Senin, 08 Februari 2016

Filosofi Riset Kependidikan (12): Variasi Penelitian Kependidikan (Observasi)

Salah satu pokok bahasan penting yang perlu dicatat, yaitu variasi atau jenis- jenis penelitian Kependidikan. Pendekatan yang bervariasi ini digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian yang berbeda, Hal ini tentu  saja masuk akal ketika hal yang akan diteliti prakek kependidikan, fenomenologi yang kompleks, tentu  saja harus menggunakan pendekatan penelitian yang berbeda.  Peneliti harus memilih pendekatan dalam proses pencarian “kebenaran”, namun dibalik pendekatan-pendekatan yang berbeda tersebut tersembunyi perbedaan yang sangat mendasar dalam jenis-jenis  dasar filosofisnya. Dengan demikian maka pendapat-pendapat yang saling bertentangan di antara para peneliti ini didasari oleh asumsi dibalik metode penelitiannya sebagai salah satu cara yang lebih efektif untuk menjalankan prosedur penelitian tersebut. Hal ini akan dapat diilustrasikan acuan dan jangkauan pendekatan yang akan sesuai dan dapat digunakan.

Mengamati apa yang terjadi (Observasi)
Hal ini mungkin menjadi kesepakatan umum, jika seseorang ingin mengetahui sesuatu ia akan pergi ke luar dan melihat-lihat dan mengamati. Untuk mengetahui apa yang sedang terjadi membutuhkan observasi yang sangat hati-hati, “merekam” secara sistematis segala sesuatu yang diamati dengan tujuan mendapatkan generalisasi dari apa yang diamati. Terdapat observasi yang lebih menekankan pada tujuan untuk mendukung generalisasi, Seseorang yang memiliki keyakinan mungkin akan menyimpulkan hasilnya. Dengan demikian, teori secara bertahap disusun secara induktif dari “rekaman-rekaman” sistematis tersebut. Kebanyakan teori, ketika menguji secara terus menerus, dengan demikian hal ini nanti akan dapat digunakan untuk memperkirakan hasil yang dapat teramati (obeservable), dan berikutnya dapat digunakan sebagai panduan praktis. Seseorang kadang dapat membayangkan atau memperkirakan untuk melakukan observasi dengan dasar teori pada banyak hal, sebagaimana bagaimana untuk memilih mana kelas kontrol, bagaimana mengajarkan bentuk-bentuk kata,  ataupun bagaimana menciptakan suatu pembelajaran yang efektif.
Kunci dari pembahasan ini adalah menjamin bahwa observasi akan menjadi konsisten dalam suatu pendekatan. Karena tidak mustahil setiap observer masing-masing memiliki perbedaan sudut pandang, perbedaan ketertarikan terhadap subjek penelitian, dan terkadang observer berubah sudut pandang, sehingga dengan observasi ini tidak memungkinkan untuk generalisasi dalam menarik kesimpulan. Dengan demikian, maka perlu untuk  'Panduan Observasi' (Flanders, 1970). Panduan dibagi berdasarkan sesi ataupun jam pelajaran (dalam penelitian kelas), dan dalam panduan tersebut terdapat petunjuk-petunjuk yang jelas mengenai hal yang memang benar-benar akan di-observasi ataupun kegiatan/ kebiasaan/ perilaku/saikap subjek yang diamati dalam sesi tersebut. Dengan demikian, maka seseorang akan dapat melakukan pengamatan secara akurat dan pasti pada interaksi guru dan siswa. Selain itu, panduan tersebut dapat digunakan oleh observer lain, dengan instruksi yang sama. Dan mereka akan dapat memperoleh kesimpulan yang sama. Atau dengan penggunaan panduan tersebut, mereka akan dapat mengamati  proses pembelajaran di kelas lain, dengan basis catatan tersebut, dan disusun untuk membuat analisis perbandingan yang mungkin berguna. Peneliti akan dapat membuat suatu generalisasi hanya ketika jumlah kasus-kasus meluas dan mencukupi, sehingga dapat diuji kembali kebenarannya ketika dilakukan pada observasi-observasi berikutnya ketika peneliti lain melakukannya dengan cara yang sama. Jika demikian, maka suatu teori dapat dibuat.
Hal ini merupakan suatu harapan untuk dapat membangun suatu pengetahuan pengajaran atau kurikulum yang mudah untuk dipraktekkan, hal ini hanya akan terwujud dengan melalui prosedur ilmiah (dibangun melalui observasi yang ketat, generalisasi, dan verifikasi) dari dunia nyata. Hal yang diharapkan adalah dasar kesepakatan untuk menjadikan observasi-observasi dan ketekunan niat untuk selalu mengumpulkan dan selalu menguji tingkat keabsahannya. Dan roh dari aspirasi ditangkap dengan observasi peneliti yang menyatakan bahwa dalam satu proses pembelajaran, seribu interaksi telah terjadi di antara guru dan para siswa. Hal ini merupakan suatu pemikiran/konsep bahwa “interaksi” adalah sesuatu yang tidak dapat dibatasi, dalam pengamatan dan penambahan pada semua interaksi yang terjadi. Terdapat banyak contoh penelitian berpengaruh di mana hal itu menekankan pada pengamatan dengan cara ini. Penelitian dengan melakukan  'modifikasi perilaku' harus sangat berhati-hati untuk mendefinisikan mengenai hal-hal apa saja yang harus diamati secara tepat, yaitu perilaku dan berbagai hal yang dapat diamati (lihat Gurney, 1980). Para peneliti merasa dapat menghubungkan secara pasti kebiasaan perilaku dengan kondisi, dan dapat melakukan pengujian melalui observasi yang sistematis, mengenai apa yang terjadi ketika kondisi-kondisi tersebut telah berubah. Atau bahkan hasil ujian/test/soal dapat dilihat sebagai salah satu jenis kebiasaan perilaku yang dapat diamati, dengan maksud untuk memperoleh generalisasi sebagai “cara pembelajaran yang efektif”. Hal ini akan dihubungkan dengan pengamatan tentang bagaimana suatu sekolah dikelola, atau bagaimana para guru seharusnya berperilaku. Dengan demikian, pengawas berkeliling dengan panduan observasi, dan guru menerima nilai numerik atas dasar apa yang diamati.
Di satu sisi, tentu saja observasi dibutuhkan, tetapi kebutuhan tersebut tidak dapat dilakukan secara sembarangan yang akan mengaburkan hal-hal yang diamati.
Pertama, observasi tidak begitu saja dengan sembarangan diambil secara bebas dari konsep-konsep dan teori, terlepas dari prasangka, kepentingan, dan kesimpulan yang dibawa peneliti pada pengamatan tersebut. Seperti misalnya permintaan untuk mengamati objek-objek yang berbeda dalam suatu ruangan. Segera saat seorang peneliti menyadari dirinya dalam kelas saat observasi, ia menemukan kesulitan untuk memutuskan dan menentukan serta mengidentifikasi satuan (unit) objek, beberapa di antaranya mereka adalah sekumpulan orang saja, ataukah mereka itu satu keluarga? Apakah ini satu objek atau kah empat objek? Apakah mereka satu kelompok? Mana yang mahasiswa mana yang dosen? Dalam kondisi peneliti yang benar-benar orang baru dalam satu lingkungan tertentu kebingunan semacam ini akan dialami.
Kedua, Hal yang dapat ditunjukkan lagi, tentang ketidakjelasan kebiasaan perilaku dan peran sebagai pengamat (observer). Sebagai contoh ketika dua guru yang muncul akan melakukan hal yang sama, mungkin faktanya dua guru tersebut merupakan sesuatu yang berbeda, seakan dalam mengajar mereka menirukan yang lainnya. Dua murid menuliskan jawaban yang sama dalam kondisi yang sama, tetapi salah satunya mengerjakan dengan rumus-rumus yang rumit, dan lainnya mengerjakannya dengan kemampuan mengingatnya. Hal yang tampak di permukaan akan menjadi sama, dengan fakta yang sesungguhnya berbeda. Ini semua hanya akan dapat disimpulkan dengan mengacu pada pengengamatan mendalam terhadap aktivitas mental pada mereka yang diamati. Dengan demikian, kita akan menyadari banyak kesulitan, dan ini tergantung  pada kualitas observasi. Observasi “terfilter” oleh pemahaman, kesimpulan, dan keyakinan/kepercayaan pelaku. Kadang mereka yang diamati juga tidak saling terbuka untuk saling mengenal, dengan demikian pemaknaan dan motif dari mereka yang diamati, menjadi poin yang sangat menentukan.
Pring akhirnya menyimpulkan, bahwa untuk melakukan observasi tidak dapat mengabaikan konsep-konsep kunci pendidikan (lihat artikel-artikel sebelumnya) dan Teori interpretif (teori interpetasi, akan dibahas pada artikel-artikel berikutnya). Tapi satu hal dapat dilakukan, tidak diragukan lagi, sudah dilihat seberapa jauh jangkauannya pada isu-isu filosofis. Apakah dunia yang kita amati ini nyata atau jangan jangan hanya dunia yang ditafsirkan secara pribadi dengan paradigma pikiran sendiri (dan subjektif?)? Apakah hubungan antara bahasa yang kita pilih untuk menggambarkan dunia dengan dunia itu sendiri, ataukah eksistensi kita secara bebas? Dan kita melakukannya dunia manusia, yang ingin kita jelaskan, sesungguhnya itu semua adalah kita sendiri, yaitu, interaksi dan interpretasi kita? Kami mengambil begitu saja  dan meyakini bahwa “common sense/keyakinan umum” dari dunia ini sudah cukup akurat. Namun  demikian tidak mustahil segala yang terjadi di dunia ini telah terdistorsi berbagai konsep-konsep bodoh yang diyakini mengenai dunia, seperti pada masa pra-Copernicus yang meyakini pengalaman subjektif bahwa matahari mengelilingi bumi.

Referensi :

Flanders, N. A. (1970)
Analysing Teachers' Behaviour. Reading, Mass.: Addison-Wesley.

Gurney, P. (1980)
Behaviour Modification. London: University of London Press.

Pring, Richard. (2005)

Philosophy of Educational Research, Second Edition. London: Continuum

Tidak ada komentar: