Pengetahuan
Suatu kritik penelitian kependidikan menyatakan bahwa tidak menciptakan
tubuh pengetahuan yang dapat diandalkan oleh pembuat kebijakan dan para profesional.
Pertama, berbagai penelitian memiliki skala kecil dan tercerai-berai serta
tidak ada perkembangan pengetahuan tersebut secara kumulatif. Kedua, wacana
pendidikan terlihat menuai banyak kritik dari penelitian lain sehingga tidak
terdapat kesimpulan-kesimpulan yang telah terverifikasi- tanpa ada pengetahuan. Berbagai Kesimpulan
penelitian tampak lebih seperti keyakinan sementara daripada pengetahuan mapan.
Salah satu analisis
filosofis mengetahui bahwa terdapat sesuatu yang terjadi seperti misal. 'X mengetahui
P' (di mana P merupakan singkatan dari pernyataan apapun) jika, dan hanya jika,
(i) X mempercayai P, (ii) X dinyatakan dianggap benar diyakini sebagai P, dan
(iii), maka P benar. (Lihat variasi dari
analisis Ayer, 1956; Scheffler, 1965;
Woozley, 1949.) Sebagai contoh, klaim guru untuk mengetahui bahwa seorang murid
akan melakukan hal yang baik dalam ujian, disangkal jika (i) guru menunjukkan
kurangnya kepercayaan dengan memberikan pelajaran perbaikan dasar, atau (ii)
dengan alasan percaya bahwa itu adalah keliru - ia membingungkan pekerjaan
siswa dengan orang lain, atau (iii) siswa akhirnya gagal ujian. Guru memiliki
keyakinan sementara tetapi keliru; tetapi ia kurang memiliki pengetahuan.
Klaim bahwa saya mengetahui
sesuatu akan menjadi kasus yang berakibat saya dapat saja sedang keliru, tetapi
dengan memperhatikan bukti atau argumen yang relevan, saya memiliki alasan yang
baik untuk begitu percaya. Selanjutnya, ternyata saya tidak salah. Proposisi ‘P'
itu benar. Dengan demikian, pada analisis ini, 'pengetahuan' akan secara logis
terkait dengan 'kebenaran' dan, memang, untuk 'realitas' yang membuat klaim
saya adalah benar dan untuk menegakkan dengan mode penyelidikan dan verifikasi,
secara objektif, dan pembenaran keyakinan itu. Pengetahuan bukanlah gambaran dari
keadaan psikologis pikiran -sebuah keyakinan yang kuat. Hal ini tergantung pada
kerangka yang disepakati publik sebagai pembenaran, sanggahan dan verifikasi.
Sedikit perbedaan
mengenai, pemikiran yang terhubung, kesadaran pengetahuan. Kita katakan sebagai
“tubuh pengetahuan. Peletakan penekanan Hal ini menekankan pada wilayah pikiran
seseorang. Seseorang tersebut mungkin mengacu pada akumulasi pengetahuan
seperti di perpustakaan atau basis data walaupun tidak seorangpun memilikinya.
Pengetahuan tanpa berpengetahuan a. Sesesorang dapat membayangkan pemusnahan
total umat manusia, namun bukan berarti pengetahuan yang disimpan jauh di
lemari arsip dan buku ikut musnah, dan hal ini menunggu penemuan kembali oleh
beberapa korban yang selamat. Popper (1972) menyebut hal ini sebagaimana 'dunia
ketiga' - pertama adalah kondisi mental saya dan keyakinan dan yang kedua
menjadi realitas yang ada secara independen dari wilayah mental. Masalah dalam
gagal untuk mengenali 'dunia ketiga' ini adalah bahwa, pertama, 'pengetahuan'
datang untuk dihubungkan dengan keyakinan pribadi masing-masing individu dan,
kedua, pembenaran klaim pengetahuan akan didasarkan dalam mata rantai
wilayah-wilayah subjektif pikiran pada realitas objektif. Dan permasalahan
tersebut tercermin pada pencarian Descartes untuk menemukan proposisi
terbantahkan melalui proses keraguan metodologis yang tidak bisa diragukan.
“Tubuh Pengetahuan” ini
merupakan berbagai teori, proposisi dan penjelasan yang telah terakumulasi dari
hasil pencarian, kritik, argumen, dan argumen balasan. Hal ini telah teruji dan
di kritik, dan merupakan yang bertahan dari kritik. Dengan demikian hanya beberapa
“tubuh pengetahuan”, yang diperkuat dengan pemikiran yang baik, yang memenuhi
ketentuan. Dan memang tingkat kepercayaannya tergantung pada keterbukaan untuk
tantangan dan sanggahan publik. Oleh karena itu, setiap 'tubuh pengetahuan',
meski dengan baik dikuatkan, hanya dapat bertahan relatif sementara; karena
selalu terbuka untuk berubah lebih lanjut melalui kritik. Hubungan antara
pengetahuan 'dan' kepastian 'rusak. Kekuatan keyakinan seseorang dan rasa
kepastian terdapat pada jaminan pengetahuan. Memang, tidak terdapat dasar untuk
kepastian; hal itu selalu dibayangkan bahwa apa yang percaya akan berubah
menjadi salah dalam ketika bukti dari pengalaman dan kritik lebih lanjut.
Hal ini menjadi tugas guru supaya pembelajar
muda dapat mengungkapkan secara tubuh pengetahuan secara publik, dengan
demikian dapat mengubah representasi subjektif tentang dunia. Dengan
“pengungkapan” bentuk atau tubuh pengetahuan yang dimaksud tersebut adalah
diperolehnya pemahaman mengenai gagasan-gagasan kunci atau konsep-konsep yang
ada di dalamnya, mode-mode pengumpulan informasi sebagaimana yang mereka
bangun, uji kebenaran dan validitas. Dan
Bruner (1960) berpendapat bahwa hal ini akan dapat di mulai dalam suatu
cara yang terhormat secara intelektual pada suatu jaman.
Kegagalan untuk mengenali hal tersebut, adalah
ketika seseorang berada dalam bahaya yang merongrong otoritas dan peran
profesional guru. Guru dibayar bukan untuk memberikan pandangan pribadi dan
kepastiannya. Otoritas guru terletak pada penguasaan atau pemahaman bentuk atau
tubuh pengetahuan yang diacu demi meningkatkan dan membentuk penilaian terhadap
pelajar. Matematikawan merasa percaya diri dalam mengajar karena memiliki bukti
publik sebagai fakta bahwa dia telah menguasai elemen kunci dalam tubuh khas
pengetahuan tersebut. Ini bukan permainan pribadi yang ia mainkan. Itulah
sebabnya pengajaran pengembangan pribadi dan sosial sangat sulit dan tidak
populer. Ketika tubuh pengetahuan telah disepakati secara publik, maka guru
dapat menentukan untuk menambahkan bentuk penilaian pelajar. (Itu untuk alasan
ini bahwa Stenhouse, dalam mengembangkan Proyek Kurikulum Humaniora, bersikeras
menerapkan penggunaan strategi pengajaran tertentu untuk pengajaran dengan isu-isu
kontroversial mengenai hidup praktis (lihat Stenhouse, 1975).
Pertanyaan untuk penelitian kependidikan
kemudian muncul, apakah ada atau dapat menjadi suatu tubuh pengetahuan beserta
dengan atribut aspek-aspek dari gagasan-gagasan dan konsep-konsepnya? Karena
hal ini merupakan prinsip dan teori-teori umum, merupakan mode penyelidian yang
sering dianggap aneh, sebagaimana tes telah disepakati kebenarannya, karena
telah berkembang dan bertahan melalui
berbagai macam kritik, percobaan, pengujian, refleksi dan sebagainya. Kemudian
seseorang mungkin akan memanfaatkan dengan penuh keyakinan sebagai pembuat
kebijakan atau sebagai seorang profesional dalam membuat keputusan tentang apa
yang harus dilakukan. Tubuh Pengetahuan mungkin akan turun level menjadi
tingkat yang cukup rendah dan tidak terlalu teoritis. Hal-hal tersebut memuat
generalisasi tentang beberapa hal seperti misalanya efektivitas suatu sekolah. Hal
ini dapat dipinjam dari ilmu-ilmu sosial, untuk menjadi teoritis dalam bahasa
dan cara untuk menjelaskan.
Satu kritik mengenai penelitian pendidikan kemudian
muncul, yaitu terdapat hal yang terlihat
tidak menjadi seperti badan pengetahuan. Terdapat hal yang kemudian tidak
menjadi program penelitian jangka panjang, di mana para peneliti baru, membangun
pondasi dari penemuan-penemuan yang sudah tua. Yang sekarang membaca Bruner
atau Peel? Seberapa jauh pengetahuan lama hadir turut membangun penelitian
Piaget (seorang struktural fungsionalis Perancis dalam bidang psikologi) dan
Kohlberg (Pengembang Konstruktivisionis yang terinspirasi oleh Jean Piaget,
Red)? Apakah penelitian yang baik sudah diraih oleh Stenhouse? Rintisan riset
dan pemikiran Stenhouse menghilang bersama kematiannya di usia muda -atau Akankah
akan dilanjutkan oleh murid-muridnya setelah kematiannya? Oleh karena itu terdapat
pertanyaan-pertanyaan penting yang harus dipertanyakan tentang sifat pertimbangan
profesional dan hubungan tersebut demi perkembangan pengetahuan melalui
berbagai penelitian.
* * *
Pring telah menekakankan pada kunci dan
konsep-konsep penting dalam berbagai pemahaman tentang riset. Khususnya dengan
melansir pendapat seseorang yang telah memberikan beberapa konsep-konsep yang
secara mendalam mempengaruhi praktek penelitian dan kepercayaan seseorang untuk
memberikan kesimpulan-kesimpulan.
Di sisi lain, seseorang dapat mengatakan “dunia
nyata” dapat diteliti, dengan keberadaannya secara independen terpisah dari
kehendak peneliti, dan mengikuti prosedur yang layak (objektif), dan hal ini
membuat pernyataan-pernyataan yang dapat di-verifikasi dengan demikan dapat
ditampilkan menjadi sesuatu yang “benar”. Sementara kebenaran yang tergantung pada
fakta-fakta dengan sedikit canggung dalam menentukan apa yang dapat dikatakan
secara benar. Selanjutnya, akumulasi pernyataan yang benar mungkin memandu
menuju sistem yang tersurat dan penjelasan (a
body of knowledge) serta dalam sorotan kritik dan bukti-bukti lebih lanjut,
akan terus berubah. Namun perubahan tersebut akan menjadi semacam proses
pertumbuhan dan perkembangan, setiap tahap tidak berhasil menggabungkan tetapi juga
mengembangkan menjadi lebih kompleks daripada sebelumnya.
Di sisi lain, hal ini tidak hanya dapat
dibahas hanya salah satu ketika membahas realitas independen dari peneliti.
'Reality' merupakan konstruksi sosial, dan batas-batas antara tujuan dan
subjektivitas menjadi kabur. Terdapat banyak realitas karena terdapat banyak
konstruksi sosial, dan tentu saja peneliti menjadi bagian dari dunia yang akan
diteliti, dan kebenaran bukan lagi hubungan antara pernyataan dan fakta-fakta dari
sekitar pernyataan, melainkan hasil dari negosiasi dan kesepakatan pada ranah yang
harus dianggap sebagai nyata.
Pring (2005: 82) ingin berpendapat bahwa hal
tersebut di atas sebenarnya jauh lebih rumit. Hal initercermin dalam analisis konsep-konsep
yang berbeda. Pembahasan mengenai konsep-konsep tersebut memang tidak akan
berhenti di sini. Namun ada hal yang telah terpotong, yaitu, tempat dari common sense dalam evaluasi sebagaimana
yang dikatakan penelitian. Kritik Pring terhadap Mr Blunkett, penelitian yang
tidak mengukur sampai pada nalar, itu pasti akan ditolak. Namun siapa yang
memiliki akal sehat dalam pikirannya? Sebuah pertimbangan ini akan membantu
kita untuk lebih dekat dengan sifat penelitian pendidikan - yaitu, penelitian
yang lebih masuk akal dari praktek pendidikan.
Referensi
Ayer, A. J. (1956) The Problem of Knowledge. London:
Penguin.
Bruner, J. (1960) The Process of Education. Cambridge:
Harvard Press.
Pring,
Richard, (2005) Philosophy of Educational Research, Second Edition. London:
Continuum
Popper, K. (1972) Objective Knowledge: an evolutionary
approach. Oxford: Oxford University Press.
Scheffler, I. (1965) Conditions of Knowledge. Chicago:
Scott. Foresman.
Stenhouse, L. (1975) An Introduction to Curriculum Research and
Development.London: Heinemann
Woozley, A. D. (1949) Theory of Knowledge. London:
Hutchinson.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar