Jumat, 28 Oktober 2016

Panduan Lapangan untuk Identifikasi Wujud Kultur Sekolah: Pengantar dan Sistematika Panduan Lapangan (1)

Saat kami mengumpulkan sejumlah kasus untuk buku “Wujud Budaya Sekolah”, kami memusatkan perhatian untuk menyajikan berbagai contoh terbaik dari budaya-budaya sekolah yang sangat luas dan beranekaragam. Contoh-contoh ini digunakan untuk menyentuh keinginantahuan semua yang memiliki rasa penasaran. Beberapa waktu lalu, ketertarikan para pemimpin yang memiliki berbagai pertanyaan mengenai bagaimana kami melakukan bersama mereka untuk mempelajari bagaimana membaca, melakukan assesmen, dan membentuk sekolah dan wilayah budaya mereka. Gambaran pendekatan-pendekatan yang memiliki ribuan prinsip sebaik gagasan-gagasan baru yang ada dalam buku-buku literatur kepemimpinan, ditarik bersama untuk menjadi suatu cara kongkret menjadi analisis, assesmen, dan penguatan secara kultural.

Panduan ini dirancang untuk membatu kita untuk merefleksikan dalam tindakan, maksud, dan pemahaman, serta kemudian dapat mengasah keterampilan kepemimpinan sebagaimana yang diinginkan untuk membentuk lingkungan pembelajaran yang lebih layak. Hal ini diharapkan dapat melegitimasi beberapa hal yang baru saja kita ketahui dan lakukan. Hal ini juga menyediakan kegiatan-kegiatan untuk mengembangkan kepeminpinan secara kultural, serta memperdalam dan meng-operasionalkan konsep kultur sekolah dengan cara menghubungkannya pada kesuksesan dan siswa-siswa nya.

Bagaimana menggunakan Buku Ini?
Panduan ini disiapkan sebagai pendekatan-pendekatan yang aktif dan reflektif bagi siapa saja yang ingin mengembangkan komunitas profesional mereka. Bagian ini menekankan pada tiga kunci tahapan cara dan tradisi kebudayaan.
 
Pemimpin harus dapat:
- Membaca kultur
- Melakukan assesmen kultur
- Memberi dukungan ataupun mengubah kultur

Pertama, hal ini merupakan hal yang penting untuk membaca budaya mereka. Mereka memiliki kebutuhan untuk memahami dari mana asal budaya –wilayah atau sejarah sekolah tersebut- saat ini. Selama proses tersebut, pemimpin harus selalu menafsirkan secara intuitif menentukan aspek-aspek kebudayaan yang positif, meningkatkan, dan memotivasi dan mengantisipasi yang negatif, tekanan, dan pemborosan.

Kedua, Pemimpin membutuhkan untuk menaksir/menilai/ melakukan assesmen budaya dengan mempertahankan cara-cara tertentu untuk menghindari kemungkinan-kemungkinan buruk. Mereka membutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi positif, dukungan norma, nilai-nilai, ritual, dan tradisi mereka. Namun mereka juga tetap harus memperhatikan aspek-aspek budaya yang mungkin negatif, berbahaya, atau beracun.Hal positif seperti apa yang dibutuhkan untuk memberikan dukungan? Hal negatif apa yang perlu untuk diubah? Sebagaimana yang kita pelajari, kita akan memulai secara intuituf untuk memulai melakukan assesmen aspek-aspek yang berbeda, sebagaimana yang terbaca dari suatu budaya atau segala hal yang berkaitan dalam kegiatan untuk belajar lebih banyak.

Ketiga, pemimpin harus mencurahkan dukungan penuh pada pola kebudayaan dan cara-cara untuk melakukan perubahan. Walaupun budaya wilayah atau sekolah terbaik tersebut dapat menjadi layu dan mati, walapun jika hal ini tidak dikelola atau didukung melalui rutinitas sehari-hari dan ritual yang bermakna. Demikian pula, aspek yang hampir mati atau negatif dari budaya mungkin perlu diubah, diubah, atau bahkan disemaikan lagi.

SISTEMATIKA SUSUNAN BUKU PANDUAN LAPANGAN: DISKUSI, CONTOH, AKTIVITAS, DAN GAGASAN/IDE

Buku ini disusun untuk menyediakan berbagai macam variasi sumber informasi, inspirasi dan beberapa saran. Buku ini dapat dibaca dan digunakan oleh semua orang dengan berbagai cara. Masing-masing bab akan dimulai dengan diskusi dan fitur-fitur tentang budaya, peran, dan pimpinan secara simbolik. Diskusi-diskusi ini akan selalu diikuti dengan seperangkat contoh sebagai ilustrasi gagasan, ataupun konsep-konsep. Berikutnya buku ini menyediakan penjelasan dan gambaran mengenai aktivitas-aktivitas baik secara individu ataupun tim pengajar, ataupun berbagai jenis pengajaran secara berkelompok, panduan ini dapat digunakan. Beberapa hal dirancang secara khusus untuk aktivitas kelompok, dan dilengkapi dengan saran mengenai bagaimana mengorganisir setiap sesi pengajaran. Beberapa di antaranya mengartikan untuk memicu refleksi; mereka seringkali mengajukan semacam pertanyaan bagi pembaca.

Hampir semua kegiatan dapat digunakan bersama kelompok; dalam kasus ini, pertanyaan-pertanyaan dapat menjadi topik dialog atau kelompok brainstorming. Diselingi oleh ide-ide yang menarik, yang menyediakan pembaca bersama masalah tambahan untuk mempertimbangkan atau menggunakan dengan staf. Beberapa di antaranya ditambahkan saran lebih lanjut untuk kegiatan, refleksi, dan rencana.
 
Referensi: 
 
Peterson. Kent. D, dan Deal. Terrence E. (2002). The Shaping School Culture Fieldbook. San Francisco: John Willey and Son Inc.
 

Tidak ada komentar: