Tampilkan postingan dengan label Kosmografi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kosmografi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 13 Desember 2011

Hujan Meteor, Tanggal 13-14 Desember 2011

Hujan meteor Geminids kembali terjadi. Frekuensi meteor cukup banyak, 1-2 meteor per menitnya. Hujan meteor Geminids yang mencapai puncak pada 13-14 Desember mendatang itu merupakan hujan meteor terakhir di tahun ini.

"Hujan meteor Geminids sudah terjadi sejak pekan pertama Desember ini dan mencapai puncaknya pada 13-14 Desember. Diperkirakan pada saat puncak ada 100 meteor per jam atau 1-2 meteor per menit. Ya, ini hujan meteor terakhir tahun ini," kata peneliti dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Thomas Djamaluddin dalam perbincangan dengan detikcom, Senin (12/12/2011).

Sayangnya, cahaya bulan berpotensi mengganggu pengamatan fenomena tahunan ini. Jika ingin menyaksikannya, silakan lihat ke langit di ufuk timur agak ke utara, sebelum bulan terbit pada pukul 19.00 WIB. Carilah rasi bintang Gemini, karena hujan meteor ini seolah muncul dari gugus bintang tersebut.

"Hujan meteor ini kerap dianggap istimewa oleh para pengamat karena tidak seperti hujan meteor yang lain yang berasosiasi dengan komet, Geminids berasosiasi dengan asteroid," terang Djamaluddin.

Hujan meteor Geminids berasal dari asteroid Phaenton. Asteroid merupakan kepala komet yang sudah habis debu-debunya, sehingga yang tersisa hanya intinya berupa batu dengan diameter sekitar 5 kilometer.

Para pencinta angkasa umumnya menunggu datangnya hujan meteor Geminids. Sebab meteor yang dihasilkan hujan meteor ini relatif terang jika dibandingkan hujan meteor lainnya. "Karena dikaitkan dengan debu asteroid atau bagian komet yang paling dalam, sehingga relatif lebih padat. Karena itu menghasilkan meteor lebih terang," ucap Djamaluddin.

Dikutip dari space.com, dalam buku 'Observe Meteors' yang diterbitkan Liga Astronomi, astronom David Levy dan Stephen Edberg mencatat, "Jika Anda belum melihat bola api besar Geminid yang anggun melintasi langit, maka Anda belum melihat sebuah meteor."



Sumber:

Detiknews

Senin, 12 Desember 2011

Gerhana Bulan, 10 Desember 2011

Dilansir dari kompas.com, Gerhana Bulan Total (GBT) terjadi Sabtu (10/12/2011) malam dengan totalitas selama 50 menit, mulai dari pukul 21.07 hingga 21.57 WIB. GBT tersebut adalah gerhana terakhir yang terjadi di tahun ini.
GBT terakhir tak bisa dilihat dengan maksimal karena awan dan hujan yang menyelimuti langit beberapa kota. Di Jakarta, misalnya, awan tebal menutup langit dan hujan masih berlangsung hingga saat totalitas.
Awan juga menyelimuti langit Kecamatan Gombong, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Namun, masyarakat di sana masih dapat menyaksikan totalitas gerhana selama 20 menit. Mereka pun menjumpai fenomena unik.
"Sempat tersibak saat totalitas, Bulan nampak memerah kebiruan," tulis astronom Ma'rufin Sudibyo di akun Facebook-nya.
Saat terjadi GBT, Bulan memang tidak akan lenyap begitu saja. Biasanya, Bulan tampak dalam warna merah karena saat itu cahaya merah paling banyak dihamburkan.
Dalam percakapan semalam, Ma'rufin mengatakan bahwa warna kebiruan itu teramati hanya saat totalitas gerhana terjadi. Pada saat itu, sebagian besar Bulan berwarna merah dan ada sebagian yang berwarna kebiruan.
"Warna merah kebiruan terlihat di dua teleskop yang berbeda dan cenderung menumpuk di satu titik, khususnya tempat umbra pertama kali meninggalkan cakram Bulan," jelasnya.
Konfirmasi dengan astronom Mutoha Arkanuddin yang melakukan pengamatan bersama masyarakat di Masjid Kauman, Yogyakarta, menunjukkan bahwa warna kebiruan itu tak teramati.
Lalu, apa sebab warna kebiruan itu? "Itu yang masih misterius bagi saya. Satu hipotesa saat ini sih, kemungkinan itu cahaya hasil hamburan ozon," jawab Ma'rufin.
Adanya warna kebiruan itu baru teramati kali ini. Saat GBT 16 Juni 2011 lalu, kata Ma'rufin, fenomena tersebut tidak terjadi. Untuk mengetahui sebab pasti, harus dilakukan perbandingan hasil pengamatan di tempat lain. Hal ini diperlukan untuk mengetahui apakah warna kebiruan tersebut hanya efek lokal atau memang nyata ekstraterestrial.
Bulan berwarna kebiruan pernah terjadi pada tahun 1992. Saat itu, atmosfer kotor akibat hasil aktivitas vulkanik Gunung Pinatubo di Filipina. Berbeda dari GBT 10 Desember 2011, saat itu Bulan sama sekali tak menunjukkan warna merah. Hanya ada warna biru di sebagian kecil cakram Bulan, sementara sisanya gelap. Hasil aktivitas vulkanik yang mengotori atmosfer menyebabkan sedikitnya cahaya yang dihamburkan dan menimbulkan kegelapan total selama GBT.
Sementara, di Pontianak, Gerhana Bulan hanya dapat disaksikan setelah mulai pukul 22.06-23.30. Hal ini disebabkan karena sejak sore hari langit di atas kota Pontianak tertutup oleh awan. Dengan demikian warga Pontianak hanya dapat menyaksikan secara langsung proses akhir dari gerhana bulan tersebut.

Sumber:
Kompas
Pengamatan dari Kota Pontianak