kapan kita mencoba cara untuk membentuk budaya? Apa dampak yang Kita dapatkan?

Penyair
Kapan kita mencoba untuk mengartikulasikan nilai-nilai dan keyakinan inti? Apa dampak yang Kita dapat?
Aktor
Kapan  kita naik ke panggung? Apa dampak yang kita dapat?
Penyembuh
Ketika Anda mencoba untuk menyembuhkan luka lama? Apa dampak yang Anda miliki?
PEMANFAATAN ACARA REGULER UNTUK MEMPERKUAT SEKOLAH BUDAYA
Sejumlah kegiatan tahunan memberikan waktu yang sangat baik untuk memperkuat nilai-nilai budaya. Terlalu sering acara semacam ini dipandang sebagai hanya peristiwa administratif atau teknis, setiap peristiwa dapat memiliki arti untuk memperkuat nilai-nilai inti. Tanyakan pada diri Anda pertanyaan-pertanyaan ini:

• Apakah pertemuan fakultas kita dapat membangun komunitas, menimbulkan rasa hormat, dan nilai profesional pemecahan masalah?

• Apakah pada tur keliling sekolah di sekitar gedung, yang dapat memungkinkan semua orang terhubung, saling berbagi, dan saling memberikan pujian satu sama lain?

• Apakah waktu penyusunan anggaran dan perencanaan digunakan untuk mengenali dan memperkuat membimbing para prinsip sekolah?

• Apakah perekrutan staff merupakan proses yang cermat dalam memilih orang yang berkualitas, melakukan inisiasi pertama ke budaya, dan waktu untuk mendongeng tentang sekolah?

• Apakah terdapat pertemuan orangtua saat perayaan, acara untuk beramah-tamah, dan saling berkomunikasi?

• Apakah dewan sekolah terorganisasi dengan baik dan terencana sehingga mereka dapat membangun hubungan antar staf dan siswa, serta menjadi kebanggaan sekolah?

• Pada akhir tahun, seluruh anggota dan staf sekolah datang bersama-sama untuk merayakan
keberhasilan, berduka ujung, dan melakukan identifikasi kemungkinan akan diselenggarakan pada tahun mendatang?

MERAYAKAN DAN MENINGKATKAN PERAN

Tidak ada yang sempurna dalam semua (delapan) peran. Kita akan merasa nyaman dan berhasil,  perlu diakui dan dirayakan. Terdapat peran lain masing-masing dari yang kita ingin meningkatkan, memperluas, atau memperbaiki. Kita boleh tidak nyaman dalam peran, atau kita mungkin perlu lebih banyak latihan untuk menjadi lebih baik dalam hal tersebut.
Kita renungkan cara kita memaknai delapan peran ini. Beri kesempatan diri kita  untuk peran mengambil yang paling efektif. Namun perlu mempertimbangkan apa yang mungkin kita lakukan secara berbeda di setiap tempat kita berada dan kurang berhasil.

Peran apa yang terbaik bagi kita?
Peran yang sangat efektif bagi kita?
Apa yang kita inginkan untuk meningkatkan atau memperluas peran tersebut?
Kita perlu membuat catatan mengenai:
Peran terbaik:
Peran yang perlu diperbaiki atau disempurnakan:
Langkah berikutnya yang perlu diambil untuk meningkatkan peran saya:

RENCANA PENGEMBANGAN PERAN DALAM PEMBENTUKAN BUDAYA
Pada halaman berikut, kita memiliki ruang untuk mengembangkan seperangkat rencana tindakan rencana untuk pekerjaan. Meskipun kita telah membentuk budaya dengan kata-kata kita dan tindakan kita seperti memimpin, berpikir lebih sistematis dapat membantu kita  menjadi lebih reflektif dan lebih efektif dalam membentuk budaya. Kita mendorong diri kita untuk berpikir tentang bagaimana kita membaca, menilai, dan memperkuat atau mengubah budaya dan perkembangannya secara harian, mingguan, atau secara tahunan. Kita dapat mengembangkan beberapa rencana tindakan pribadi.



Rencana Tindakan Harian
8.00  PAGI.
Tengah hari

03:30

Rencana Tindakan Mingguan
Senin
Selasa
Rabu
Kamis
Jumat
Sabtu
Minggu

Rencana Tindakan Tahunan
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Januari
Februari
Maret
April
Mungkin
Juni
Juli
PEMIKIRAN AKHIR
Kepala sekolah memiliki banyak pemikiran bahkan lebih banyak dari piring mereka. Setiap hari penuh dengan situasi yang menuntut perhatian segera sebagaimana lahan tambang yang dapat meledak tanpa peringatan setiap saat. Jadi, bagaimana seorang pelaku harus memusatkan perhatian dan mengambil tindakan? Banyak orang percaya bahwa aspek teknis sekolah -terutama instruksi- harus berada pada bagian atas daftar prioritas. Buku panduan lapangan ini menawarkan jalan lain. Hal ini merupakan budaya sekolah yang benar-benar penting, dan menjadi tempat di mana kepala sekolah perlu mencurahkan banyak waktu dan perhatian mereka. Tanpa seperangkat fokus dan kemampuan kohesif pada norma-norma serta nilai-nilai budaya, sekolah adalah terjerat, dan takhluk pada tekanan yang bergolak dan selalu berubah, mendikte arah yang dianggap menjanjikan. Tanpa kompas budaya, sekolah menjadi baling-baling cuaca, yang membuat semua orang pusing dan mengalami kebingungan tentang ke mana arah dan tujuannya.
Buku panduan lapangan ini menunjukkan tiga hal utama yang perlu untuk dilakukan kepala sekolah: (1) membaca tanda-tanda budaya dan petunjuk; (2) menilai mana yang bekerja dan mana yang tidak; dan (3) kapan atau di mana diperlukan, segala keadaan haru segera dirubah menjadi lebih baik. Tugas pertama yang melemparkan kepala sekolah dalam peran
detektif antropologi; kedua menekankan peran analitis mereka; dan ketiga bergerak mereka ke arah pengrajin tembikar, penyair, ataupun penyembuh.
Membaca Budaya Tiang Rambu
Seperti yang telah kita menunjukkan, ukuran peningkatan budaya tidak memerlukan gelar dalam antropologi. Ini adalah masalah melangkah kembali dan membaca berbagai tanda yang tersirat dari kejadian sehari-hari.
Semua kelompok orang, dari waktu ke waktu, berkembang dalam pola yang khas dari apa yang dihargai dan sebagaimana orang harus bersikap. Di balik bahasa, ritual, dan folkways merupakan seperangkat yang diambil – secara “for granted” sebagai asumsi yang membantu untuk memperoleh memahami kehidupan mereka di tempat kerja. Setiap kepala sekolah harus meluangkan waktu untuk menguraikan perekat simbolik yang melekatkan bagian-bagian di sekolah. Waktu termudah untuk melakukannya adalah ketika kepala sekolah yang baru dan belum diindoktrinasidalam adat istiadat dan norma-norma yang ada. Tetapi hal ini juga bisa dilakukan oleh setiap veteran yang membuat komitmen.
Melakukan Asesmen Budaya Sekolah
Beberapa pelajaran bahwa budaya lulus dan berlaku dari generasi ke generasi yang menyediakan dan melayani kebutuhan kontemporer dengan sangat baik; pelajaran lainnya telah kehilangan makna pola budaya meaning. Ketika mereka memiliki sedikit makna, orang menjalani dengan gerakan tanpa emosi, dan menemukan sedikit hal yang digunakan untuk menghubungkan mereka kepada orang lain atau sekolah. Sekolah menjadi lingkungan yang steril di mana siswa, staf, dan guru hanya menempatkan diri dalam waktu mereka, serta menemukan makna lain -dalam geng, keluarga, atau pekerjaan paruh waktu.
Lebih buruk lagi, terdapat di beberapa budaya, keyakinan dan praktik yang kontra produktif. Meskipun hal tersebut mungkin telah melayani tujuan-tujuan yang ada di masa lalu, sebagaimana cara-cara lama telah menjadi negatif dan destruktif untuk saat ini. Hal-hal tersebut mungkin masih digenggam dan dianut bersama oleh  suatu kelompok, tetapi perjanjian lama tersebut  saat ini menjadi lebih beracun daripada disebut produktif. Setelah pelaku mendapat berbagai manik-manik pada budaya sekolah, ia kemudian dapat mencoba untuk mencari tahu  mengenai apa yang bekerja dan apa yang tidak. Praktek  yang sukses sekalipun memerlukan penguatan dan perayaan; terdapat orang lain yangperlu diubah.

Transformasi Budaya Sekolah
Selama beberapa dekade terakhir, upaya nasional telah difokuskan pada reformasi sekolah. Sebagian besar upaya ini telah menekankan pada masalah teknis, dengan maksud agar sekolah lebih "rasional" - lebih menekankan pada citra bisnis (atau sebagaiman pemikiran bisnis para reformis). Reformasi telah menjadi kuat dan mahal; hasil telah dilebur. Namun konsekuensi yang tidak diinginkan dari gelombang demi gelombang perubahan seringkali telah melemahkan budaya sekolah. Di seluruh negeri, terlalu banyak sekolah tempat steril di mana guru membuat permintaan maaf untuk apa yang mereka lakukan: ". Aku hanya seorang guru", di sekolah lain lingkungan beracun di mana orang dengan riang gembira  dalam melawan perbaikan atau melancarkan sabotase perubahan. Tantangan nyata bagi sebagian besar kepala sekolah adalah bagaimana membawa perubahan dari bawah menuju ke atas, bukan hanya mengikuti perintah yang dipaksakan dari atas (lembaga yang lebih tinggi). Namun akan lebih baik melihat terlebih dahulu secara mendalam mengenai apa yang diperlukan untuk melakukan perubahan.
Di dunia seperti saat ini, terdapat berbagai tuntutan untuk melakukan perubahan diri, ataupun merubah orang di sekitar mereka, ataupun mempertahankan beberapa hal yang masih produktif, berguna ataupun positif. Perubahan dapat dilihat seperti tindakan yang menggantung. Kita membiarkan sebelum dapat kita ambil alih. Namun jika kita membiarkan pergi terlalu cepat, kita akan kehilangan kesempatan berikutnya. Jika kita memegang terlalu lama, kita pun akan kehilangan momentum.
Kami percaya bahwa tindakan melepaskan merupakan langkah penting dalam suatu pergerakan atau perubahan. Hal ini dapat diartikan bahwa kepala sekolah akan perlu mengatur waktu atau periode untuk terjadinya kebangkitan kolektif, pemakaman, periode berkabung, dan acara peringatan untuk membantu menyembuhkan luka budaya disebabkan oleh perubahan dan reformasi. Bagi sebagian besar kepala sekolah, peran penyembuh tidak ditulis ke dalam deskripsi pekerjaan formal. Tapi kami percaya bahwa itu adalah salah satu tugas penting pada kepemimpinan sekolah. Kita tidak dapat membentuk nilai-nilai budaya dan tradisi baru pada lanskap sekolah secara penuh dengan kegagalan masa lalu, harapan dan impian yang pernah hancur. Terlalu sering, kepala sekolah mengatakan bahwa hal ini membutuhkan visi ketika sekolah mereka masih menganut sejarah lama yang perlu disingkirkan, sebelum seseorang dapat menggantungkan harapan pada masa depan yang lebih baik.
Ketika Kita bergerak maju, pastikan untuk memperkuat segala hal positif, serta elemen-elemen yang berharga dan bermakna pada budaya sekolah kita, saat kita kembali mendapatkan energi untuk menyembuhkan infeksi lama dari lingkungan beracun. Selanjutnya membantu mengembalikan kompas budaya dan rasa satu tujuan di sekolah kita.


REFERENSI
Bower, M.Will to Manage. New York:McGraw-Hill, 1996.
Clark, B. “The Organizational Saga in Higher Education.” Administrative Science Quarterly,
1972, 17, 178–184.
Deal, T. E., and Kennedy, A. A. Corporate Cultures: The Rites and Rituals of Corporate Life.
Reading,Mass.: Addison-Wesley, 1982.
Deal, T. E., and Key, M. K. Corporate Celebration: Play, Purpose, and Profit at Work. San
Francisco: Berrett-Koehler, 1998.
Deal, T. E., and Peterson, K. D. The Leadership Paradox: Balancing Logic and Artistry in
Schools. San Francisco: Jossey-Bass, 1994.
Deal, T. E., and Peterson, K. D. Shaping School Culture: The Heart of Leadership. San
Francisco: Jossey-Bass, 1999.
Gordon,W. J. Synectics: The Development of Creative Capacity. New York: Collier Books,
1961.
Kouzes, J. M., and Posner, B. Z. Encouraging the Heart: A Leader’s Guide to Rewarding and
Recognizing Others. San Francisco: Jossey-Bass, 1999.
Kübler-Ross, E. On Death and Dying. New York:Macmillan, 1969.
Ott, J. S. The Organizational Perspective. Pacific Grove, Calif.: Brooks/Cole, 1989.
Schein, E. H. Organizational Culture and Leadership. San Francisco: Jossey-Bass, 1985.
Waller,W. The Sociology of Teaching. New York:Wiley, 1932.