Masalah mengenai
pemahaman dalam penelitian kependidikan banyak sekali ditemukan dan
dialami. Hal yang masih jarang ditemukan adalah solusi untuk
mengatasi masalah tersebut. Walaupun demikian, secara antusias
penelitian ini banyak, dan semakin banyak dilakukan walaupun berbagai
permasalahan pemahaman masih menjadi hambatan dalam meningkatkan
hasil dan validitas serta reliabilitas penelitian.
Permasalahan yang tidak
kalah penting adalah terdapat kesenjangan antara peneliti dalam
mengembangkan ranah kajian ilmiah dan guru sebagai praktisi yang
memanfaatkan hasil penelitian pada tataran praktis. Kadang kala
kesenjangan tersebut seakan tak terjembatani dengan baik. Sebagaimana
kesenjangan antara teori, konsep dengan panduan dan pedoman praktis
serta realitas di dunia pendidikan. Richard Pring (2000: 6) pernah
memaparkan bahwa terdapat beberapa kesenjangan yang hampir tak
terjembatani antara para peneliti dan guru. Hal ini akan dipaparkan
sebagai berikut.
Pertama, kesenjangan
antara kependidikan dan praktek kependidikan terjadi karena beberapa
hal. Di antaranya adalah keterbatasan secara logis dalam menyamakan
dan membedakan antara penelitian kependidikan dan penelitian medis.
Hal ini adalah sesuatu yang wajar mengingat dua bidang ini merupakan
suatu hal yang berbeda, sehingga dalam hal tertentu tidak dapat
diterapkan secara paksa. Seperti misalnya penelitian eksperimental
dari ilmu medis yang dianalogikan bahkan dipaksakan untuk diterapkan
pada penelitian kependidikan. Sehingga, sebaiknya tidak sembarangan
dalam menerapkan model eksperimental ini pada penelitian
kependidikan.
Kedua, model penelitan
yang digunakan dalam penelitian ilmu sosial juga sering diadopsi pada
penelitian pendidikan, hal ini juga harus memperhatikan, mengingat
dalam ilmu sosial terdapat berbagaimacam model yang secara akumulatif
dikombinasikan. Hal ini tidak mungkin dilakukan secara sembarangan
tanpa pemahaman epistimologis, dan metodologis. Ketika pemahaman
kurang maka hasil dari kombinasi berbagai model dapat menimbulkan
kekacauan pemahaman baru, atau dengan kata lain akan membuat hasil
penelitian ini sulit untuk ditransformasikan di bidang yang lebih
praktis.
Ketiga, kesenjangan
antara penelitian pendidikan dengan praktek pendidikan menciptakan
tembok penghalang dalam ranah penelitian ilmu pengetahuan. Perbedaan
bahasa atau istilah antara istilah para guru yang sangat praktis
sering berbeda dengan bahasa teknis dari para peneliti. Namun hal ini
dapat dikatakan bahwa ini merupakan suatu kesalahan dari para
peneliti dalam rangka memahami realitas di dunia praktis.
Hal ini dapat disimpulkan
bahwa isu dari permasalahan ini sesungguhnya adalah proses
transformasi model penelitian dari model ilmu sosial yang mengalami
perubahan bentuk, baik dalam bahasa ataupun konsep-konsep yang ada
dalam penelitian dan praktis. Hal inilah yang nantinya akan muncul
menjadi pusat perhatian dalam buku "Filosofi Penelitian
Kependidikan" ini. Adapun yang akan dijadikan fokus dari kajian
berada pada level "Pemaknaan", yang menekankan pada
pemahaman, filosofis dan sejauh ini hal tersebut yang dikatakan atau
diklaim sebagai "Kebenaran". Hal ini juga merupakan hal
yang berkaitan dengan selalu di "verifikasi" pada setiap
pencapaian kesimpulan, di"konseptualisasikan" dari permasalahan
dan solusi,"objektivitas" penelitian, dan merupakan
realitas dapat memungkinkan untuk diketahui atau dipahami
(knowability). Sebagaimana yang dikatakan oleh Hargreave (1997:405),
walaupun demikian, masih saja hal ini sulit untuk diketahui dan
dipahami dan nampak angkuh sehingga membawa suatu riset pada sesuatu
yang sama sekali tidak berharga, sehingga sangat diperlukan pemahaman
dan pengetahuan yang luas mengenai filosofi dari suatu penelitian
beserta segala aspeknya.
Riset atau penelitian
pada dasarnya merupakan sesuatu yang mengacu pada penulisan dengan
cara berfikir dan percarian yang sistematis, kritis dan kemampuan
mengkritisi diri (self critical), yang diharapkan dapan membawa
pengetahuan kepada tahap atau tingkat yang lebih lanjut (Stenhouse,
1975: 156). Hal ini bukan saja hanya untuk penelitian yang empiris,
melainkan juga penelitian-penelitan historis, dokumenter (kajian
pustaka, literatur, ataupun data sekunder), maupun kajian filosofis.
Satu hal lagi yang
mungkin juga mengacu pada Bassey (1995), yang memetakan perbedaan
jenis-jenis dan demensi dari penelitian kependidikan yang muncul dari
definisi Stenhouse tersebut. Namun hal ini akan lebih memiliki nilai
guna ketika memetakan jenis penelitian pendidikan dalam konteks yang
lebih luas yaitu berbagai penelitian yang ada, khususnya dalam
penelitian-penelitian kritis, kata Oncea (2003).
Penelitian, secara lebih
jelasnya merupakan penggambaran dari suatu pencarian kritis dalam
konteks penelitian ilmu sosial. Walaupun demikian masih perlu
beberapa catatan penting dan beberapa argumen tertentu yang
menunjukkan ciri khas dari penelitian kependidikan tanpa mengalami
reduksi keilmiahannya. Hal inilah yang masih menjadi "PR",
di antaranya adalah untuk menggali secara filosofis untuk menempatkan
penelitian pendidikan sebagai bagian dari penelitian sosial. Hal ini
dirasa lebih sesuai dibandingkan ketika penelitian kependidikan ini
diletakkan dalam konteks ilmu alam, matematik, dan terlalu jauh
tenggelam dengan kerumitan perhitungan statistik dengan cara-cara
eksperimental, yang tentu saja semakin menjauhkan dari kodrat
manusiawi dan realitas pendidikan sebagai fenomena sosial.
Sumber Pustaka:
Bassey, M.
1995 "Creating
Education through Research". Newark: Kirklington Moor Press.
Hergreaves, D.
1997 "Defence of
research for evidence-based teaching". British Educational
Research Journal. 23
(4)
Oncea, A.
2003 "Critiscism of
Educational Research: Key Topics and Levels of Analysis",
makalah yang
dipresentasikan pada BERA conference, September.
Pring, Richard.
2000 "Philosophy of
educational research", New York and London : Continuum
Stenhouse, L.
1975 "An
Introduction to Curriculum Research and Development", London:
Heinemann