Penelitian kependidikan banyak sekali menuai banyak kritik, dengan demikian, hal ini memiliki dua konsekuensi. Di satu sisi riset jauh dari kelayakan, sehingga tidak mendapatkan penyandang dana atau sponsor. Di sini relevansi riset dan kualitas menjadi tantangan. Paling tidak dengan bahasa sendiri secara khusus (sering teknis, abstrak, dan tidak jelas), penelitian ini dipandang memiliki kaitan dengan hal-hal yang kompleks, namun perlu kesepakatan bersama dengan dunia praktis pendidikan. Di sisi lain pemikiran yang kurang layak, dengan demikian penelitian nampaknya membutuhkan kontrol eksternal yang lebih kuat dan luas dibentuk untuk menyediakan jawaban dan tujuan dari pertanyaan-pertanyaan dari komunitas non peneliti (politisi, administrator, di Amerika Utara , dan juga Inggris. Kaitannya adalah tuntutan universitas ataupun lembaga-lembaga pelatihan guru untuk mengembangkan kemampuan penelitian yang relevan dengan profesi para guru, sehingga mereka dapat melakukkannya sendiri. Kemudian, muncul inisiatif dari mereka sendiri, mereka mengambil model sistematika riset yang sebelumnya dikembangkan oleh pusat penelitian dan pengembanganyang sudah mapan lembaga-lembaga pusat pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan model dan cara ini mereka berusaha untuk memperoleh hasil-hasil penelitian sebagai jawaban pertanyaan-pertanyaan profesional dan pengambilan kebijakan.
Hal inilah yang dianggap sebagai cara yang tepat, yaitu mengadobsi model dan metodologi riset pelayanan kesehatan. Hal ini juga telah berjalan sekian tahun hingga hasil analisis mempengaruhi dan berdampak pada kebijakan dan praktis di bidang pendididkan. Menurut Hammersley (1997), mengaitkan secara langsung antara kesimpulan-kesimpulan riset dengan peraturan-peraturan demi keberhasilan suatu proses belajar di kelas merupakan hal yang berbahaya karena manusia sebagai makhluk sosial dan segala aspek yang berkaitan dengan mereka, bukanlah hal yang bisa dengan begitu saja disortir, dikontrol untuk dimanipulasi, karena itu semua bukan sekedar hubungan sebab akibat yang picik, yang dengan sembarangan, dipisahkan, dan diintervensi pola perilakunya.
Salah satu dampak yang mungkin secara langsung positif dari pengembangan riset ini adalah munculnya kesadaran publik, dan kesadaran profesional secara berangsur-angsur, sebagai bukti titik terang yang diperoleh, dibandingkan manfaat praktis yang diperoleh secara langsung untuk pengambilan keputusan secara praktis dari kesimpulan hasil riset-riset tersebut.
Namun demikian, semua riset yang dianggap sukses, ialah riset yang dapat digunakan secara umum, valid, dan memiliki realibilitas, dan dapt digunakam sebagai bahan pengambilan kebijakan, dan memiliki manfaat praktis, sementara terlalu banyak hasil riset gagal untuk menarik perhatian atau tak memiliki dampak langsung pada pengambilan kebijakan dan manfaat praktisnya. Tentu saja bagian yang penting dari kegagalan dari riset-riset ini mungkin adalah tak dapat diterapkan langsung untuk para guru, dan para pengambil kebijakan. Terdapat kebutuhan mendesak untuk melihat bagaimana penelitian dapat menjadi masukan dalam pemikiran, dan pengambilan keputusan di dalam sistem pendidikan tersebut. Atau mungkin juga hasil penelitian dapat juga menentang asumsi-asumsi mengenai penilaian, kebijakan favorit, dan kadang juga dapat menjadi alasan untuk ditolak atau diabaikan.
Bagaimanapun juga, hal yang dapat menjadi kesalahan bagi peneliti-peneliti kependidikan, adalah menempatkan dalih-dalih untuk mempertahankan pendapatnya terlalu cepat. Mungkin terlalu bamyak penelitian yang buruk, dan salah satu alasannya adalah sangat rendahnya kualitas, antara lain secara konseptual, dan filosofis riset itu sendiri, yang artinya penelitian tersebut tidak masuk akal.
Fakta yang sangat mengejutkan adalah sangat banyak penelitian kependidikan
Yang mengemban posisi filosofis kontroversial tanpa pemahaman yang cukup tentang permasalahan-permasalahan filosofis. Mereka terinspirasi dari Plato, jadi bukan hal yang mengejutkan ketika mereka lebih tertarik dengan judul-judul seperti "konstruksi pendidikan dalam pengetahuan", "keanekaragaman realitas peserta pembelajaran", atau "pemaknaan subjektif peserta pembelajaran" , dan juga "wujud kepribadian dari kebenaran". Hal ini terlalu terbang tinggi di hadapan pemahaman pandangan umum mengenai permasalahan dan solusi. Gejala terakhir tersebut, merupakan imbas dari arus "post modernisme", yang akhirnya menjadi kesenjangan antara para guru dan para peneliti.
Sumber:
Ping, Richard.
2005. Philosophy of Educational Research, Second Edition, New York: Continuum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar