Pelabelan
istilah dalam riset selalu terdapat bahaya- (Pring, 2005: 97) untuk menjadikan
semua konsep tersebut lebih konkret (sebagaimana istilah para sosiolog). Namun
bahaya menolak sumber dari positivisme, adalah bahwa seseorang mungkin sebenarnya
menolak tradisi penelitian pendidikan yang pernah telah terbukti memang sangat
bermanfaat. 'Aritmatika politik' dikaitkan dengan tradisi penelitian
kuantitatif yang membutuhkan pengumpulan data lapangan, terutama dalam
kaitannya dengan gender, etnis dan kelas sosial, dan bermaksud untuk menemukan korelasi data tersebut dengan
kinerja dan prestasi berikutnya. Asumsi (asumsi memang cukup eksplisit dalam
beberapa kasus -. Lihat Heath, 2000, hal 314) adalah bahwa salah satu legitimasi
yang dapat menunjukkan tentang hubungan kausal antara, katakanlah, kelas sosial
dan prestasi akademik, mengingat kekuatan korelasi dalam tradition tersebut,
tercermin dalam karya Floud et al. (1956), Halsey et al. (1980), dan Heath et
al (1990), menyajikan data bagi mereka yang menentang seleksi penerimaan siswa
di sekolah-sekolah tata bahasa (grammar
schools) di Inggris. Hal ini menjadi klaim sebagai hal yang 'a-teoretis'
dan deskriptif, karena membiarkan fakta berbicara dengan sendiri sendirinya.
Bahaya yang
terdapat tradisi positivis tersebut mungkin dikacaukan oleh mereka yang
mengasosiasikan positivisme 'obralan', dan mereka yang menolak pendekatan yang
valid untuk penelitian pendidikan. Dan bahaya ini tercermin pada terjadinya
penurunan jumlah peneliti dalam lembaga-lembaga kajian kependidikan yang
terlatih dalam tradisi aritmatika politik. Singkatnya, terjadi kekurangan
peneliti kuantitatif yang baik. Tentu saja, di satu sisi, ini bukan
'atheoretical'. Terdapat anggapan bahwa 'fakta berbicara sendiri', bahwa
deskripsi, seperti pada kelas sosial, kemudian dapat dikaitkan dengan
sekelompok orang yang diharapkan dapat berperilaku dengan cara yang khas dan
dapat diprediksi. Kelas sosial itu sendiri menjadi elemen kausal dalam rantai
penjelasan pencapaian manusia dan kinerja.
Pada seri
artikel sebelumnya edisi 19- 27 (Konsep Kunci dan Penyelesain Konflik), Richard
Pring berpendapat (terhadap mereka yang menolak dasar 'positivis' dalam penelitian
pendidikan), bahwa masih perlu untuk mempertahankan mengenai gagasan 'fakta
sosial' dan 'kausalitas' dalam melakukan penjelasan tentang manusia, serta secara
fisik, dann peristiwa. Ia juga
berpendapat bahwa mungkin untuk melakukannya tanpa komitmen pada posisi sebagai
determinis total atau penolakan cara khas dari personal dalam dunia dan
pengalaman sosial yang ditafsirkan oleh masing-masing individu. Hal ini merupakan
kegagalan untuk melihat ini yang menciptakan 'dualisme palsu' antara penelitian
kuantitatif dan kualitatif (lihat Edisi 18).
Di sisi
lain, terdapat (dan akan selalu ada) kesulitan-kesulitan melalui kesepakatan
konsep-konsep ataupun kategori tersebut seperti 'kelas sosial' atau 'etnis
minoritas'. Hal ini bukan klasifikasi yang 'menatap rupa'. Dalam konsep-konsep
ini adalah cara melakukan klasifikasi yangmenjadi parasit pada konsep yang
lebih luas, serta konsep pemahaman budaya masyarakat - di mana pemahaman tersebut
akan bergeser sebagai basis ekonomi dari perubahan masyarakat dan pengujian
kritis terhadap konsep kita, akan mengikis cara-cara memahami dunia sosial
sebelumnya. Hal ini menciptakan permasalan dalam perbandingan longitudinal
mengenai 'fakta sosial'.
REFERENSI:
Floud, J., Halsey, A. H. and Martin,
F. M. (1956) Social Class and Educational Opportunity. London:
Heinemann.
Foster, P. (1999) ' "Never mind
the
Halsey, A. H. (1972) Education
Priority, Vol. \. London: HMSO.
Halsey, A. H., Heath, A. F. and Ridge,
J. M. (1980) Origins and Destinations: family, class and education in modern
Britain. Oxford: Clarendon Press.
Heath, A. F. and Clifford, P. (1990)
'Class inequalities in the twentieth century7. Journal of the Royal
Statistical Society, Series A, 153.
Heath, A. (2000) 'The Political
Arithmetic Tradition in the Sociology of Education7. Oxford Review of
Education, 26 (3 & 4).
Pring, Richard (2005) ‘Philosophy of
Educational Research: Second Edition’, London: Continuum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar