Salah
satu pokok bahasan penting yang perlu dicatat, yaitu variasi atau jenis- jenis
penelitian Kependidikan. Pendekatan yang bervariasi ini digunakan untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang berbeda, Hal ini tentu saja masuk akal ketika hal yang akan diteliti
prakek kependidikan, fenomenologi yang kompleks, tentu saja harus menggunakan pendekatan penelitian
yang berbeda. Peneliti harus memilih
pendekatan dalam proses pencarian “kebenaran”, namun dibalik
pendekatan-pendekatan yang berbeda tersebut tersembunyi perbedaan yang sangat
mendasar dalam jenis-jenis dasar
filosofisnya. Dengan demikian maka pendapat-pendapat yang saling bertentangan
di antara para peneliti ini didasari oleh asumsi dibalik metode penelitiannya
sebagai salah satu cara yang lebih efektif untuk menjalankan prosedur
penelitian tersebut. Hal ini akan dapat diilustrasikan acuan dan jangkauan
pendekatan yang akan sesuai dan dapat digunakan.
Mengamati
apa yang terjadi (Observasi)
Hal ini mungkin menjadi kesepakatan umum, jika
seseorang ingin mengetahui sesuatu ia akan pergi ke luar dan melihat-lihat dan
mengamati. Untuk mengetahui apa yang sedang terjadi membutuhkan observasi yang
sangat hati-hati, “merekam” secara sistematis segala sesuatu yang diamati
dengan tujuan mendapatkan generalisasi dari apa yang diamati. Terdapat
observasi yang lebih menekankan pada tujuan untuk mendukung generalisasi,
Seseorang yang memiliki keyakinan mungkin akan menyimpulkan hasilnya. Dengan
demikian, teori secara bertahap disusun secara induktif dari “rekaman-rekaman”
sistematis tersebut. Kebanyakan teori, ketika menguji secara terus menerus,
dengan demikian hal ini nanti akan dapat digunakan untuk memperkirakan hasil
yang dapat teramati (obeservable), dan berikutnya dapat digunakan
sebagai panduan praktis. Seseorang kadang dapat membayangkan atau memperkirakan
untuk melakukan observasi dengan dasar teori pada banyak hal, sebagaimana
bagaimana untuk memilih mana kelas kontrol, bagaimana mengajarkan bentuk-bentuk
kata, ataupun bagaimana menciptakan
suatu pembelajaran yang efektif.
Kunci
dari pembahasan ini adalah menjamin bahwa observasi akan menjadi konsisten
dalam suatu pendekatan. Karena tidak mustahil setiap observer masing-masing
memiliki perbedaan sudut pandang, perbedaan ketertarikan terhadap subjek
penelitian, dan terkadang observer berubah sudut pandang, sehingga dengan
observasi ini tidak memungkinkan untuk generalisasi dalam menarik kesimpulan. Dengan
demikian, maka perlu untuk 'Panduan
Observasi' (Flanders, 1970). Panduan dibagi berdasarkan sesi ataupun jam
pelajaran (dalam penelitian kelas), dan dalam panduan tersebut terdapat
petunjuk-petunjuk yang jelas mengenai hal yang memang benar-benar akan
di-observasi ataupun kegiatan/ kebiasaan/ perilaku/saikap subjek yang diamati
dalam sesi tersebut. Dengan demikian, maka seseorang akan dapat melakukan
pengamatan secara akurat dan pasti pada interaksi guru dan siswa. Selain itu, panduan
tersebut dapat digunakan oleh observer lain, dengan instruksi yang sama. Dan
mereka akan dapat memperoleh kesimpulan yang sama. Atau dengan penggunaan panduan
tersebut, mereka akan dapat mengamati
proses pembelajaran di kelas lain, dengan basis catatan tersebut, dan
disusun untuk membuat analisis perbandingan yang mungkin berguna. Peneliti akan
dapat membuat suatu generalisasi hanya ketika jumlah kasus-kasus meluas dan
mencukupi, sehingga dapat diuji kembali kebenarannya ketika dilakukan pada
observasi-observasi berikutnya ketika peneliti lain melakukannya dengan cara
yang sama. Jika demikian, maka suatu teori dapat dibuat.
Hal
ini merupakan suatu harapan untuk dapat membangun suatu pengetahuan pengajaran
atau kurikulum yang mudah untuk dipraktekkan, hal ini hanya akan terwujud
dengan melalui prosedur ilmiah (dibangun melalui observasi yang ketat,
generalisasi, dan verifikasi) dari dunia nyata. Hal yang diharapkan adalah
dasar kesepakatan untuk menjadikan observasi-observasi dan ketekunan niat untuk
selalu mengumpulkan dan selalu menguji tingkat keabsahannya. Dan roh dari
aspirasi ditangkap dengan observasi peneliti yang menyatakan bahwa dalam satu
proses pembelajaran, seribu interaksi telah terjadi di antara guru dan para
siswa. Hal ini merupakan suatu pemikiran/konsep bahwa “interaksi” adalah
sesuatu yang tidak dapat dibatasi, dalam pengamatan dan penambahan pada semua
interaksi yang terjadi. Terdapat banyak contoh penelitian berpengaruh di mana
hal itu menekankan pada pengamatan dengan cara ini. Penelitian dengan melakukan
'modifikasi perilaku' harus sangat
berhati-hati untuk mendefinisikan mengenai hal-hal apa saja yang harus diamati
secara tepat, yaitu perilaku dan berbagai hal yang dapat diamati (lihat Gurney,
1980). Para peneliti merasa dapat menghubungkan secara pasti kebiasaan perilaku
dengan kondisi, dan dapat melakukan pengujian melalui observasi yang sistematis,
mengenai apa yang terjadi ketika kondisi-kondisi tersebut telah berubah. Atau bahkan
hasil ujian/test/soal dapat dilihat sebagai salah satu jenis kebiasaan perilaku
yang dapat diamati, dengan maksud untuk memperoleh generalisasi sebagai “cara
pembelajaran yang efektif”. Hal ini akan dihubungkan dengan pengamatan tentang
bagaimana suatu sekolah dikelola, atau bagaimana para guru seharusnya berperilaku.
Dengan demikian, pengawas berkeliling dengan panduan observasi, dan guru
menerima nilai numerik atas dasar apa yang diamati.
Di
satu sisi, tentu saja observasi dibutuhkan, tetapi kebutuhan tersebut tidak
dapat dilakukan secara sembarangan yang akan mengaburkan hal-hal yang diamati.
Pertama,
observasi tidak begitu saja dengan sembarangan diambil secara bebas dari
konsep-konsep dan teori, terlepas dari prasangka, kepentingan, dan kesimpulan yang
dibawa peneliti pada pengamatan tersebut. Seperti misalnya permintaan untuk
mengamati objek-objek yang berbeda dalam suatu ruangan. Segera saat seorang
peneliti menyadari dirinya dalam kelas saat observasi, ia menemukan kesulitan
untuk memutuskan dan menentukan serta mengidentifikasi satuan (unit) objek,
beberapa di antaranya mereka adalah sekumpulan orang saja, ataukah mereka itu
satu keluarga? Apakah ini satu objek atau kah empat objek? Apakah mereka satu
kelompok? Mana yang mahasiswa mana yang dosen? Dalam kondisi peneliti yang
benar-benar orang baru dalam satu lingkungan tertentu kebingunan semacam ini
akan dialami.
Kedua,
Hal yang dapat ditunjukkan lagi, tentang ketidakjelasan kebiasaan perilaku dan
peran sebagai pengamat (observer). Sebagai contoh ketika dua guru yang muncul
akan melakukan hal yang sama, mungkin faktanya dua guru tersebut merupakan
sesuatu yang berbeda, seakan dalam mengajar mereka menirukan yang lainnya. Dua murid
menuliskan jawaban yang sama dalam kondisi yang sama, tetapi salah satunya
mengerjakan dengan rumus-rumus yang rumit, dan lainnya mengerjakannya dengan
kemampuan mengingatnya. Hal yang tampak di permukaan akan menjadi sama, dengan
fakta yang sesungguhnya berbeda. Ini semua hanya akan dapat disimpulkan dengan
mengacu pada pengengamatan mendalam terhadap aktivitas mental pada mereka yang
diamati. Dengan demikian, kita akan menyadari banyak kesulitan, dan ini
tergantung pada kualitas observasi.
Observasi “terfilter” oleh pemahaman, kesimpulan, dan keyakinan/kepercayaan
pelaku. Kadang mereka yang diamati juga tidak saling terbuka untuk saling
mengenal, dengan demikian pemaknaan dan motif dari mereka yang diamati, menjadi
poin yang sangat menentukan.
Pring
akhirnya menyimpulkan, bahwa untuk melakukan observasi tidak dapat mengabaikan
konsep-konsep kunci pendidikan (lihat artikel-artikel sebelumnya) dan Teori
interpretif (teori interpetasi, akan dibahas pada artikel-artikel berikutnya). Tapi
satu hal dapat dilakukan, tidak diragukan lagi, sudah dilihat seberapa jauh
jangkauannya pada isu-isu filosofis. Apakah dunia yang kita amati ini nyata atau
jangan jangan hanya dunia yang ditafsirkan secara pribadi dengan paradigma pikiran
sendiri (dan subjektif?)? Apakah hubungan antara bahasa yang kita pilih untuk
menggambarkan dunia dengan dunia itu sendiri, ataukah eksistensi kita secara
bebas? Dan kita melakukannya dunia manusia, yang ingin kita jelaskan, sesungguhnya
itu semua adalah kita sendiri, yaitu, interaksi dan interpretasi kita? Kami
mengambil begitu saja dan meyakini bahwa
“common sense/keyakinan umum” dari dunia ini sudah cukup akurat. Namun demikian tidak mustahil segala yang terjadi di
dunia ini telah terdistorsi berbagai konsep-konsep bodoh yang diyakini mengenai
dunia, seperti pada masa pra-Copernicus yang meyakini pengalaman subjektif
bahwa matahari mengelilingi bumi.
Referensi
:
Flanders, N. A. (1970)
Analysing
Teachers' Behaviour. Reading, Mass.: Addison-Wesley.
Gurney, P. (1980)
Behaviour
Modification. London: University of London Press.
Pring,
Richard. (2005)
Philosophy
of Educational Research, Second Edition. London: Continuum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar