Jumat, 14 Oktober 2016

“Penantian sebagai Suatu Pekerjaan”: Cinta dan Uang pada Migrasi antar Negara Cina-Korea (1)

Membaca salah satu artikel June Hee Kwon dari website “Cultural Anthropology” (culant.org)  tiba-tiba ada rasa ingin berbagi cerita tentang jurnal antropologi budaya yang mengkaji migrasi dengan metode etnografi. Judulnya begitu menarik “The Work of Waiting: Love and Money in Korean China Transnational Migration”, atau kurang lebihnya dapat diterjamahkan secara bebas “Penantian sebagai Pekerjaan: Cinta dan Uang Migrasi antar Negara orang-orang Cina Korea.
Artikel tersebut diawali dengan ilustrasi lirik lagu berbahasa cina yang berjudul “Semua orang Pergi” kurang lebih artinya sebagai berikut, “ Istri pergi, paman pergi, semua orang pergi, ke korea, ke Jepang, ke Amerika, ke rusia, untuk mendapatkan sesuatu yang lebih… semua orang terpisah dan menangis, apa arti hidup? Kita semua telah patah. Mengapa kita tersakiti dengan saling merindukan? Kita menunggu untuk kembali bersama lagi, suatu hari nanti.”
Lagu tersebut sangat popular di Yabian, yang merupakan bagian wilayah dari Republik Rakyat Cina. Fiturnya lirik menangkap pergeseran demografi dan yang muncul pada lanskap sosial ekonomi yang dibentuk oleh proses migrasi Cina ke Korea dalam jumlah besar. Di Korea Selatan hal ini dimulai pada awal 1990-an, setelah terjadinya reformasi ekonomi China. Trend dan semangat untuk migrasi ke Korea disebut “Angin Korea”,  baik di seluruh maupun di luar Yanbian. Angin Korea telah mendorong urbanisasi yang cepat dan pembangunan ekonomi yang dramatis di Yanbian dalam dua dekade terakhir. Hal ini juga membawa mobilitas multidimensi -tidak hanya secara fisik tetapi secara eksistensial (Hage 2009), seperti yang terlihat dalam mobilitas kelas Korea Cina ke atas dan belum pernah terjadi sebelumnya diri reinvention dari petani untuk penduduk kota untuk pekerja migran transnasional.
Di Yanbian, di mana "semua orang pergi" ke Korea, di sisi lain  juga banyak orang yang menunggu mereka yang berada di luar negeri. Single parent atau pasangan yang menunggu disebut “botoli”, istilah Yanbian yang berkonotasi pada seseorang yang menunggu dan menderita kesepian jangka panjang karena kondisi transnasional (terpisah berbeda Negara), dan rentang jarak karena tren migrasi kontemporer. Peningkatan jumlah “botoli”, dimaknai oleh warga Yanbian sebagai suatu pribadi yang kesepian dan menjadi laten menjadi sumber penyakit sosial, meningkatkan tingkat perceraian dan kenakalan remaja.
Penelitian etnografis ini dilakukan oleh June Hee Kwon yang mengumpulkan data dan informasi dari kelompok hiking, di mana anggota-anggotanya banyak yang merupakan “botoli”. Observasi tersebut dilakukan oleh Peneliti yang bergabung dengan hiking club tersebut, sehingga dalam kegiatan hiking tersebut banyak mendapatkan cerita langsung dari para botoli tentang kecemasan dan keprihatinan sebagai botoli.
Mungkin bersambung…


  • Hage, G (2009) Waiting. Carlton South, Vic. : Melbourne University Press (ISBN 978-0-522-85693-4)
  • https://culanth.org/articles/785-the-work-of-waiting-love-and-money-in-korean#cuanKwon_bib022

Tidak ada komentar: