Sabtu, 25 Juni 2016

FILOSOFI RISET KEPENDIDIKAN (34): PENGETAHUAN, POTENSI KESALAHAN, DAN POLITIK PENELITIAN KEPENDIDIKAN -SUATU KESIMPULAN

Artikel kali ini merupakan kesimpulan dari artikel edisi 28 sampai dengan 33, yang bertema persaingan berbagai aliran pemikiran dari mulai positivisme yang menandai awal bangkitnya pengetahuan modern, hingga posmodernisme. Berikut ini kesimpulan dari artikel-artikel sebelumnya.
'Dualisme', sebagaimana yang pernah disebutkan oleh Dewey, dapat menjadi semacam tipuan. Dengan mengkontrasnya  perbedaan antara penelitian kualitatif dan kualitatif yang menyesatkan kita, sehingga terlalu mengkontraskan modernisme dengan posmodernisme akan membawa pada kesalahan pemahaman yang menyesatkan. Serangan pada kaum foundasionalisme dari Karl Popper (sebagai anggota dari Vienna Circle dan yang secara tak wajar muncul dalam hagiografi posmodernisme)menjadi sangat efektif. Dalam buku Popper, The Logic of Scientific Discovery (1959), mengajukan istilah "falsifiabilitas" (dapat dikonfirmasikan) daripada istilah 'verifiabilitas'  sebagai standar pemaknaan - dengan demikian maka, hanya pada makna pernyataan dan teori ilmiah. Beberapa teori selalu terbuka untuk direvisi dibawah sorotan pengalaman baru dan kritik. Kita tidak pernah memastikan bahwa kepercayaan dan teori adalah benar. Namun kita dapat merasa yakin dengan hal-hal tersebut jika telah mengalami pengujian yang paling ketat.
Pembahasan buku "logika penemuan ilmiah" tersebut terdapat ironi tertentu untuk itu. Penemuan muncul dalam segala macam cara, tanpa banyak menghargai untuk logika. Memang, mungkin terdapat cerita sosiologis yang menggambarkan tentang bagaimana hal tersebut terjadi. Namun Popper tidak khawatir dengan asal dari pengetahuan ilmiah, tetapi lebih pada dengan status penemuan tersebut. Pada dasarnya, orang harus percaya hanya pada hal yang telah diteliti dan telah dibuktikan melalui penelitian lebih lanjut, serta melalui pengujian secara kritis oleh orang lain. Dengan cara ini kita dapat membangun tubuh pengetahuan, namun mungkin ini masih tentatif. Hal yang penting adalah bahwa hal yang kita percaya tersebut telah lolos dari pengujian kritis. Dan secara terus-menerus masih akan diuji. Hal tersebut terkandung teori-teori terbaik yangkita miliki, dan telah banyak menjelaskan, hal tersebut telah  melakukan pekerjaan yang lebih baik dibanding teori saingan dan mereka telah bertahan dari kritik.
Pengembangan dan pemeliharaan pengetahuan tentu saja membutuhkan dukungan kelembagaan (misalnya, penyediaan perpustakaan, publikasi, forum untuk debat kritis) dan tidak ada alasan untuk menolak kemungkinan pengurangan ataupun pembelokan pengetahuan seperti di tempat lain dalam kehidupan publik. Akan selalu ada orang-orang yang mencoba untuk menjalankan kekuasaan untuk mengontrol atau mencegah kritik, atau untuk mempromosikan pendapat tertentu dengan mengorbankan pengetahuan yang lain. Sosiologi knowledgecreation menunjukkan bahwa fakta (lihat, misalnya, Toulmin, 1972).
Namun, kisah tentang asal pengetahuan tidak memiliki hubungannya dengan status ataupun validitas klaim pengetahuan. Kisah secara sosiologis, pertumbuhan dan organisasi pengetahuan tidak sama dan tidak bisa menjadi pengganti untuk analisis filosofis ataupun pembenaran pengetahuan tersebut. Kita tentu mengatur pengetahuan dalam mata pelajaran yang berbeda; terdapat cerita untuk diinformasikan mengenai bagaimana pengorganisasian ini muncul; cara lain yang memungkinkan untuk mengorganisir pengetahuan; terdapat pula cerita berdarah tentang untuk mempertahankan beberapa disiplin ilmu dengan mengorbankan orang lain - dan tentu saja terdapat banyak kecurangan. Namun sangat banyak terjadi pemilahan antara permainan kotor dan adil, antara pengorganisasian pengetahuan yang keliru dan benar, dengan mengandaikan bahwa analisis dan kritik dari pengorganisasian dan muatan pengetahuan bukan hanya masalah bagi ilmu sosial saja. Terdapat fakta mengenai realitas yang membatasi segala hal yang dapat dikatakan. Seseorang tidak dapat menghindari kerangka "common sense" dalam pengalaman seseorang yang memang seharusnya diorganisir (objek yang ada dalam ruang dan waktu, hubungan kausal antar objek, seseorang yang dijelaskan dalam hal niat dan motif, kontrol sosial perilaku aturan-diatur, makna bersama berkomunikasi masyarakat, nilai-nilai dalam hal yang pilihan dibuat). Serta, tradisi di mana fakta-fakta mendasar mengenai realitas telah dikonseptualisasikan, diuji dan ditemukan secara memadai, merupakan 'kodrat' yang selama ini berkembang melalui berbagai kritik dan penemuan, bukan karena ketangguhannya dalam posisi kekuasaan. Tubuh pengetahuan tetap tentatif dan sementara. Hal itu selalu diuji dalam menghadapi pengalaman dan kritik lebih lanjut . Kebijaksanaan hari ini, mungkin akan menjadi kebodohan di esok hari, kecuali terdapat suatu peringatan untuk keadaan yang meragukan kebijaksanaan tersebut.
Ini secara umum terlihat berlaku untuk baik dalam dunia fisik dan dunia sosial. Namun perbedaan yang menunjukkan keraguan apakah mungkin terdapat akumulasi pengetahuan tentang dunia sosial karena terdapat juga pada dunia fisik. Berdasarkan bukti yang lebih kuat, tidak ada akumulasi pengetahuan tersebut untuk menginformasikan praktik pendidikan. Para kritikus penelitian pendidikan mengacu pada standar yang tidak aplikabel.
Secara singkat, praktek pendidikan muncul dari sifat khas realitas sosial dan demikian juga dengan pengetahuan kita tentang hal tersebut. Realitas yang didasari dan dikelola oleh kesepakatan dalam penafsiran anggota masyarakat dan kelompok-kelompok yang berada di dalamnya. Selain itu, kesepakatan mereka - tentang 'makna' yang mereka hubungkan dengan kata-kata, perilaku, dan tindakan- berkembang dan akan berubah sebagai pemahaman dari para aktor dalam perubahan lingkungan sosial. Oleh karena itu, terdapat sesuatu yang unik bagi setiap masyarakat dan kelompok, sebagai suatu 'konstruksi sosial' yang berbeda. Transaksi antara satu guru dan kelas di suatu sekolah akan berbeda secara signifikan dari transaksi di kelas-kelas lain dan di sekolah-sekolah lainnya. Walaupun sekilas tampak dari permukaan mungkin terlihat sama. Namun demikian, makna yang dikaitkan dengan transaksi oleh peserta, merupakan cerita kehidupan khas mereka sendiri, cukup berbeda, sehingga tidak mungkin membuat generalisasi. Paling tidak adalah bagaimana cerita mengenai proses di dalamnya. Oleh karena itu, penelitian dari jenis etnografi, menyingkap keunikan masing-masing setting sosial. Hal ini menjadi sangat penting mengingat banyak penelitian pendidikan yang mengabaikan keunikan ini saat sibuk mencari kebenaran umum (generalisasi). Praktek pendidikan diteliti tidak untuk menutup mata untuk kemungkinan muncul dan berkembangnya ilmu mengajar.
Pring (2005: 118)  menentang berbagai posisi ekstrem untuk alasan berikut ini. Terdapat realitas sosial - fakta sosial - yang eksis secara independen dari hal ini atau itu suatu individu yang menentukan mengenai beberapa ukuran, serta bagaimana seseorang melihat dan memahami dunia. Dalam belajar bahasa, atau untuk mencoba memahami dan pengamatan lapangan pada adat istiadat masyarakat, sebagaimana orang-orang lokal yang terberdayakan menemukan batas dan segala aturan dari realitas sosial mereka, di mana mereka menemukan diri mereka sendiri. Dalam hal ini, orang mungkin berbicara tentang sosial serta penyebab fisik. Selanjutnya, orang mungkin mengembangkan perspektif teoritis, atau tubuh pengetahuan tentang, katakanlah "mata rantai", antara kemiskinan dan pencapaian pendidikan, atau antara hubungan keluarga dan kecenderungan untuk melakukan kejahatan. Namun, perspektif teoritis sepertinya akan terus-menerus perlu disempurnakan dalam penjelasan dari studi yang lebih rinci. Hal ini harus selalu adaptasi dengan konteks sosial yang selalu berubah mempengaruhi sifat hubungan teoritis tersebut. Misalnya, kondisi sosial yang sangat berbeda dengan masa lampau dan hal ini patut diragukan lagi, ketika perubahan yang terjadi abad kedua puluh satu ternyata mempengaruhi hubungan antara kemiskinan dan pencapaian sosial. Dan perbedaan yang akan timbul pada bagian signifikansi yang melekat pada kemiskinan oleh orang-orang miskin itu sendiri. Oleh karena itu, perspektif teoritis berkaitan dengan realitas sosial perlu lebih tentatif, lebih siap untuk mengatasi pengecualian, lebih mudah beradaptasi dengan kesadaran masyarakat yang berubah sebagaimana  mereka yang merupakan bagian dari realitas tersebut.
 Penyempurnaan generalisasi berasal dari studi yang lebih rinci tentang realitas sosial yang berbeda- seperangkat aturan kompleks yang merupakan tujuan tindakan tersebut dimaksudkan dan diinterpretasikan sebagai dampak dari konteks sosial dari pemahaman dari para aktor sosial, keyakinan dan perspektif moral partisipan. Namun keunikan masing-masing konteks tidak berarti keunikan dalam segala hal. Terdapat kesamaan di antara konteks sosial yang berbeda, karena masing-masing merupakan bagian dari masyarakat yang lebih luas, di mana pemahaman dan kebiasaan tertentu yang berlaku. Anggota sebagai individu dari kelompok-kelompok yang berbeda memiliki kesamaan ketakutan, keinginan, aspirasi dan kelemahan. Seseorang dapat saja membesar-besarkan perbedaan di antara orang-orang tersebut dan bagaimana menjelaskan perilaku mereka.
Praktek kependidikan ditunjukkan oleh seperangkat tujuan dan oleh seperangkat hasil perjanjian berbagai prosedur. Hal ini dijiwai oleh nilai-nilai yang merupakan struktur hubungan antara guru dan pembelajar, dan di sisi lain merupakan tradisi pendidikan yang dianggap layak. Pembelajaran mengajarkan banyak hal sebagai suatu inisiasi dalam menanamkan nilai-nilai dan pemahaman-pemahaman praktis yang terdiri dari keterampilan belajar dalam pengelolaan kelas, atau buku-buku penilaian. Hubungan-hubungan yang dibutuhkan pada praktek pengajaran tersebut dapat dikatakan transaksi yang unik, di mana pada proses tersebut menunjukkan dan juga kebersamaan dalam melakukan berbagai praktek dan saling berbagi dalam sudut padang dan nilai-nilai yang sama. Hal ini merupakan alasan di mana guru mampu menegaskan secara jelas melalui tubuh pengetahuan secara lebih umum dalam praktek tersebut. Mungkin hal ini masih tentatif, namun demikian hal ini bak untuk diteliti sebaik yang kita mampu.
Namun, karena praktek pendidikan memiliki sifat yang selalu berubah - situasi yang berbeda, pergeseran nilai-nilai, perubahan tujuan pendidikan, dampak kebijakan - perlu adanya sikap skeptis dan selalu  mempertanyakan teori. Hal ini harus ada sebagai informasi penilaian profesional guru. Penelitian yang yang layak dilakukan sebaiknya  dimaksudkan untuk memberikan jawaban mengenai bagaimana seharusnya praktek yang baik tersebut dilakukan, dan tentu harus diperlakukan dengan hati-hati. Hal yang  tidak boleh diabaikan adalah musyawarah guru. Namun hal tersebut hanyalah salah satu elemen dari sekian banyak elemen yang harus dipertimbangkan. Tidak ada penelitian yang dapat mendikte guru tentang bagaimana ia harus mengajar.
Pembahasan tersebut memang membutuhkan konteks bahwa guru selayaknya melakukan penilaian tersebut. Terutama jika terdapat pengetahuan tanpa kepastian. Dengan demikian, maka pengetahuan harus selalu terbuka terhadap pengawasan kritis. Perlu keberadaan suatu forum di mana penelitian tunduk pada pengawasan, terutapa pada praktek pendidikan dapat atau boleh dipertanyakan, dan di mana generalisasi memungkinkan untuk diuji oleh penilaian profesional dan pengalaman guru. Mungkin hal itu menunjukkan peran yang lebih besar bagi guru dalam penelitian pendidikan. Namun hal yang lebih penting untuk kesimpulan dari pembahasan ini adalah sebagai pengingat mengenai kesementaraan pengetahuan dan penelitian, dan pentingnya kritik yang terinstitusional. Sebagaimana Popper berpendapat, tidak mungkin perkembangan ilmu pengetahuan terjadi tanpa kritik. Tidak ada cara lain menghilangkan kesalahan. Tapi itu bertentangan dengan gandum ("periuk")  para politisi yang bersangkutan.

Referensi:
Dewey, J. (1936) Experience and Education. New York: Macmillan.
Popper, K. (1959) The Logic of Scientific Discovery. Oxford: Oxford University Press.
Pring, Richard. (2005) Philosophy of Educational Research, Second Edition. London: Continuum
Toulmin, S. (1972) Human Understanding. Oxford: Clarendon Press.

Tidak ada komentar: