Senin, 25 Juli 2016

Filosofi Riset Pendidikan (38): Penelitian? dan Kesimpulan Penelitian Tindakan Oleh Guru sebagai Peneliti

Kita perlu untuk merenungkan mengenai hal yang tampaknya menjadi prasyarat yang diperlukan guru untuk melakukan refleksi, sebagaimana pada penelitian. Kata 'penelitian' yang digunakan terlalu elastis ketika diperluas ke 'penelitian guru' atau 'penelitian tindakan'- hal ini dikatakan demikian karena cenderung lebih 'perbaikan praktek' daripada ke 'produksi pengetahuan'? Apakah konsentrasi pada keunikan dan kekhasan dari 'praktek pendidikan' menghalangi relevansi penelitian sebagaiman hal yang biasanya  kita pahami (dan sebagai yang dibutuhkan oleh kebijakan berbasis bukti dan praktek ')?

Pertama, penelitian menunjukkan semacam kebenaran klaim, walaupun demikian tetap tentatif dan terbatas dalam penerapannya - bahkan jika klaim seperti tentang peningkatan praktek. Perbedaan antara penelitian ditujukan pada produksi pengetahuan dan penelitian ditujukan pada peningkatan praktek jauh lebih kabur dibanding asumsi dari Elliott. Oleh karena itu, semua penelitian, termasuk penelitian guru, mengarah pada kesimpulan yang disampaikan dengan sedemikian rupa sehingga kesimpulan tersebut dapat teruji pada pengalaman, secara kritis kembali diteliti, diuji konsistensi dengan keyakinan dan praktik lainnya. Kesimpulan tersebut harus mengacu pada bukti yang dikumpulkan dengan cara-cara yang terbuka terhadap pengawasan dan kritik. Alasan yang sangat lain yang dibesar-besarkan dalam buku Elliot tersebut adalah kesimpulan dari penelitian guru biasanya akan hanya terbatas dalam cara dan penerapan guru tersebut dalam menjalani aktivitas mengajarnya sendiri. Konteks merupakan persepsi dan keyakinan guru, aspirasi dan interpretasi pelajar dari situasi, semua mempengaruhi cara yang ingin diterapkan dan direalisasikan dalam praktek sesuai dengan kehendak kurikulum. Namun terdapat kesamaan yang cukup di antara konteks tersebut, dan seringkali terdapat kesepakatan yang cukup pada pemahaman dan nilai-nilai, untuk menguji hipotesis dengan dalam suatu situasi untuk memperjelas praktek serupa yang dilakukan oleh orang lain. Selanjutnya, bagian dari penelitian tersebut akan melukiskan fitur khas mengenai situasi yang membatasi supaya tidak terjadi kemungkinan generalisasi. Oleh karena itu, seperti dalam penelitian apapun, yang dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk perbaikan praktek harus mengarah pada perkembangan ilmu pengetahuan, bahkan jika ini konteksnya terikat, tentatif, sementara dan terus-menerus terbuka untuk perbaikan. Guru sebagai peneliti terlibat dalam usaha untuk menemukan hal-hal yang dapat bermanfaat, serta berbagi dengan guru lain, sehingga dapat mencapai sesuatu walau tanpa kesimpulan akhir.

Kedua, 'objektivitas' harus menjadi fitur penting, karena memang hal tersebut merupakan salah satu syarat dari penelitian. Objektivitas terletak pada upaya sistematis dan terbuka untuk memeriksa penafsiran bukti. Pring (2005) meminta bantuan orang lain untuk memperoleh interpretasi data yang lebih terang dan tepat. Seseorang mungkin bertanya, apakah data tersebut dapat mendukung interpretasi lain, mungkin juga mempertanyakan cara perolehan data, karakteristik sampel, relevansi bukti untuk kesimpulan. 'Objektivitas' dicapai dengan mengambil langkah yang diperlukan untuk menghilangkan bias atau subjektivitas interpretasi bukti, dan kepastian skala dari kesimpulan, serta kritik terus menerus dari kesimpulan sementara tersebut. Penelitian membutuhkan budaya penelitian, dalam arti suasana memungkinkan kritik diterima bukan dihindari, dan sebagai forum digunakan untuk menguji terang atau tidaknya bukti. Sebagaimana suatu budaya, juga akan memastikan bahwa keterampilan dan sumber daya untuk mengumpulkan data yang tersedia -kelompok guru yang memiliki ketertarikan terhadap riset dan yang paling penting adalah memberikan perspektif yang berbeda dan menantang. Namun, kondisi tersebut secara objektif jarang ditemukan, bahkan penelitian guru karena didorong atau hanya untuk meraih syarat-syarat untuk formalitas tertentu. Dalam banyak hal, keterbukaan terhadap kritik dianggap berjalan melawan arus. Kita cenderung untuk mempertahankan sudut pandang kita daripada mencari kritik; untuk mengobati keyakinan yang kita pegang supaya lebih percaya diri, jika itu memang tidak pasti, bukan dengan keraguan sistematis yang akan memotivasi peneliti.
Ketiga, suatu kerangka penelitian disusun untuk kemudian masuk dalam interaksi antara publik yang  memiliki ketertarikan dan minat untuk menjelajahi pertanyaan, mengembangkan seperangkat pemahaman, kerangka teoritis umum, jika peneliti terbuka untuk kritik sekaligus ingin publik memahami kerangka pikir peneliti, sehingga salah satu bagian dari penelitian kelas mungkin dapat menjelaskan kasus-kasus lainnya yang memiliki situasi yang sama untuk suatu pemahaman. Seperti kerangka teori umum dapat tercapai melalui argumen, kritik, dan pertanyaan. Penelitian merupakan konseptualisasi masalah yang memiliki implikasi terhadap pengumpulan data. Para peneliti menguji asumsi tentang implikasi untuk melakukan praktek sebagaimana tujuan pendidikan mereka ataupun interpretasi tentang apa yang telah diresepkan untuk mereka. Asumsi-asumsi akan tidak hanya mencakup cara yang paling efektif untuk mencapai tujuan yang ditentukan, tetapi juga nilai-nilai pendidikan yang mereka ingin sampaikan. Oleh karena itu, para peneliti akan terlibat dalam perdebatan etika serta penyelidikan empiris. Dan dalam melakukannya, mereka akan mengembangkan studi kasus yang memperjelas proyek-proyek sejenis dan isu-isu etis yang sama.
***
Kritik penelitian pendidikan disebut di edisi awal artikel ini telah menyebabkan skeptisisme tentang nilai dan validitas penelitian pendidikan yang tidak melibatkan guru - yang merupakan 'pengkondisian kognisi', sebagaimana diacu oleh Putnam dan Borko. Oleh karena itu, terdapat minat baru dalam penelitian guru dan tindakan. Di Inggris, Badan Pelatihan Guru, telah menerima dana -yang sebelumnya hanya diberikan kepada perguruan tinggi- diperuntukkan para guru untuk melakukan penelitian sendiri. Ide pokok dari hibah penelitian untuk para guru ini dimakasudkan untuk mengembangkan 'Penelitian berbasis profesi'. Kemudian oleh Hargreaves (1996) dikatakan bahwa dana untuk penelitian pendidikan ini  merupakan 'Penghargaan dari komunitas akademik' (hlm. 7), Namun demikian, terdapat tiga isu yang perlu dibangkitkan tentang pengembangan tersebut secara jelas pada poin yang dibuat dalam artikel ini.
.
Pertama, penelitian dipicu oleh kekhawatiran Badan Pelatihan Guru mengenai 'apakah yang dilakukan oleh guru efektif dan/ atau bagaimana para guru menjadi efektif'. Selain itu, penelitian tersebut harus 'menambah persediaan yang pengetahuan tersedia untuk guru dan komunitas riset tersebut' (Badan Pelatihan Guru, 1996). Pada kedua hal tersebut, konsepsi mengenai penelitian guru masih dipertanyakan. Guru sebagai Peneliti, dalam pengujian prakteknya dari sudut pandang profesional, akan agenda interogasi yang ditetapkan sebanyak cara yang paling efektif untuk memenuhi agenda itu. Dengan demikian, mau tidak mau, harus terdapat pengawasan publik pada 'praktik pendidikan', eksplorasi nilai-nilai praktek dan efektivitas kegiatan di dalamnya. Semua pendapat tentang tujuan serta sarana yang mewujudkan tujuan tersebut.

Kedua, meskipun kritik yang Hargreaves dan lain-lain tingkat terhadap penelitian akademis, namun mereka merasa yakin bahwa akumulasi pengetahuan, seperti dalam kedokteran, adalah memungkinkan dan memang diinginkan. Padahal pertumbuhan 'pengetahuan profesional' dalam kerangka bersama ide-ide dan nilai-nilai, akan menjadi tentatif dan terikat pada konteks. Sebagaimana pengetahuan, ketika ditambahkan dengan banyak potongan-potongan lainnya, tidak dapat menjadi pengetahuan bebas konteks yang memungkinkan generalisasi, seperti hukum diinginkan oleh pemerintah dan para reviewer.

Ketiga, penelitian tersebut perlu memenuhi kriteria sebagaimana diuraikan di atas, yaitu, pertama, kesimpulan sementara menyatakan dengan kejelasan yang cukup bahwa mereka dapat diuji melalui berbagai pengalaman; kedua, secara eksplisit terdapat hubungan kesimpulan tersebut mengacu pada  bukti yang relevan; ketiga, memiliki prosedur proses pengawasan publik, dengan pertannyaan terhadap nilai-nilai; keempat, pengujian interpretasi alternatif terhadap data yang dapat mendukung lebih dari satu kesimpulan. Suatu penelitian membutuhkan komunitas peneliti, keterbukaan terhadap kritik publik, berbagi ide dan penjelasan. Jika tidak bagaimana seseorang akan tahu jika telah mendapatkannya kesesatan?

Kritik penting terhadap pengembangan 'guru sebagai peneliti' telah diberikan oleh Foster (1999). Dia telah meneliti 25 ringkasan dan 16 laporan penelitian guru yang didanai oleh Badan Pelatihan Guru di 1996-1997 dengan bantuan hibah kurang lebih £ 2000. Foster mendefinisikan, penelitian sebagai

produksi pengetahuan ... diraih melalui berfungsinya metode secara sistematis dan ketat dalam pengumpulan data, dan analisisnya. Hal Ini mencakup hal yang disebut 'penelitian tindakan' serta bentuk-bentuk penelitian lain yang lebih tradisional. Perbedaan utama adalah pada bentuk pengetahuan yang dihasilkan dan biasanya memiliki relevansi lebih maju untuk para praktisi yang terlibat karena difokuskan langsung pada praktek dan perubahan mereka.

Definisi ini sesuai dengan pendapat Pring, yaitu kondisi yang tampaknya penting untuk penyelidikan yang disebut penelitian. Implikasi dari hal ini adalah akses pada pengawasan publik dan kritik diikutsertakan. Foster berpendapat sebagaimana Pring, bahwa terdapat perbedaan antara 'produksi pengetahuan' dan peningkatan praktek ', sebagai dasar untuk membedakan antara 'normal' dan 'penelitian tindakan', tidak dapat diterima. 'Penelitian Tindakan' berkaitan dengan produksi pengetahuan, meskipun bersifat sementara dan memiliki maksud untuk mengubah situasi dalam untuk sementara waktu, serta untuk klaim sebagai pengetahuan yang benar. Dengan kata lain, tidak cukup dalam membela guru sebagai peneliti, hanya dengan mengklaim bahwa praktek membaik. Hal ini diperlukan untuk itu menjadi pengetahuan tentang mengapa itu meningkat.
Secara eksplisit, Foster menyimpulkan bahwa banyak yang mengklaim bahwa tidak bisa dibenarkan disebut penelitian. Mengklaim bahwa 'kegiatan penelitian atau intervensi menyebabkan peningkatan dalam praktek mungkin benar, tapi itu tidak cukup. Masalah, biar bagaimanapun, berlandaskan pada aksesibilitas untuk bukti di mana kesimpulan didasarkan -kurangnya pengawasan publik terhadap hubungan antara data dan kesimpulan atau kurangnya kejelasan dalam testability dalam praktek kesimpulan yang diambil dari data. Terdapat perbedaan mencolok antara tindakan yang akan dibuat antara klaim oleh mereka yang bertanggung jawab untuk pengembangan tersebut dengan mereka yang berasal dari Proyek Pengajaran Ford yang memiliki kerangka lebih sistematis, terbuka untuk publik dan kritik yang dikembangkan oleh kelompok guru dengan maksud untuk membangun pengetahuan profesional mereka.

KESIMPULAN

Gagasan guru sebagai peneliti merupakan hal yang penting. Hal ini penting untuk perkembangan pengetahuan profesional. Ini merupakan langkah penyempurnaan dari partisipasi secara cerdas dalam 'praktik pendidikan'. Gagasan ini juga merupakan penyeimbang dan menyegarkan bagi mereka yang peduli untuk membenahi 'praktik pendidikan' sebagai objek ilmu pengetahuan, walaupun telah terbukti gagal untuk memahami hal tersebut. Ini dikatakan sebagai penegasan kembali dari posisi penting pertimbangan profesional dalam pemahaman terhadap kegiatan profesional.

Namun, dua peringatan yang harus diperhatikan dengan benar-benar muncul dari analisis ini, yaitu pertama adalah bahwa fitur khas dari perkembangan pengetahuan profesional bukanlah alasan penelitian yang menuju ke arah tersebut. Penelitian lebih dari sekedar tindakan cerdas atau praktek reflektif. Hal ini harus lebih dari sekedar hal tersebut bahkan, bahkan lebih dari tindak lanjutnya. Hal ini membutuhkan konteks keterbukaan, pengawasan publik dan kritik. Foster menunjukkan, apa yang sering diklaim penelitian guru tidak cocok dengan kriteria ini.

Hal kedua yang tidak kalah penting untuk diperhatikan sebagaimana berada diberbagai tempat lain,  hal yang bahaya sekali lagi jatuh ke dalam perangkap pengasan pembedaan yang terlalu tajam/kontras antara berbagai jenis penelitian yang akan kembali lagi menciptakan dualisme palsu. Seolah-olah baik bahwa penelitian pendidikan dapat dimodelkan sebagaimana ilmu-ilmu sosial (dan dengan mengabaikan perbedaan halus antara konteks) atau penelitian tersebut harus difokuskan pada keunikan masing-masing praktek pendidikan (menghindari generalisasi yang timbul sebagaimana survey skala besar). Walaupun demikian, terdapat jalan tengah. Segala situasi adalah unik dalam segala hal. Praktik pendidikan yang dilakukan selalu tekait dengan nilai-nilai dan pemahaman bersama dari suatu masyarakat di mana praktek pendidikan tersebut dilaksanakan. Terdapat perdebatan pada tingkat nasional, bahkan perdebatan memang global, yang akhirnya menciptakan pemahaman umum. Dan terdapat generalisasi tentang bagaimana semua orang termotivasi untuk belajar, namun hal ini tetap tentatif dan masih harus diuji dan selalu membutuhkan pengujian dalam keadaan atau kondisi kelas tertentu. Ulasan kesimpulan general sebagaimana penelitian berskala besar seharusnya tidak mendikte tindakan guru ataupun kebijakan yang unggul (dianggap terbaik), atau praktek profesional tersebut harus diadopsi. Namun pertimbangan para pembuat kebijakan dan praktisi harus mengambil kesimpulan seperti memperhitungkan cara terbaik mengenai praktek. Penelitian adalah hamba pertimbangan profesional, bukan tuannya.

Referensi:

Elliott, J. (1991) Action Research for Educational Change. Milton Keynes: Open University Press.

Foster, P. (1999) ' "Never mind the quality, feel the impact": a methodological assessment of teacher research sponsored by the Teacher Training Agency'. British Journal of Educational Studies, 41 (4).


Pring, R. (2005) Philosophy of Educatinal Research: Second Edition.  London: Continuum

Tidak ada komentar: