Kamis, 11 Februari 2016

Filosofi Riset Kependidikan (13): Variasi Penelitian Kependidikan (Eksperimen)

Artikel ini akan melanjutkan bahasan sebelumnya mengenai variasi penelitian kependidikan. Kali ini akan diulas mengenai pengertian dan dasar dari salah satu pendekatan penelitian eksperimen ini dipilih. Dan kita akan dapat memahami, kapan pendekatan eksperimen ini dapat atau sesuai untuk digunakan. Berikut ini pemikiran dan pendapat Richard Pring mengenai eksperimen.

Eksperimen/ Percobaan
Eksperimen merupakan salah satu paradigma ilmiah dalam penelitian kependidikan yang meniru atau megadopsi dari bidang ilmu medis. Desain eksperimental merancang suatu percobaan dengan menggunakan dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok kontrol dan kelompok kedua merupakan kelompok eksperimental. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pendekatan eksperimental lebih sistematis dibandingkan pendekatan observasi. Karena dalam pendekatan ini, seorang peneliti benar-benar mengatur/menyesuaikan/merekayasa suatu kondisi dengan sangat hati-hati pada setiap elemennya, dan mengamatinya secara sangat cermat, terkendali/terkontrol, sehingga mendapatkan hasil yang sesuai. Kelompok kontrol dan eksperimen harus diseleksi dengan sangat hati-hati, sehingga hasilnya nanti layak untuk disimpulkan untuk menggambarkan atau mewakili populasi yang lebih besar. Supaya yang terjadi sebagaimana yang diinginkan, dua kelompok yang diambil secara random, kemudian dibandingkan, dan dilihat peforma dari dua kelompok tersebut. Terutama peforma hasil intervensi pada kelopok eksperimen. Riset atau penelitian tersebut didasarkan pada kelompok kontrol sebagai pembanding, dan tentu saja ini adalah hal yang secara ilmiah sudah mapan pada ilmu medis. Kemudian, jika seorang peneliti ingin mengetahui dampak obat-obatan tertentu, maka ia akan menentukan secara acak dua kelompok pasien, kemudian menjaga supaya semua variabel menjadi konstan/tetap, lalu mengamati secara cermat pengaruh pada salah satu kelompok yang menggunakan obat tersebut. Kelompok-kelompok harus dalam jumlah yang besar untuk memperkecil signifikansi 'faktor pengganggu' atau pengecualian khusus untuk kasus umum.

Terdapat banyak contoh penelitian semacam ini di bidang pendidikan, dan seorang peneliti dapat merasakan godaan untuk memperluas pendekatan seperti ini untuk lebih luas lagi. Sebagai contoh penelitian Sylva and Hurry's (1995) pada intervensi untuk masalah penelitian“kesulitan membaca”dengan cara membandingkan antara kelompok eksperimen/intervensi dengan kelompok kontrol. Hal ini mungkin dapat disimpulkan, bahwa jika satu kelompok secara signifnifikan memiliki lebih tinggi dalam nilai membaca setelah periode intervensi, maka intervensi merupakan faktor yang signifikan. Dengan demikian intervensi tersebut merupakan faktor yang signifikan, dimungkinkan intervensi menjadi “sebab” dari perbedaan tersebut.
Konsep 'sebab' merupakan salah satu hal penting yang harus dicermati. Namun, dalam bahasan ini tampak sekarang akan bergeser pada paradigma sangat ilmiah yang telah dan akan selalu dipertanyakan. Mengingat intervensi atau perlakuan yang telah dijelaskan di atas merupakan perlakuan untuk membedakan kelompok, dengan demikian muncul pertanyaan, apakah tidak berbahaya mengabaikan perbedaan individual, yang tercermin pada kesadaran khas mereka sendiri, dalam rangka untuk mengobati setiap beberapa ribu anak sebagai unit identik dengan ditambahkan bersama-sama, dikurangi dan dibandingkan? Bagaimana bisa pendekatan ini digunakan untuk penelitian dipaksa untuk sesuai dengan keunikan yang jelas pada masing-masing individu? Walaupun di sisi lain, keunikan setiap individu dalam hal tertentu tidak berarti keunikan dalam segala hal. Nampaknya terdapat aspek-aspek tertentu dari menjadi manusia yang paling dimungkinkan untuk membuat generalisasi tentatif mengenai bagaimana individu akan bersikap atau bereaksi - sementara pada saat yang sama mengakui bahwa pasti akan ada pengecualian. Apakah pengakuan dari cara khas kesadaran pribadi tidak memungkinkan disamakan dan di-generalisasir (bagaimanapun tentatif) tentang motif manusia, aspirasi, menilai, cara belajar, dll?

Teka-teki dalam berbagai  pertanyaan penelitian seakan menuntut  pemisahan dan pembedaan tegas antara pendekatan kuantitatif dengan pendekatan kualitatif - dan perbedaan yang jelas sering dibuat berdasarkan tujuan, objektif, dunia yang teramati dan terukur ilmu pengetahuan, di satu sisi, dan di sisi lain, subjektif dan dunia tak terukur dari kesadaran individu. Pring (2005) mengatakan perbedaan ini terlalu dibesar-besarkan untuk keunikan masing-masing orang. Mungkin kita membuat terlalu tajam memisahkan antara kesadaran 'pribadi' dan 'subjektif' dan 'publik' dan dunia 'obyektif', baik fisik dan sosial. Mengingat sifat manusia itu dan mengingat kondisi fisik yang diperlukan untuk aktivitas mental, maka mungkin generalisasi dapat dilakukan, diverifikasi oleh pengamatan, secara ketat. Saling keterkaitanm antara publik dan privat, objektif dan subjektif, fisik dan mental, pribadi dan sosial, terlalu sering diabaikan oleh para peneliti yang mendukung 'paradigma penelitian ' menggenggam kuat atau berpihak pada salah satu sisi yang berberda dan saling tertutup antara satu dengan yang lainnya.

Referensi:

Sylva, K. and Hurry, J. (1995) The Effectiveness of Reading Recovery andPhonological Training for Children with eading Problems. London: Thomas Coram Research Unit.

Pring, Richard. (2005)

Philosophy of Educational Research, Second Edition. London: Continuum

Tidak ada komentar: