Senin, 01 Agustus 2016

FILOSOFI PENELITIAN KEPENDIDIKAN (41): KEBAJIKAN

Kebajikan adalah sifat-sifat umum untuk melakukan hal yang benar pada waktu yang tepat. Oleh karena itu, setiap daftar kebajikan, memuat nilai-nilai yang berlaku dalam tradisi sosial atau budaya. Sikap ksatria mencerminkan jenis perilaku yang diharapkan dari kelas ksatria, dan orang sopan sebagaimana seharusnya, bahkan dalam menghadapi kesulitan, ditata sedemikian rupa sehingga dapat bertindak dalam situasi yang tepat. Ketaatan diperlukan oleh setiap subjek dalam masyarakat otokratis (mampu mengatur diri sendiri), dan kebajikan memuat suatu tatanan untuk bertindak, bahkan ketika terdapat godaan selalu mengikuti harapan diri sendiri. Keadilan distributif mengacu pada distribusi barang langka atas dasar prestasi dan kebutuhan, dan hanya seorang yang berbudi luhur orangmemiliki kecenderungan kuat sehingga untuk bertindak dalam kebajikan tersebut.

Jadi seseorang mungkin bertindak dan bersikap sesuai dengan daftar kebajikan sebagai pandangan dari orang benar-benar berbudi luhur. Beberapa situasi moral kadang memerlukan banyak pertimbangan. Orang bertindak di luar kecenderungan 'alami' nya. Mereka melihat situasi tidak adil, dan, jika mereka begitu ditata akan berusaha untuk memperbaiki ketidakadilan tersebut. Orang yang baik akan mengakui rasa sakit yang dirasakan oleh lain dan akan mencoba untuk membawanya pada situasi nyaman. Orang yang berani tidak akan diatur untuk melarikan diri dari kewajiban nya walau terdapat "tanda bahaya". Hal ini sangat mungkin bagi seseorang menerima alasan untuk berperilaku dengan cara tertentu, tetapi tidak perlu diatur untuk bertindak - ketika tidak memiliki kebajikan yang relevan. Memang, kapasitas tersebut mungkin alasan dibuangnya perasaan yang tidak baik.

Kaitan dalam penelitian tidak terkecuali. Orang pintar, mengetahui kesimpulan yang mereka inginkan, dapat juga, jika terlalu ditentukan, ia akan menemukan data dan argumen untuk berdalih. Oleh karena itu, penelitian memerlukan pemilihan-pemilihan kebajikan yang sangat khas, baik moral dan intelektual.

Kebajikan intelektual menyangkut kecenderungan untuk mencari kebenaran bahkan ketika yang mungkin menyakitkan, dan ketidakberpihakan dalam menghadapi rival tetapi bukan interpretasi yang sama menariknya dan direkomendasikan. Kebenaran tidak selalu baik. Dan imbalan untuk perolehannya mungkin kecil. Kepentingan seringkali menyarankan untuk memotong kebenaran tersebut atau mungkin menjadi makhluk ekonomi dengan kebenaran atau tidak jarang menyerah dalam pencarian, dan atau berpihak dengan satu sudut pandang tertentu. Namun para peneliti benar, tidak akan merasa nyaman dengan perilaku tersebut. Perilaku seperti itu akan bertentangan dengan perasaan terdalam mengenai prinsip bagaimana mereka harus bertindak. Oleh karena itu kebajikan intelektual tersebut akan mencakup keterbukaan terhadap kritik dan kerjasama karena yang terpenting dari kebenaran adalah pengakuan secara pribadi dan orang-orang lain. Peneliti baik akan ngeri setiap upaya untuk 'memasak buku' atau untuk membungkam kritik atau untuk menghancurkan data atau untuk bertindak secara parsial.

Kebajikan moral akan menjadi sesuatu yang penting untuk mempertahankan terhadap bujukan atau tarikan yang menggoda seseorang dalam penelitian, bahkan kebajikan intelektual memerlukan beberapa hal antara lain: keberanian untuk tetap teguh menjalani ketika penelitian tersebut menjadi sulit atau tidak populer; kejujuran sebagai konsekuensi untuk mengatakan kebenaran, walaupun terdapat rasa tidak nyaman; perhatian kepedulian untuk kebaikan mereka yang sedang diteliti dan yang, mungkin memiliki kondisi yang rentan terhadap bahaya karena tindakan peneliti; kesederhanaan tentang manfaat penelitian dan kesimpulannya; kerendahan hati dalam menghadapi kritik dibenarkan dan kesiapan untuk menerima kritik tersebut dengan serius demi perbaikan penelitian tersebut.

Hal ini dapat diilustrasikan dalam pentingnya mengikat 'kepercayaan'. Kasus yang jelas pengkhianatan kepercayaan adalah ketika janji diingkari. Tentu saja terdapat sesuatu yang ganjil tentang kewajiban untuk menepati janji. Di mana kewajiban yang tidak diakui sangat berarti 'membuat perjanjian' rusak. Sedikit nilai dapat berkaitan erat pada janji yang diartikan bahwa janji-janji dapat dengan mudah rusak ketika dianggap sepele. Menepati janji tampaknya akan menjadi tugas dari prima facie atau dalam hal prinsip. Namun, kepercayaan yang dibangun antara peneliti dan diteliti, didasari saling mengerti atau memahami jarang sekali janji dibuat secara eksplisit. Hal ini lebih soal percaya implisit dengan informasi, dan penempatan diri dalam posisi yang rentan. Hal ini untuk yang rentan menjadi kendala nyata bagi evaluator atau yang sensitif/peka, namun berbagai kepentingan publik terikat pada informasi/data. Hal yang tidak mungkin untuk dikatakan adalah sesuatu yang harus dilakukan tanpa pemeriksaan kasus tertentu. Namun peneliti yang baik/bijak akan menyadari kesulitan yang orang lain; Peneliti tersebut akan menjadikan faktor pertimbangan yang lain akan tidak mencantumkan informasi rahasia tersebut.

Tentu saja, mustahil untuk merenungkan tes potensi moral peneliti, namun kualitas dan watak tersebut tampaknya akan menjadi penting. Hal ini jarang diperbincangkan. Dalam ketidak adanya kepedulian tersebut, sulit untuk melihat bagaimana seseorang dapat mempercayai hasil penelitian, yang kompleks jauh dari itu dan begitu tergantung pada sponsor, bahwa terdapat godaan bagi peneliti untuk mengambil jalan pintas, untuk melakukan penawaran pada sponsor dan hanya untuk melayani masyarakat yang membayar daripada untuk berkiprah pada komunitas riset.

Referensi :

Pring, R. (2005) Philosophy of Educatinal Research: Second Edition.  London: Continuum

Tidak ada komentar: