Artikel kali ini merupakan kesimpulan dari artikel edisi 28 sampai dengan 33, yang bertema persaingan berbagai aliran pemikiran dari mulai positivisme yang menandai awal bangkitnya pengetahuan modern, hingga posmodernisme. Berikut ini kesimpulan dari artikel-artikel sebelumnya.
'Dualisme',
sebagaimana yang pernah disebutkan oleh Dewey, dapat menjadi semacam tipuan. Dengan
mengkontrasnya perbedaan antara
penelitian kualitatif dan kualitatif yang menyesatkan kita, sehingga terlalu
mengkontraskan modernisme dengan posmodernisme akan membawa pada kesalahan
pemahaman yang menyesatkan. Serangan pada kaum foundasionalisme dari Karl
Popper (sebagai anggota dari Vienna Circle dan yang secara tak wajar muncul
dalam hagiografi posmodernisme)menjadi sangat efektif. Dalam buku Popper, The
Logic of Scientific Discovery (1959), mengajukan istilah
"falsifiabilitas" (dapat dikonfirmasikan) daripada istilah
'verifiabilitas' sebagai standar
pemaknaan - dengan demikian maka, hanya pada makna pernyataan dan teori ilmiah.
Beberapa teori selalu terbuka untuk direvisi dibawah sorotan pengalaman baru
dan kritik. Kita tidak pernah memastikan bahwa kepercayaan dan teori adalah
benar. Namun kita dapat merasa yakin dengan hal-hal tersebut jika telah
mengalami pengujian yang paling ketat.
Pembahasan
buku "logika penemuan ilmiah" tersebut terdapat ironi tertentu untuk
itu. Penemuan muncul dalam segala macam cara, tanpa banyak menghargai untuk
logika. Memang, mungkin terdapat cerita sosiologis yang menggambarkan tentang
bagaimana hal tersebut terjadi. Namun Popper tidak khawatir dengan asal dari
pengetahuan ilmiah, tetapi lebih pada dengan status penemuan tersebut. Pada
dasarnya, orang harus percaya hanya pada hal yang telah diteliti dan telah dibuktikan
melalui penelitian lebih lanjut, serta melalui pengujian secara kritis oleh
orang lain. Dengan cara ini kita dapat membangun tubuh pengetahuan, namun mungkin
ini masih tentatif. Hal yang penting adalah bahwa hal yang kita percaya
tersebut telah lolos dari pengujian kritis. Dan secara terus-menerus masih akan
diuji. Hal tersebut terkandung teori-teori terbaik yangkita miliki, dan telah
banyak menjelaskan, hal tersebut telah melakukan pekerjaan yang lebih baik dibanding
teori saingan dan mereka telah bertahan dari kritik.
Pengembangan
dan pemeliharaan pengetahuan tentu saja membutuhkan dukungan kelembagaan
(misalnya, penyediaan perpustakaan, publikasi, forum untuk debat kritis) dan
tidak ada alasan untuk menolak kemungkinan pengurangan ataupun pembelokan
pengetahuan seperti di tempat lain dalam kehidupan publik. Akan selalu ada
orang-orang yang mencoba untuk menjalankan kekuasaan untuk mengontrol atau
mencegah kritik, atau untuk mempromosikan pendapat tertentu dengan mengorbankan
pengetahuan yang lain. Sosiologi knowledgecreation menunjukkan bahwa fakta
(lihat, misalnya, Toulmin, 1972).
Namun,
kisah tentang asal pengetahuan tidak memiliki hubungannya dengan status ataupun
validitas klaim pengetahuan. Kisah secara sosiologis, pertumbuhan dan
organisasi pengetahuan tidak sama dan tidak bisa menjadi pengganti untuk
analisis filosofis ataupun pembenaran pengetahuan tersebut. Kita tentu mengatur
pengetahuan dalam mata pelajaran yang berbeda; terdapat cerita untuk
diinformasikan mengenai bagaimana pengorganisasian ini muncul; cara lain yang
memungkinkan untuk mengorganisir pengetahuan; terdapat pula cerita berdarah
tentang untuk mempertahankan beberapa disiplin ilmu dengan mengorbankan orang
lain - dan tentu saja terdapat banyak kecurangan. Namun sangat banyak terjadi
pemilahan antara permainan kotor dan adil, antara pengorganisasian pengetahuan
yang keliru dan benar, dengan mengandaikan bahwa analisis dan kritik dari
pengorganisasian dan muatan pengetahuan bukan hanya masalah bagi ilmu sosial
saja. Terdapat fakta mengenai realitas yang membatasi segala hal yang dapat
dikatakan. Seseorang tidak dapat menghindari kerangka "common sense"
dalam pengalaman seseorang yang memang seharusnya diorganisir (objek yang ada
dalam ruang dan waktu, hubungan kausal antar objek, seseorang yang dijelaskan
dalam hal niat dan motif, kontrol sosial perilaku aturan-diatur, makna bersama
berkomunikasi masyarakat, nilai-nilai dalam hal yang pilihan dibuat). Serta,
tradisi di mana fakta-fakta mendasar mengenai realitas telah
dikonseptualisasikan, diuji dan ditemukan secara memadai, merupakan 'kodrat' yang
selama ini berkembang melalui berbagai kritik dan penemuan, bukan karena
ketangguhannya dalam posisi kekuasaan. Tubuh pengetahuan tetap tentatif dan
sementara. Hal itu selalu diuji dalam menghadapi pengalaman dan kritik lebih
lanjut . Kebijaksanaan hari ini, mungkin akan menjadi kebodohan di esok hari,
kecuali terdapat suatu peringatan untuk keadaan yang meragukan kebijaksanaan
tersebut.
Ini
secara umum terlihat berlaku untuk baik dalam dunia fisik dan dunia sosial. Namun
perbedaan yang menunjukkan keraguan apakah mungkin terdapat akumulasi
pengetahuan tentang dunia sosial karena terdapat juga pada dunia fisik.
Berdasarkan bukti yang lebih kuat, tidak ada akumulasi pengetahuan tersebut
untuk menginformasikan praktik pendidikan. Para kritikus penelitian pendidikan
mengacu pada standar yang tidak aplikabel.
Secara
singkat, praktek pendidikan muncul dari sifat khas realitas sosial dan demikian
juga dengan pengetahuan kita tentang hal tersebut. Realitas yang didasari dan
dikelola oleh kesepakatan dalam penafsiran anggota masyarakat dan
kelompok-kelompok yang berada di dalamnya. Selain itu, kesepakatan mereka -
tentang 'makna' yang mereka hubungkan dengan kata-kata, perilaku, dan tindakan-
berkembang dan akan berubah sebagai pemahaman dari para aktor dalam perubahan
lingkungan sosial. Oleh karena itu, terdapat sesuatu yang unik bagi setiap
masyarakat dan kelompok, sebagai suatu 'konstruksi sosial' yang berbeda.
Transaksi antara satu guru dan kelas di suatu sekolah akan berbeda secara
signifikan dari transaksi di kelas-kelas lain dan di sekolah-sekolah lainnya.
Walaupun sekilas tampak dari permukaan mungkin terlihat sama. Namun demikian,
makna yang dikaitkan dengan transaksi oleh peserta, merupakan cerita kehidupan
khas mereka sendiri, cukup berbeda, sehingga tidak mungkin membuat
generalisasi. Paling tidak adalah bagaimana cerita mengenai proses di dalamnya.
Oleh karena itu, penelitian dari jenis etnografi, menyingkap keunikan
masing-masing setting sosial. Hal ini menjadi sangat penting mengingat banyak
penelitian pendidikan yang mengabaikan keunikan ini saat sibuk mencari
kebenaran umum (generalisasi). Praktek pendidikan diteliti tidak untuk menutup
mata untuk kemungkinan muncul dan berkembangnya ilmu mengajar.
Pring
(2005: 118) menentang berbagai posisi
ekstrem untuk alasan berikut ini. Terdapat realitas sosial - fakta sosial -
yang eksis secara independen dari hal ini atau itu suatu individu yang
menentukan mengenai beberapa ukuran, serta bagaimana seseorang melihat dan
memahami dunia. Dalam belajar bahasa, atau untuk mencoba memahami dan pengamatan
lapangan pada adat istiadat masyarakat, sebagaimana orang-orang lokal yang terberdayakan
menemukan batas dan segala aturan dari realitas sosial mereka, di mana mereka
menemukan diri mereka sendiri. Dalam hal ini, orang mungkin berbicara tentang
sosial serta penyebab fisik. Selanjutnya, orang mungkin mengembangkan
perspektif teoritis, atau tubuh pengetahuan tentang, katakanlah "mata
rantai", antara kemiskinan dan pencapaian pendidikan, atau antara hubungan
keluarga dan kecenderungan untuk melakukan kejahatan. Namun, perspektif
teoritis sepertinya akan terus-menerus perlu disempurnakan dalam penjelasan
dari studi yang lebih rinci. Hal ini harus selalu adaptasi dengan konteks
sosial yang selalu berubah mempengaruhi sifat hubungan teoritis tersebut.
Misalnya, kondisi sosial yang sangat berbeda dengan masa lampau dan hal ini
patut diragukan lagi, ketika perubahan yang terjadi abad kedua puluh satu ternyata
mempengaruhi hubungan antara kemiskinan dan pencapaian sosial. Dan perbedaan
yang akan timbul pada bagian signifikansi yang melekat pada kemiskinan oleh
orang-orang miskin itu sendiri. Oleh karena itu, perspektif teoritis berkaitan
dengan realitas sosial perlu lebih tentatif, lebih siap untuk mengatasi pengecualian,
lebih mudah beradaptasi dengan kesadaran masyarakat yang berubah sebagaimana mereka yang merupakan bagian dari realitas
tersebut.
Penyempurnaan
generalisasi berasal dari studi yang lebih rinci tentang realitas sosial yang
berbeda- seperangkat aturan kompleks yang merupakan tujuan tindakan tersebut
dimaksudkan dan diinterpretasikan sebagai dampak dari konteks sosial dari
pemahaman dari para aktor sosial, keyakinan dan perspektif moral partisipan.
Namun keunikan masing-masing konteks tidak berarti keunikan dalam segala hal.
Terdapat kesamaan di antara konteks sosial yang berbeda, karena masing-masing
merupakan bagian dari masyarakat yang lebih luas, di mana pemahaman dan
kebiasaan tertentu yang berlaku. Anggota sebagai individu dari kelompok-kelompok
yang berbeda memiliki kesamaan ketakutan, keinginan, aspirasi dan kelemahan.
Seseorang dapat saja membesar-besarkan perbedaan di antara orang-orang tersebut
dan bagaimana menjelaskan perilaku mereka.
Praktek
kependidikan ditunjukkan oleh seperangkat tujuan dan oleh seperangkat hasil
perjanjian berbagai prosedur. Hal ini dijiwai oleh nilai-nilai yang merupakan
struktur hubungan antara guru dan pembelajar, dan di sisi lain merupakan
tradisi pendidikan yang dianggap layak. Pembelajaran mengajarkan banyak hal
sebagai suatu inisiasi dalam menanamkan nilai-nilai dan pemahaman-pemahaman
praktis yang terdiri dari keterampilan belajar dalam pengelolaan kelas, atau
buku-buku penilaian. Hubungan-hubungan yang dibutuhkan pada praktek pengajaran
tersebut dapat dikatakan transaksi yang unik, di mana pada proses tersebut
menunjukkan dan juga kebersamaan dalam melakukan berbagai praktek dan saling
berbagi dalam sudut padang dan nilai-nilai yang sama. Hal ini merupakan alasan
di mana guru mampu menegaskan secara jelas melalui tubuh pengetahuan secara
lebih umum dalam praktek tersebut. Mungkin hal ini masih tentatif, namun
demikian hal ini bak untuk diteliti sebaik yang kita mampu.
Namun,
karena praktek pendidikan memiliki sifat yang selalu berubah - situasi yang
berbeda, pergeseran nilai-nilai, perubahan tujuan pendidikan, dampak kebijakan
- perlu adanya sikap skeptis dan selalu mempertanyakan teori. Hal ini harus ada
sebagai informasi penilaian profesional guru. Penelitian yang yang layak
dilakukan sebaiknya dimaksudkan untuk
memberikan jawaban mengenai bagaimana seharusnya praktek yang baik tersebut dilakukan,
dan tentu harus diperlakukan dengan hati-hati. Hal yang tidak boleh diabaikan adalah musyawarah guru.
Namun hal tersebut hanyalah salah satu elemen dari sekian banyak elemen yang
harus dipertimbangkan. Tidak ada penelitian yang dapat mendikte guru tentang
bagaimana ia harus mengajar.
Pembahasan
tersebut memang membutuhkan konteks bahwa guru selayaknya melakukan penilaian tersebut.
Terutama jika terdapat pengetahuan tanpa kepastian. Dengan demikian, maka
pengetahuan harus selalu terbuka terhadap pengawasan kritis. Perlu keberadaan
suatu forum di mana penelitian tunduk pada pengawasan, terutapa pada praktek
pendidikan dapat atau boleh dipertanyakan, dan di mana generalisasi memungkinkan
untuk diuji oleh penilaian profesional dan pengalaman guru. Mungkin hal itu
menunjukkan peran yang lebih besar bagi guru dalam penelitian pendidikan. Namun
hal yang lebih penting untuk kesimpulan dari pembahasan ini adalah sebagai pengingat
mengenai kesementaraan pengetahuan dan penelitian, dan pentingnya kritik yang
terinstitusional. Sebagaimana Popper berpendapat, tidak mungkin perkembangan
ilmu pengetahuan terjadi tanpa kritik. Tidak ada cara lain menghilangkan
kesalahan. Tapi itu bertentangan dengan gandum ("periuk") para politisi yang bersangkutan.
Referensi:
Dewey, J. (1936) Experience and Education. New
York: Macmillan.
Popper, K. (1959) The
Logic of Scientific Discovery. Oxford: Oxford University Press.
Pring,
Richard. (2005) Philosophy of Educational
Research, Second Edition. London: Continuum
Toulmin, S. (1972) Human Understanding. Oxford: Clarendon Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar